KOMPAS.com - Program vaksinasi Covid-19 nasional sudah mulai digulirkan sejak Januari 2021.
Update terkini, lebih dari 10 juta orang telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan 5,9 juta dosis kedua.
Baca juga: [HOAKS] Vaksin Covid-19 Jenis mRNA Dapat Mengubah Genetik Manusia
Meskipun demikian, masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami manfaat atau kegunaan pemberian vaksin, sebagai salah satu strategi pengendalian pandemi.
Salah satunya di media sosial, di mana sebagian orang mempertanyakan adanya kasus-kasus positif Covid-19 pada orang yang sudah menerima dua kali suntikan vaksin.
Sudah divaksin kok masih bisa terinfeksi Covid-19?
Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, masyarakat perlu memahami bahwa vaksin tidak mencegah terjadinya penularan Covid-19.
"Yang mencegah penularan itu 3M, termasuk menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Karena tertular itu kan virus masuk ke dalam tubuh kita, dan benteng kita itu 3M," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/4/2021).
Baca juga: Soal Vaksin Nusantara, Kemenkes: Kita Tunggu Saja Rekomendasi BPOM
Nadia menjelaskan, setiap orang yang sudah divaksin masih memiliki peluang untuk tertular virus corona.
Namun dengan adanya vaksin, maka potensi seseorang untuk bergejala atau jatuh sakit dengan kondisi parah ketika tertular virus corona dapat dikurangi.
"Perlindungannya tetap tidak 100 persen. Tapi dia (vaksin) sudah menurunkan risiko kita jadi sakit itu 65-95 persen," jelas Nadia.
Baca juga: Soal Vaksin Nusantara, PB IDI Harap BPOM Tidak Diintervensi oleh DPR
Situasi pandemi
Nadia mengatakan, jika seseorang sudah menerima vaksin tetapi tidak menerapkan perilaku 3M, maka besar kemungkinan dia masih bisa tertular Covid-19.
Termasuk meskipun seseorang telah divaksin dan patuh protokol kesehatan juga masih berpeluang terinfeksi Covid-19.
Nadia menjelaskan, hal itu bisa terjadi sebab saat ini masih dalam situasi pandemi.
"Kalau pandemi itu kan berarti konsentrasi virus di sekitar kita itu sangat tinggi," kata Nadia.
Sebagai gambaran situasi pandemi dan kondisi saat tidak lagi pandemi, Nadia mencontohkan saat terjadinya musim demam berdarah.
"Kenapa pada saat musim demam berdarah, orang lebih gampang kan kena demam berdarah. Nah, karena virusnya banyak pada saat itu. Karena nyamuk yang membawa virus pada saat perubahan dari musim panas ke musim hujan, atau musim hujan, itu banyak (populasinya)," kata Nadia.
"Sehingga orang gampang sakit demam berdarah. Makanya muncul kejadian luar biasa (KLB) peningkatan kasus demam berdarah. Karena pada saat itu virusnya banyak, nyamuk pembawanya juga banyak," kata Nadia melanjutkan.
Namun, pada lain waktu, misalnya di musim kemarau, kasus-kasus demam berdarah jarang dijumpai. Mengapa demikian?
"Karena virusnya enggak banyak, nyamuknya juga enggak banyak," jelas Nadia.
Baca juga: Vaksin Nusantara Abaikan Saran BPOM, Epidemiolog Ingatkan Bahayanya
Protokol kesehatan 3M dan vaksin
Dia mengatakan, analogi penyakit demam berdarah yang dia sampaikan itu dapat digunakan untuk memahami perbedaan situasi pandemi dengan situasi tidak pandemi.
"Nah, ini sama. Kalau pandemi, kan berarti memang kondisi virus penyebab Covid-19 nya banyak, cuma dia enggak pakai nyamuk," kata Nadia.
Dengan situasi pandemi seperti saat ini, resiko tertular virus corona masih sangat besar, sehingga protokol pencegahan 3M harus selalu diterapkan.
"Kalau pun kita sudah 3M, kan 3M itu enggak 100 persen bisa melindungi, makanya tambah vaksin. Begitu dia (virus) masuk, langsung dilawan," kata Nadia.
Baca juga: LBM Eijkman Targetkan Vaksin Merah Putih Dapat Izin BPOM Pertengahan 2022
Manfaat vaksin
Nadia mengatakan, satu hal yang perlu dicermati dari efikasi vaksin Covid-19 adalah khasiatnya untuk mencegah timbulnya gejala sedang hingga berat pada pasien yang terinfeksi.
Efikasi vaksin Covid-19 dalam mencegah gejala sedang hingga sangat berat tercatat mencapai 89 persen. Capaian itu berlaku untuk rata-rata vaksin yang saat ini beredar.
Selain capaian tersebut, vaksin juga diketahui menekan angka kematian akibat Covid-19.
"Nah, kalau kita bicara kematian, hampir semuanya mengatakan, dia (vaksin) tidak menimbulkan kematian. 90 persen, bahkan 95 persen, dia mencegah kematian (akibat Covid-19). Ini data dari uji klinis ya, bahwa kematian itu tidak terjadi pada orang yang mendapatkan vaksin," ujar Nadia.
Baca juga: Pemerintah Terima 6 Juta Dosis Bahan Baku Vaksin Covid-19 dari Sinovac
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.