KOMPAS.com - Hari ini 37 tahun yang lalu, tepatnya 2 Mei 1984, mantan Presiden RI Soeharto mencanangkan program Wajib Belajar.
Diberitakan Harian Kompas, 3 Mei 1984, pencanangan wajib belajar dilakukan oleh Soeharto di Stadion Utama Senayan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.
Sekitar 110.000 hadirin hanyut dalam kegembiraan. Bunyi sirine menderu-deru, balon-balon beterbangan, dan burung-burung dara memenuhi lapangan.
Acara peresmian itu dimeriahkan berbagai atraksi dan hiburan, seperti drum band, lagu "Halo-Halo Bandung", tarian massal, serta penerbangan pesawat gelatik.
Dalam sambutannya, Soeharto mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ambil bagian aktif dalam mensukseskan gerakan wajib belajar.
Soeharto mengemukakan bahwa gerakan wajib belajar baru bisa terlaksana setelah 39 tahun Indonesia merdeka.
Menurutnya, ini bukan berarti pembangunan pendidikan diabaikan, tapi karena program ini perlu dipersiapkan sebaik-baiknya.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno sebagai Presiden
Tentang Wajib Belajar
Dengan dicanangkannya program wajib belajar, seluruh anak usia 7-12 tahun akan memperoleh kesempatan yang sama dan adil dalam menikmati pendidikan dasar.
Kesempatan yang sama pun diterima oleh mereka yang berada di kota besar, kota kecil, desa-desa, lembah-lembah pendidikan, dan pegunungan yang terpencil.
Mengutip Harian Kompas, 2 Mei 1984, pencanangan wajib belajar bertujuan menjaring anak usia sekolah (7-12 tahun).
Alasan utama dicanangkannya program itu adalah karena bangsa Indonesia ingin maju. Sarana untuk itu hanya lewat pendidikan.
Dibandingkan negara lain, Indonesia agak berbeda.
Di Indonesia wajib belajar diartikan sebagai kewajiban pemerintah, orang tua, dan masyarakat untuk menyediakan sarana-sarana belajar.
Anak usia sekolah akan diberikan sepenuhnya hak memperoleh pengajaran. Hal tersebut merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Majalah Time Dihukum Rp 1 Triliun atas Pencemaran Nama Baik Soeharto
Tercetus sejak 1953
Gerakan wajib belajar sebenarnya sudah dibawa ke forum DPR sejak 1953.
Penjelasan yang disampaikan pimpinan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan kala itu sudah mendapat sambutan hangat dari para wakil rakyat.
Sayangnya untuk melaksanakannya terbentur pada masalah anggaran belanja.
Hal itu bisa dimaklumi, mengingat ketika itu keuangan negara cukup suram. Sementara, biaya untuk pelaksanaan wajib belajar cukup besar.
Meski begitu gagasan itu tidak mati.
Pada 1954 gagasan itu digunakan untuk gerakan pemberian penerangan ke daerah-daerah.
Baca juga: Hari Ini Setahun Lalu, Kita Semua Diminta Bekerja dan Belajar dari Rumah...
Uji coba di daerah
Pada 1955 wajib belajar mulai diuji coba di beberapa Dati II (kabupaten/kotamadya). Hingga 1969 tercatat ada 154 Dati II yang mencoba wajib belajar.
Untuk mendukung terciptanya program wajib belajar, telah dilakukan berbagai upaya. Bagi anak normal disediakan SD biasa (konvensional) dan Madrasah Ibtidaiyah.
Bagi anak dengan ekonomi lemah disediakan SD Pamong dan program Kejar Paket A. Sementara itu untuk daerah terpencil dengan penduduk sedikit dilayani dengan SD Kecil.
Sedangkan bagi anak dengan keterbatasan disediakan Sekolah Luar Biasa (SLB A, B, C, D, dan E), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Dasar terpadu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.