KOMPAS.com - Hari ini 9 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet (SSJ) 100 jatuh setelah menabrak tebing di Gunung Salak.
Melansir pemberitaan Kompas.com, 18 Desember 2012, awak pesawat dan penumpang yang berjumlah 45 orang, semuanya tewas dalam kecelakaan ini.
Tak hanya itu, pesawat juga ditemukan dalam kondisi hancur.
Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang diumumkan pada18 Desember 2012, kecelakaan disebabkan oleh kelalaian pilot yang mengemudikan pesawat.
Dari hasil investigasi itu juga didapati bahwa pesawat Sukhoi Superjet 100 tersebut dalam kondisi baik tanpa gangguan sistem.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Lion Air JT 904 Jatuh di Laut Bali
Detik-detik terakhir
Meski pesawatnya hancur, detik-detik terakhir sebelum pesawat hilang kontak dan kemudian jatuh setelah menabrak tebing di Gunung Salak terekam jelas dalam instrumen yang ada di pesawat tersebut.
Saat itu, pesawat SSJ 100 dengan nomor penerbangan RA 36801 yang dioperasikan Sukhoi Civil Aircraft Company melakukan penerbangan promosi dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma.
Penerbangannya direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen atau instrument flight rules (IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit.
Adapun wilayah yang diizinkan untuk penerbangan ini adalah area Bogor.
Bertindak sebagai pilot, Aleksandr Yablontsev memiliki asumsi bahwa penerbangan tersebut telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm.
Pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06 Bandara Halim, kemudian berbelok ke kanan hingga mengikuti radial 200 HLM VOR, dan terus naik sampai di ketinggian 10.000 kaki.
Empat menit berselang, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach dan menginformasi bahwa pesawat telah berada pada radial 200 HLM dan telah mencapai ketinggian 10.000 kaki.
Berselang dua menit, pilot kembali melakukan komunikasi dan meminta izin untuk turun ke ketinggin 6.000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan. Izin tersebut diberikan oleh petugas Jakarta Approach.
Tujuannya, agar pesawat tak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Bandara Halim menggunakan landasan 06.
Baca juga: Spesifikasi Jet Tempur F-15EX yang Akan Dibeli Indonesia
Menabrak tebing Gunung Salak
Berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR), pada pukul 14.32 lewat 26 detik WIB, pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 NM HLM VOR dengan ketinggian 6.000 kaki di atas permukaan laut.
38 detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) meberikaan peringatan berupa suara yang berbunyi "Terrain ahead, pull up" dan diikuti oleh enam kali "Avoid terrain".
Akan tetapi, Pilot in Command (PIC) mematikan TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan itu diakibatkan oleh database yang bermasalah.
Tujuh detik menjelang tabrakan, terdengar peringatan berupa suara "Landing gear not down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat.
Peringatan "Landing gear not down" akan aktif bila pesawat berada di ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.
Baca juga: Melihat Spesifikasi Helikopter Super Puma NAS-332 C1+ dari PT DI untuk TNI AU
Saat kejadian itu, pesawat berada di sekitar Gunung Salak yang memiliki ketinggian sekitar 2.000 meter dari permukaan laut.
Pada pukul 14.50 WIB, petugas Jakarta Approach menyadari bahwa pesawat SSJ 100 telah hilang dari layar radar.
Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.
Satu hari kemudian, pada 10 Mei 2012, Basarnar berhasil menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur.
Baca juga: Seperti Ini Spesifikasi Jet Tempur Eurofighter Typhoon Incaran Menhan Prabowo...
Tiga kesalahan fatal pilot
Berdasarkan data investigasi KNKT, terdapat setidaknya tiga kesalahan fatal pilot SSJ 100 yang membawa 45 penumpang tersebut.
Pertama, peta pada pesawat SSJ 100 tidak memuat informasi mengenai area yang dilintasi (Bogor), yang tak lain merupakan sebuah wilayah imajiner yang melintang sepanjang 50 kilometer dari Tangerang hingga Cikeas, dengan lebar sekitar 20 kilometer.
Letaknya 20 nautical mile atau 37 kilometer dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Kondisi pilot yang tak menguasai medan dan kontur pegunungan Salak semakin diperparah dengan kondisi langit yang pada saat kejadian sangat tebal sehingga mempersempit jarak pandang.
Kedua, dalam penerbangan tersebut, Pilot In Command (PIC) Aleksandr Yablontsev bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat dan Second In Command (SIC) bertugas sebagai pilot monitoring.
Baca juga: Menilik Spesifikasi dan Kecanggihan Airbus A330-900 Neo, Pesawat Garuda yang Bermasker
Saat itu, di kokpit ada seorang wakil dari calon pembeli yang menempati tempat duduk observer (jump seat).
Hadirnya wakil dari calon pembeli inilah yang diduga kuat membuat hilangnya konsentrasi pilot dalam mengemudikan pesawat nahas itu.
Pasalnya, berdasarkan rekaman di menit-menit akhir, Yablonstev banyak melakukan komunikasi di luar konteks penerbangannya.
Diduga kuat, ia tengah mempromosikan kehebatan SSJ 100 kepada wakil calon pembeli beberapa saat sebelum menabrak tebing Gunung Salak.
Ketiga, adalah data penerbangan yang dibawa ke dalam pesawat. Hal ini membuat proses evakuasi menjadi tersendat dan keluarnya data korban yang simpang siur.
Baca juga: Mengintip Spesifikasi Maung Pindad Versi Sipil yang Akan Dijual Mulai Rp 600 Jutaan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.