Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Menangkal Orangtua yang Gemar Bagi Hoaks di Grup WA Keluarga

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Antonio Salaverry
Ilustrasi Whatsapp
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Hampir semua pengguna smartphone menginstal aplikasi WhatsApp di ponsel mereka. 

Tampilannya yang sederhana dan mudah diakses, ditambah proses pembuatan akun yang praktis membuat WhatsApp menjadi pilihan utama pengguna smartphone.

Namun di sisi lain, di balik kemudahan itu juga mudah pula informasi palsu, berita bohong atau hoaks menyebar di WhatsApp.

Seperti di grup-grup WhatsApp, seperti grup WA keluarga. Bahkan yang membagikannya adalah orangtua kita. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Muncul Notifikasi Kebijakan Privasi Baru WhatsApp, Terima atau Tolak?

Literasi digital untuk tangkal hoaks

Keberadaan fitur forward chat di WhatsApp salah satunya membuat peredaran hoaks semakin masif. Sebab, hoaks bisa dibagikan dengan mudah kepada banyak orang.

Oleh karena itu, pengguna WhatsApp perlu memeriksa ulang informasi yang diterima, untuk memastikan bahwa informasi tersebut sudah terverifikasi kebenarannya dan sesuai fakta.

Kendati demikian, tidak semua orang mampu melakukan pemeriksaan fakta, terutama pengguna WhatsApp generasi tua, yang tidak terlalu akrab dengan literasi digital.

Dosen Komunikasi Unika Atma Jaya Jakarta Andina Dwifatma, melalui akun Twitternya @andinadwifatma, Jumat (7/5/2021) membagikan pengalamannya memberikan edukasi literasi digital kepada ayahnya.

Unggahan Andina itu kemudian menarik perhatian warganet. Banyak warganet yang kemudian mengungkapkan pengalaman mengedukasi orang tua mereka tentang literasi digital agar tidak terjebak hoaks.

Orang tua rentan terpapar hoaks

Andina mengatakan, orang tua pengguna WhatsApp cenderung lebih rentan terpapar hoaks ketimbang pengguna yang berusia lebih muda.

Kecenderungan itu dia ketahui setelah membuat penelitian mengenai Generasi Z.

Untuk diketahui, Generasi Z adalah kelompok penduduk yang lahir pada tahun 1997-2012.

"Generasi Z itu cenderung lebih aware sama hoaks, sama segala macem. Karena bagi mereka internet itu adalah bagian dari kehidupan. Sejak mereka lahir, mereka langsung kenal internet. Jadi enggak kaget," kata Andina saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/5/2021).

Menurut Andina, dengan logika yang sama, orang tua kemungkinan lebih mudah menyebarkan hoaks.

"Bahkan enggak peduli apa profesi dan tingkat pendidikan. Mereka menyebarkan hoaks, kadang karena ingin jadi yang pertama tahu di grupnya," ujar Andina.

"Kalau dugaan saya sih memang orang-orang tua ini kaget gitu ya. Karena kemudahan menyebarkan informasi lewat WhatsApp ini tidak pernah mereka alami sebelumnya," katanya melanjutkan.

Baca juga: 7 Fitur Bermanfaat WhatsApp yang Mungkin Belum Anda Tahu

Mengedukasi orang tua tentang hoaks

Andina mengatakan, saat ini sudah banyak inisiatif literasi digital yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkal hoaks.

"Misalnya kalau di kalangan dosen-dosen itu ada yang namanya Japelidil, jaringan pegiat literasi digital. Isinya dosen-dosen praktisi komunikasi yang peduli sama isu-isu literasi digital dan sering mengeluarkan modul, pamflet. Itu bisa kita pakai modul dan pamfletnya," kata Andina.

"Kemudian juga banyak media yang sudah terlibat inisiatif cek fakta, itu juga bisa kita manfaatkan. Saya sendiri selalu pakai itu ya. Media-media yang sudah ditunjuk sebagai pemeriksa fakta itu link-nya saya bagikan ke orang tua saya, setiap kali mereka nanya," ujar dia.

Menurut Andina, memberikan edukasi literasi digital kepada orang tua adalah sesuatu yang susah-susah gampang.

Dia mengaku beruntung karena dibesarkan dalam kultur keluarga yang demokratis. Sehingga orangtuanya tidak segan bertanya atau berdiskusi dengannya.

"Tapi kan enggak semua orang tua seperti itu. Jadi untuk memberikan edukasi kepada orang tua, yang pertama kita harus nemu dulu tone-nya, yang masuk untuk orang tua kita," kata Andina.

Tidak jarang, orang tua menolak diberi tahu oleh anaknya, karena mereka merasa lebih tua dan lebih tahu. Menurut Andina, anak perlu menemukan terlebih dulu nada dasar yang tepat agar orang tua bisa nyaman dan menerima masukan.

Baca juga: Hati-hati WhatsApp Pink, Aplikasi Palsu Pembobol Data, Ini Cara Menghindarinya

 

Ajari orang tua menggunakan browser

"Yang kedua, kita ajarin orang tua kita itu pakai browser. Karena percaya atau enggak, enggak semua orang tua itu menggunakan browser di smartphone mereka," kata Andina.

Dari pengalamannya, Andina mengatakan, kebanyakan orang tua menganggap bahwa smartphone hanya berfungsi untuk berkomunikasi lewat WhatsApp dan juga mengakses media sosial Facebook.

"Mereka bahkan mungkin enggak aware dengan yang namanya browser di situ. Jadi cara kedua setelah ketemu tone-nya tadi, kita ajarin orang tua kita cara pakai browser-nya," ujar Andina.

"Kita tunjukin searching itu dengan keyword apa. Kalau itu udah beres, kita bawa mereka untuk masuk ke situs-situs kayak Mafindo, kayak Cek Fakta, sehingga mereka bisa menjadi hoax buster di grup WhatsApp masing-masing," imbuhnya.

Andina mengungkapkan, cara edukasi literasi digital seperti itu sudah berhasil dia lakukan kepada ibunya. Dia mengaku, kini ibunya sudah bisa memverifikasi informasi yang diterima, dan bahkan menjadi hoax buster di grup yang diikuti.

Baca juga: Nasib Akun WhatsApp Tinggal 7 Hari Lagi, Apa yang Harus Dilakukan?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 4 Poin Kebijakan Baru Whatsapp

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi