Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Muncul Klaster Covid-19 Jelang Lebaran, Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA
Puluhan ambulans sedang melakukan evakuasi ratusan santri positif corona klaster pesantren ke tempat isolasi darurat Hotel Crown, Kota Tasikmalaya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sejumlah klaster baru Covid-19 muncul menjelang Lebaran 2021 di berbagai daerah.

Salah satu di antaranya adalah klaster mudik atau klaster hajatan yang terjadi di kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Penularan virus bermula ketika seorang warga yang baru pulang dari Jakarta lalu menggelar hajatan.

Setelah hajatan tersebut, sebanyak 37 warga dinyatakan positif Covid-19.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diketahui pemilik rumah jatuh sakit hingga harus dirawat di rumah sakit setelah menggelar hajatan. Belakangan, dari hasil pemeriksaan swab, tuan rumah dinyatakan positif Covid-19.

Baca juga: Muncul Klaster Covid-19 Jelang Lebaran, dari Takziah hingga Tarawih

Lantas, apa yang memicu munculnya klaster-klaster virus corona tersebut?

Dampak relaksasi Pemerintah

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo mengatakan, kemunculan klaster baru ini menurut dia tak lepas dari relaksasi yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurutnya, pemerintah seolah-olah sudah menang melawan virus corona, sehingga banyak pusat perbelanjaan kembali ramai dan aktivitas yang menimbulkan kerumunan massa diizinkan.

"Jadi kita ini tidak sungguh-sungguh mencegah penularan virus ini. Kita kan terlalu cepat mendengung-dengungkan kasus sudah menurun," kata Windhu kepada Kompas.com, Minggu (2/5/2021).

Meski edukasi masih terus digaungkan oleh pemerintah, tetapi hal itu sama sekali tak cukup membendung laju mobilisasi dan kerumunan massa.

Baca juga: 5 Fakta Partai Ummat yang Didirikan Amien Rais, dari Logo hingga Susunan Pengurus

Inkonsistensi kebijakan

Windhu menuturkan, edukasi yang dilakukan pemerintah seharusnya dibarengi dengan konsistensi dalam hal kebijakan. Sayangnya, konsistensi itu tak terlihat pada setiap kebijakan pemerintah.

"Edukasi kita tidak berhenti-henti, tetapi edukasi tidak cukup kalau pemerintah di dalam kebijakannya melakukan relaksasi dan kebijakan yang sifatnya paradoksal juga," jelas dia.

"Misalnya dilarang mudik, tapi wisata boleh dibuka. Kan paradoksal," ujar Windhu.

Akibat kebijakan yang paradoksal, masyarakat pun menjadi bingung dan kembali lalai dalam mematuhi protokol.

Selain itu, Windhu menyebut pemerintah juga harus berani memberikan sanksi atau law enforcement di masa pandemi.

"Harus ada law enforcement, mutlak itu di masa pandemi. Itu diamanatkan UU sendiri, jadi tangan pemerintah harus kuat," ujarnya.

Baca juga: Amien Rais Dirikan Partai Ummat, Ini Tantangan dan Peluangnya Menurut Pengamat

Tanda-tanda kenaikan kasus

Windhu memperingatkan, kasus infeksi Covid-19 di Indonesia mengalami stagnasi selama dua mingguan.

Menurut dia, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa stagnasi kasus infeksi dalam waktu lama merupakan tanda akan adanya kenaikan.

"Kalau kondisi itu stagnan dan cukup lama, itu salah satu pertanda kasus kita akan naik lagi. Itu yang harus disadari, pola-pola itu terjadi di masa lalu dan sudah diketahui," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi