Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Bangsa

Baca di App
Lihat Foto
Dok. KOMPAS
Ki Hajar Dewantara diabadikan 11 Maret 1959, sebulan sebelum meninggal.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini, Minggu (2/5/2021) merupakan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Peringatan ini ditetapkan berdasarkan hari kelahiran Bapak Pendidikan Bangsa, Ki Hajar Dewantara.

Dia adalah pelopor pendidikan bangsa, sejak Indonesia masih berada di bawah jajahan kolonial.

Kata-kata Ki Hadjar Dewantara yang paling dikenang yaitu "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani".

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata-kata itu pun kini menjadi semboyan pendidikan Indonesia.

Baca juga: Profil WR Supratman, Sosok di Balik Peringatan Hari Musik Nasional 2021

Lantas, bagaimana kiprah dan perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan?

Pernah dipecat dari kampus

Ki Hajar Dewantara bernama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Melansir buku Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (2013) oleh Bartolomeus Sambo, Ki Hajar Dewantara lahir dari keluarga bangsawan.

Darah bangsawan membuatnya bisa belajar di Europeesche Lagere School atau Sekolah Dasar Belanda selama 7 tahun di Kampung Bintaran Yogyakarta.

Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara melanjutkan sekolahnya di Kweekschool (sekolah guru) di Yogyakarta.

Dia pun mendapat kesempatan untuk menempuh sekolah dokter di Jawa, di School Fit Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA).

Ki Hajar Dewantara menjadi mahasiswa di STOVIA mulai 1905-1910.

Baca juga: Tutup Usia, Ini Profil Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung yang Ditakuti Koruptor

Dia sempat jatuh sakit selama empat bulan dan beasiswanya terpaksa dicabut. Akan tetapi, pencabutan beasiswa ini bukan semata karena dia sakit.

Tak lama setelahnya, Ki Hajar Dewantara dikeluarkan dari STOVIA karena ada masalah politik.

Dia dianggap menjadi pemicu timbulnya pemberontakan terhadap Pemerintah Hindia-Belanda melalui sajak yang ia bacakan.

Sajak tersebut menggambarkan keperwiraan Ali Basah Sentot Prawirodirdjo, seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.

Baca juga: Mengenang Pangeran Diponegoro dan Sejarah Perjuangannya...

Kerja sebagai wartawan

Dikeluarkan dari sekolah tak membuatnya putus asa. Ki Hajar Dewantara menambah banyak pengalamannya dengan bekerja sebagai wartawan.

Dia pun menjadi salah satu wartawan yang dikenal dengan tulisannya yang komunikatif, tajam, serta mampu menumbuhkan semangat antipenindasan.

Dia menulis di beberapa surat kabar, seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Selain bekerja, Ki Hajar Dewantara juga berserikat.

Pada 25 Desember 1912, dia mendirikan organisasi pergerakan nasional yang bernama Indische Partij.

Bersama dua rekannya, Dr. E.F.E. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo, ketiga orang ini pun dijuluki sebagai tiga serangkai.

Baca juga: May Day 2021 dan Sejarah Peringatan Hari Buruh...

Mendirikan Taman Siswa

Pada masa itu, masyarakat di Indonesia tidak memiliki akses pendidikan.

Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak keturunan Belanda dan kaum priyayi.

Ketimpangan ini mendorong Ki Hajar Dewantara untuk terus mengkritik kebijakan pemerintah kolonial.

Baca juga: Profil Presiden Ketiga RI: Bacharuddin Jusuf Habibie

Pada puncaknya, ia menyampaikan kritikan kepada pemerintah kolonial melalui tulisan berjudul Als ik eens Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk satu juga).

Kedua tulisannya membuat pemerintah Hindia Belanda geram. Ki Hajar Dewantara ditangkap dan dibuang ke Pulau Bangka.

Akan tetapi, Ki Hajar Dewantara meminta agar dirinya dibuang ke Belanda saja dan keinginannya itu dikabulkan.

Baca juga: Profil Presiden Kedua RI: Soeharto

Selama menjalani masa pembuangan di Belanda, dia banyak menghabiskan waktunya untuk belajar. Sampai akhirnya, pada 1918, Ki Hajar Dewantara diperbolehkan kembali ke Indonesia.

Sekembalinya ke tanah air, dia mendirikan National Onderwijs Institur Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922.

Pendirian Taman Siswa ini ditujukan untuk membebaskan rakyat Indonesia dari pembodohan dan penindasan.

Baca juga: Profil Presiden Pertama RI: Soekarno

Makna semboyan

Ki Hajar Dewantara mengenalkan tiga semboyan yang jadi pegangan bagi pendidikan di Indonesia.

Semboyan tersebut dalam bahasa Jawa, yang berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Arti dari semboyan tersebut adalah:

1. Ing Ngarsa Sung Tulada

Ing berarti “di”, ngarsa berarti “depan”, sung berarti “jadi”, dan tuladha berarti “contoh” atau “panutan”.

Maknanya, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.

2. Ing Madya Mangun Karsa

Ing berarti “di”, madya berarti “tengah”, mangun berarti “membangun”, dan karsa berarti “semangat” atau “niat”.

Maknanya, di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide untuk berkarya.

Baca juga: Profil Presiden Keempat RI: Abdurrahman Wahid

3. Tut Wuri Handayani

Tut wuri berarti “di belakang” atau mengikuti dari belakang dan handayani berarti “memberikan semangat”.

Maknyanya, guru harus berada di belakang untuk bisa memberikan dorongan, arahan dan semangat.

Akhir hidup

Setelah merdeka, Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama di Indonesia.

Pada 1957, dia mendapat gelar Covtor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada (UGM).

Namun, tak ada yang bisa melawan waktu. Di usia yang ke 70 tahun, Ki Hajar Dewantara meninggal dunia. Tepatnya pada 26 April 1959.

Baca juga: UGM Buka Seleksi Jalur Prestasi 2021, Ini Syarat dan Ketentuannya...

Dia dimakamkan di Taman Wijaya Brata, di kota kelahirannya, Yogyakarta.

Sebagai penghormatan atas jasa dan perjuangan Ki Hajar Dewantara di dunia pendidikan, pemerintah memberikan julukan "Bapak Pendidikan".

Pada 16 Desember 1959, melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, pemerintah menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Baca juga: Profil Presiden Kelima RI: Megawati Soekarnoputri

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi