Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Puisi Nasional 28 April: Sejarah dan Sosok Chairil Anwar

Baca di App
Lihat Foto
Kemdikbud
Chairil Anwar, pelopor Angkatan 45 yang terkenal dengan puisi Aku dan tanggal wafatnya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Hari ini, 72 tahun lalu tepatnya 28 April 1949, penyair Chairil Anwar meninggal dunia.

Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.

Hari Puisi Nasional Indonesia pada 28 April tiap tahun sekaligus mengenang wafatnya penyair Angkatan 45 Chairil Anwar.

Baca juga: Ramai soal Puisi Cinta dan Benci di Film Binatang Jalang, Bukan Karya Chairil Anwar?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Chairil Anwar

Dalam buku "Chairil Anwar: Hasil Karya dan Pengabdiannya" karya Dri Sutjianingsih menjelang kematiannya, Chairil jatuh sakit. Dia sering pusing, muntah, dan sebagainya.

Dia dibawa ke CBZ, yang sekarang adalah Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Chairil menderita beberapa macam penyakit yaitu paru-paru, infeksi darah kotor, dan usus.

Lalu pada 28 April 1949 pukul 14.30 dia meninggal dunia dalam usia 27 tahun. Di saat-saat terakhirnya, dia mengigau saat panas tinggi dengan menyebut "Tuhanku, Tuhanku..."

Sebuah sajak diselesaikannya menjelang kematiannya. Bahkan dia tak sempat memberi judul. Berikut sajaknya:

Cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan disingkap merapuh,
dipikul angin yang terpendam,
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.

Baca juga: Polemik Puisi Cinta dan Benci yang Disebut Karya Chairil Anwar, Ini Klarifikasi Sutradara Film Binatang Jalang

Lahir di Medan merantau ke Batavia

Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan, dari pasangan Tulus dan Saleha. Chairil Anwar dilahirkan di tengah-tengah keluarga Minangkabau yang taat beragama.

Meski begitu, dia merasa terkekang. Hal itu turut mempengaruhi kehidupannya dan juga karya-karyanya.

Mula-mula Chairil Anwar sekolah di Hollandsch lnlandsche School (H.l.S) di Medan, kemudian melanjutkan ke MULO, juga di Medan, tetapi baru sampai kelas dua ia keluar dan pergi ke Jakarta yang waktu itu masih disebut Batavia.

Suatu ketika Chairil pernah membacakan ibunya satu bagian dari buku "Layar Terkembang" karangan Sutan Takdir Alisyahbana dengan keras.

Karena terdengar oleh polisi, dia dipanggil untuk diperiksa tentang macam-macam hal seperti filsafat, politik, kesusasteraan, agama, dan lain-lainnya.

Baca juga: 28 April, Hari Puisi Nasional dan Mengenang Chairil Anwar

Peran Chairil Anwar

Bagi bangsa Indonesia nama Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru-guru, pelajar maupun mahasiswa.

Hal itu karena Chairil Anwar telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah Pujangga Baru.

Pembaharuan itu meliputi penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup. Chairil Anwar telah mempelopori lahirlah satu angkatan kesusasteraan baru yang disebut Angkatan 45.

Melansir Kompas.com, 28 April 2020, secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis.

Dia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.

Baca juga: Puisi Aku Chairil Anwar

Pengaruh penyair Belanda

Chairil Anwar mendapat pengaruh dari penyair-penyair Belanda angkatan sesudah Perang Dunia I seperti Marsman, Du Perron dan Ter Braak.

Gagasan-gagasan Chairil mengenai penciptaan dan sikap hidup masih terus merupakan inspirasi, juga bagi generasi-generasi penerusnya.

Mengutip Harian Kompas, 28 April 1995, sajaknya yang berjudul "Aku" melukiskan jiwa Chairil serta pribadi dan cita-citanya.

Menurut guru besar Fakultas Sastra Unpad, J.S. Badudu, sifat individualisme Chairil tampak benar dalam puisinya itu, seolah-olah dirinyalah yang menjadi ukuran masyarakat dan dunia luar.

Karya Chairil Anwar yang sangat terkenal adalah sajak berjudul "Aku". Berikut sajaknya:

Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.

Baca juga: Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45

Atas jasa-jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwar, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969, No. 071I1969.

Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa.

Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional.

Sejarah Hari Puisi Nasional

Berdasarkan Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya (2009) karya Sri Sutjianingsih, pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang menaruh minat besar pada kesenian, termasuk kesenian Indonesia.

Di saat bersamaan, pemerintah Jepang melarang adanya perkumpulan (organisasi).

Maka, beberapa seniman seperti Anjar Asmara dan Kamajaya menemui Soekarno membahas gagasan tentang mempersatukan kaum seniman dalam suatu wadah.

Soekarno bersedia memprakarsai pendirian Pusat Kesenian Indonesia untuk menyatukan para seniman.

Pusat Kesenian Indonesia berdiri pada 6 Oktober 1942 dengan Ketua Sanusi Pane. Bertujuan untuk menyesuaikan dan memperbaiki kesenian daerah menuju kesenian Indonesia Baru.

Adanya pusat kesenian itu membuat pemerintah Jepang mempersiapkan Pusat Kebudayaan, yang pada hakekatnya sebagai bujukan halus agar Pusat Kesenian luluh dalam Pusat Kebudayaan sehingga semua kegiatan kesenian ada di bawah Jepang, khususnya Shindenbu.

Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) berdiri pada 1 April 1943 tetapi baru diresmikan pada 29 April 1943 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Tennoo Heika.

Tujuan lembaga ini agar para seniman bekerja untuk kepentingan Jepang. Awalnya para seniman menerima maksud Jepang secara antusias.

Baca juga: UPDATE Corona 28 April: 10 Negara Kasus Tertinggi | WHO Ungkap Sebab Tsunami Covid-19 di India

Revolusi kesusateraan Indonesia

 

Tetapi sejak awal Chairil Anwar curiga dengan maksud Jepang.

Ia bersama Amal Hamzah dan beberapa kawan menyindir seniman-seniman yang mau membantu Jepang.

Chairil Anwar punya pandangan tersendiri tentang seni dan menghendaki pembaharuan atas Angkatan Pujangga Baru yang dianggap tidak lagi sesuai dengan situasi zamannya.

Ia meninggalkan ukuran dan ikatan lama, untuk mengembangkan corak dan iklim baru.

Chairil menghendaki perubahan bagi generasinya yaitu generasi sesudah perang, dengan meninggalkan kaidah yang sudah ada yang cenderung mendayu-dayu.

Sehingga sajak-sajak Chairil Anwar memberi nafas baru bagi kesusasteraan Indonesia. Pada saat itu, bangsa Indonesia sedang di bawah kekuasaan Jepang yang tidak memberikan kebebasan berpikir dalam seni dan budaya.

Tetapi justru saat itulah Chairil Anwar membuat suatu revolusi dalam kesusateraan Indonesia.

Ia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.

Baca juga: [HOAKS] BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Modal Usaha Rp 200 Juta

Ciri-ciri angkatan 45

HB Jassin menyebut angkatan Chairil Anwar sebagai Angkatan 45 bersama para tokoh lain yaitu Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, dan lain-lain.

Tetapi baru pada 1948 Rosihan Anwar menyebut Angkatan 45 yang kemudian secara resmi dipergunakan oleh semua pihak.

Secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis.

Salah satu karya Chairil Anwar yang terkenal adalah sajak Aku.

Chairil Anwar mengatakan, penamaan Angkatan 45 harus berdiri sendiri, menjalankan dengan tabah dan berani nasibnya sendiri, menjadi pernyataan revolusioner.

Chairil Anwar tak ingin bersifat sentimentil dan merendahkan diri secara berlebihan dalam menghadapi setiap persoalan.

Ia ingin menjadi manusia wajar, merdeka mengeluarkan pendapat sendiri dan duduk sama rendah dengan sesama manusia di dunia ini.

Baca juga: [POPULER TREN] Profil Munarman | Berapa Harga Satu Unit Kapal Selam?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi