Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Kartini, Mengenal Lebih Dekat Kebaya dan Sejarahnya

Baca di App
Lihat Foto
WIKIMEDIA COMMONS/GPL FDL
RA Kartini
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Perayaan Hari Kartini selalu identik dengan busana tradisional, terutama kebaya. Kebaya lekat dengan perayaan hari ini lantaran RA Kartini juga selalu lekat dengan busana kebaya semasa hidupnya.

Bahkan akhirnya muncul istilah kebaya Kartini, yaitu kebaya yang dikenakan RA Kartini yang memiliki ciri khas berupa kerah setali yang menghiasi leher hingga bagian bawah kebaya.

Di waktu lampau, kain atau sarung yang berpasangan dengan kebaya dipakai oleh seluruh wanita Indonesia juga masyarakat Melayu.

Kebaya sendiri berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu Abaya yang memiliki arti jubah atau pakaian longgar.

Baca juga: Sebelum Kartini Ada Ratu Kalinyamat, Perempuan Tangguh dan Visioner dari Jepara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah kebaya

Menurut penelusuran sejarah, konon katanya bentuk awal kebaya berasal dari Kerajaan Majapahit, yaitu busana yang dikenakan oleh para permaisuri dan selir raja. 

Sebelum budaya Islam masuk, masyarakat Jawa pada abad ke-9 telah mengenal beberapa istilah busana. Namun waktu itu, kaum wanita masih setia dengan padanan kain dan kemben yang hanya membebat dada sekadarnya.

Ketika budaya Islam masuk, maka dilakukan penyesuaian untuk lebih menutup area dada. Yaitu dengan dibuatnya semacam outer, berupa kain tipis yang digunakan untuk menutup bagian belakang tubuh, bahu serta kedua lengan. 

Kebaya juga tercatat jelas pada catatan resmi bangsa Portugis ketika pertama kali mereka mendarat di Indonesia.

Dalam catatan itu dijelaskan, bahwa kebaya adalah busana kaum wanita di Indonesia yang ada di abad ke-15 hingga 16. Meski di masa itu, kebaya hanya dipakai oleh para priyayi, yaitu kaum bangsawan.

Baru seiring bergulirnya waktu, kebaya pun ikut dicicipi oleh para pribumi, termasuk para isteri petani yang mengenakan kebaya dari kain tipis dan mengaitkan bagian depannya dengan sebuah peniti.

Baca juga: Hari Kartini ala Semarang Doll Lovers, Menyuguhkan Boneka dalam Balutan Kebaya Etnik

Akulturasi budaya dalam selembar kebaya 

Grace W. Susanto dalam bukunya Mlaku Thimik-Thimik mengatakan bahwa pengaruh budaya luar sangat mewarnai perkembangan dan jenis dari kebaya.

Bisa dikatakan, jenis-jenis kebaya yang ada sekarang ini adalah akulturasi budaya Jawa dengan berbagai pengaruh budaya lain.

Bicara soal jenis, kebaya terbagi menjadi kebaya Jawa, kebawa Betawi, kebaya Sunda, kebaya Bali, kebaya Madura dan kebaya Melayu.

Masing-masing kebaya memiliki ciri khas masing-masing. Kebaya Jawa misalnya, memiliki ciri khas yang terletak pada tembelan kain di bagian dada yang disebut kutu baru.

Menurut Grace, dokter gigi yang juga pemerhati budaya yang bermukim di Semarang, kutu baru ini adalah perkembangan dari pemakaian kemben. Ketika orang malas mengenakan kemben, maka ditambahkanlah kutu baru.

Sedangkan kebaya Betawi adalah akulturasi budaya Cina dan Melayu yang membuat kebaya ini memiliki desain sangat bervariasi.

Kebaya Sunda dan Tasik memiliki ciri khas garis leher berbentuk segi lima dengan kerah tegak, sedangkan kebaya Bali memiliki ciri berlengan pendek dan panjang yang dilengkapi dengan sebuah selendang.

Kebaya Madura sendiri sering disebut  kebaya rancongan. Panjang kebaya hanya sampai pinggang dengan bagian bawah meruncing dengan potongan serong yang khas. 

Adapun kebaya Melayu, rata-rata berdesain kain panjang. Bentuk garisnya hampir mirip dengan kebaya Jawa, hanya saja di belahan tengah diberi peniti atau bros sebagai hiasan.

Baca juga: Baju Jawi Jangkep dan Kebaya, Pakaian Tradisional Jawa Tengah

Gaya berkebaya 

Sedangkan jika menilik gaya berkebaya, maka kita akan disodori gaya kraton, gaya Kartini, gaya Bandung, gaya encim, atau gaya indo.

"Gaya indo adalah kebaya yang sering dikenakan kaum peranakan dan pribumi yang berpendidikan barat, termasuk di dalamnya adalah wanita Belanda," ujar Grace kepada Kompas.com, Senin (19/04/2021) siang. 

Wanita Belanda, suka mengenakan sarung warna biru dengan tepi kebaya yang dihiasi dengan renda warna senada. Bahan yang digunakan adalah voile, pasir dan antekres yang disambung dengan renda dan tampak menyatu.

Sedangkan gaya kraton, adalah kebaya yang sering dikenakan di pelaminan. Yaitu kebaya panjang yang sampai ke lutut, terbuat dari beludru warna hitam, ungu atau marun, dan dihiasi bordir dari benang emas.

Baca juga: Mengenal Sepak Terjang Multatuli, Sosok yang Menginspirasi RA Kartini

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi