Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari India, Apa yang Perlu Diwaspadai agar Tak Terjadi "Tsunami" Covid-19?

Baca di App
Lihat Foto
AP
Beberapa tumpukan kayu pemakaman pasien yang meninggal karena penyakit COVID-19 terlihat terbakar di tanah yang telah diubah menjadi krematorium kremasi massal korban virus corona, di New Delhi, India, Rabu (21/4/2021).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - India berada dalam situasi mencekam setelah terjadi gelombang kedua pandemi Covid-19.

Negara itu melaporkan rekor dunia kasus infeksi Covid-19 harian selama empat hari berturut turut. Terbaru, India mengonfirmasi 349.691 kasus pada Minggu (25/4/2021) dengan 2.767 kematian baru.

Kondisi itu membuat banyak rumah sakit kehabisan oksigen dan tempat tidur.

Baca juga: Catatkan Rekor Dunia Kasus Harian Covid-19 Tertinggi, Rumah Sakit di India Kirim SOS

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, Indonesia harus mengambil pelajaran dari gelombang kedua di India.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut dia, kondisi di India kembali menegaskan bahwa pandemi virus corona merupakan hal yang serius dan butuh respons nyata oleh pemerintah dan masyarakat.

"Respons seriusnya adalah respons kesehatan masyarakat, bukan di luar itu. Apa? respons di preventif dan promotif," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/4/2021).

"Kalau bicara preventif ya 3T (testing, tracing, treatment) dan ada vaksinasi, kalau bicara promotif ya ada 5M," sambungnya.

Baca juga: 10 Negara yang Larang Penerbangan dari India

Tak bisa diprediksi

Dicky mengatakan, semua respons tersebut harus dilakukan dengan strategi komunikasi risiko yang tepat.

Artinya, tak boleh berpuas diri ketika kasus infeksi Covid-19 sedang turun. Sebab, situasi pandemi tak bisa diprediksi.

"Tidak boleh berpuas diri, bukan begitu strateginya, karena situasinya unpredictable. Tak boleh klaim-klaim seperti itu," ujar Dicky.

"Bagaimana mungkin tren menurun di tengah tingkat positivity rate tinggi, itu jadi bias dan argumentasinya tidak kuat. Ini pelajaran penting bagi indonesia," lanjutnya.

Ia menjelaskan, pemerintah harus melakukan penguatan respons kesehatan di level komunitas. Meski sudah ada PPKM, tapi Dicky menganggap upaya preventif dan promotif belum memadahi.

Dicky mengatakan, respons pandemi tak bisa dilakukan secara soliter atau hanya menonjol di beberapa daerah, tetapi harus secara menyeluruh.

"Yang terjadi di India, beberapa daerah serius menangani, di daerah lain melakukan pemilu, seremonial besar-besaran. Ya tidak bisa dalam situasi pandemi seperti ini. Kondisi buruk di tempat jauh sekali pun tetap berdampak pada daerah lainnya," jelas dia.

Baca juga: Pemerintah India Minta Twitter Hapus Twit yang Kritik Penanganan Covid-19

Dicky mengingatkan, vaksin Covid-19 tak bisa menyelesaikan pandemi secara instan sehingga masih tetap membutuhkan komitmen dan keseriusan dalam menerapkan respons kesehatan tersebut.

Seperti diketahui, India telah menyuntikkan vaksin kepada sekitar 100 juta warganya. Namun, negara itu tetap tak bisa menghindari 'tsunami' kasus Covid-19 kali ini.

Ia menyebutkan, masih banyak misteri yang melingkupi Covid-19, khususnya kemunculan vairan baru di banyak negara.

"Itu yang berperan dalam memperburuk situasi pandemi," kata Dicky.

Oleh karena itu, Indonesia harus belajar dari masa lalu dan pengalaman negara lain, baik yang baik maupun buruk.

Dicky meminta agar pemerintah tegas melarang mudik dan tidak melakukan pelonggaran.

"Ini harus dibangun komunikasi untuk memperkuat penyampaian pada publik bahwa situasinya tidak aman dan bisa memperburuk di tengah banyaknya varian baru. Ini tidak boleh angin-anginan juga," ujar Dicky.

Baca juga: Penyebab Tsunami Covid-19 di India: dari Mutasi Virus hingga Pelonggaran Prokes

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi