Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Dua Kali Perayaan Idul Fitri di Tengah Pandemi Covid-19...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Perbandingan suasana Idul Fitri tahun 2019 dengan tahun 2020 yang sepi aktivitas di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Denpasar, Bali, Minggu (24/5/2020). Shalat Idul Fitri 1441 H di ruang publik di Bali untuk tahun ini ditiadakan dan umat Islam melakukannya di rumah masing-masing dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym/foc.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Dua kali sudah perayaan Hari Raya Idul Fitri dirayakan umat Islam di tengah pandemi Covid-19.

Momen Idul Fitri atau Lebaran biasanya dimanfaatkan untuk saling memaafkan dan berkumpul dengan keluarga.

Akan tetapi, di tengah pandemi virus corona yang melanda dunia, memaksa semua orang untuk tetap di rumah, meminimalisir pertemuan dan mobilitas, sehingga tak bisa merayakan Lebaran seperti dalam kondisi normal.

Bahkan, pemerintah telah melarang masyarakat melakukan perjalanan mudik.

Baca juga: Ketentuan Lengkap Shalat Idul Fitri dari Kemenag

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua PBNU bidang Pendidikan sekaligus Ketua Program Doktor Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Hanief Saha Ghafur, memberikan refleksinya terhadap Lebaran di tengah pandemi.

Menurut dia, pandemi Covid-19 bisa jadi merupakan cara untuk mengingatkan umat Islam agar memperkuat spiritualitas ruh atau penghayatan pribadi.

"Itu bukan di ranah publik, tapi ranah privat yang sifatnya memperdalam spiritualitas," kata Hanief kepada Kompas.com, Sabtu (7/5/2021).

"Di tengah pandemi ini, seharusnya itulah yang dipertajam, yaitu beribadah dengan spiritualitas yang tinggi," lanjut dia.

Dalam Islam, beribadah memiliki tiga tingkatan atau kategori.

Pertama, orang yang beribadah tapi hanya bentuk raganya atau disebut dengan at-ta'abbud jasmani, misalnya shalat dan puasa.

Baca juga: Kapan Lebaran? Ini Jadwal Sidang Isbat Penentuan Idul Fitri 2021

Kedua, beribadah jiwanya, kesadarannya, dan pikirannya atau yang disebut dengan at-ta'abbud nafsani.

Ketiga atau yang paling tinggi adalah beribadah dengan spiritualitas ruh atau at-ta'abbud bit tahannusir ruh.

"Seharusnya dengan pandemi, ibadah kita ya seperti itu, karena di ranah publik itu harus dihindari dan dibatasi," kata Hanief.

Hanief menjelaskan, puasa, shalat, tadarrus hanyalah bagian permukaan.

Bagi seseorang yang telah mencapai tingkat spiritualis, ibadah-ibadah itu mampu mempertajam kesadarannya dan memiliki daya perintah untuk terus berbuat baik.

Ia menyebutkan, betapa banyak orang yang menjalankan ibadah tapi memiliki perilaku yang kurang baik, korupsi, dan lain-lain.

"Banyak orang rajin shalat tapi tetap korupsi, berperilaku tidak terpuji, itu artinya shalat yang tidak punya daya perintah yang baik," ujar Hanief.

"Jadi ibadah itu phisically bisa kita lihat, tapi apakah itu bisa mencegah perilaku jahat? Kalau tidak ada daya perintah, maka ritual hanya permukaan saja (ta'abbud jasmani)," lanjut dia.

Baca juga: 4 Negara yang Terapkan Jam Malam Selama Libur Hari Raya Idul Fitri

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 2021

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi