KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan RI menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca batch (kumpulan produksi) CTMAV547.
Penghentian itu dilakukan untuk pengujian toksisitas dan sterilitas oleh BPOM.
Kemenkes menyebut, tindakan ini adalah bentuk upaya kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin buatan perusahaan farmasi Inggris itu.
Baca juga: Alasan Penghentian Sementara Vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547
448.480 dosis
Dikutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id, tidak semua batch vaksin AstraZeneca dihentikan distribusi dan penggunaannya.
Namun hanya batch CTMAV547 yang dihentikan sementara sambil menunggu hasil investigasi dan pengujian dari BPOM yang kemungkinan memerlukan waktu satu hingga dua minggu.
Batch CTMAV547 saat ini berjumlah 448.480 dosis dan merupakan bagian dari 3.852.000 dosis AstraZeneca yang diterima Indonesia pada tanggal 26 April 2021 melalui skema Covax Facility/WHO.
Batch ini sudah didistribusikan untuk TNI dan sebagian ke DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.
“Ini adalah bentuk kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin ini. Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tenang dan tidak termakan oleh hoaks yang beredar. Masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi dari sumber terpercaya,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi.
KIPI AztraZeneca
Terkait dengan laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serius yang diduga berkaitan dengan AstraZeneca Batch CTMAV547, Komnas KIPI telah merekomendasikan BPOM untuk melakukan uji sterilitas dan toksisitas terhadap kelompok tersebut.
Dikarenakan tidak cukup data untuk menegakkan diagnosis penyebab dan klasifikasi dari KIPI yang dimaksud.
Data Komnas KIPI menyebutkan, belum pernah ada kejadian orang yang meninggal dunia akibat vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Distribusi dan Penggunaan Vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547 Dihentikan Sementara
Efek samping setelah divaksin
Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof DR Dr Hindra Irawan Satari, SpA(K), MTropPaed mengatakan, apabila seseorang mengalami efek samping yang parah setelah vaksinasi, sebaiknya langsung dirujuk ke dokter.
"Segera beribat ke dokter," ujar Hindra atau dikenal sebagai Hinky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/5/2021).
Meski muncul demam tinggi, namun pihaknya menyebut bukan berarti itu gejala awal infeksi Covid-19.
Hinky mengatakan, jika ada gejala yang menyerupai Covid-19, nantinya pasien itu harus diperiksa atau diuji dengan tes Covid-19.
"Bila ada gejala ke arah Covid-19, tentu saja harus diperiksa, namun saat ini demam berdarah sedang mewabah jadi perlu juga diperiksa," ujar Hinky.
Ia menyampaikan, proses vaksinasi memang bisa muncul efek samping. Tetapi, efek samping itu hanya berlangsung selama 1-2 hari.
"Biasanya efek samping dari vaksinasi ini muncul 1-2 hari dan menghilang tanpa/dengan pengobatan," lanjut dia.
Efek samping vaksin AstraZeneca
Dilansir dari Medical News Today, (12/4/2021), efek samping yang paling umum terjadi dari skala ringan sampai sedang dari vaksinasi AstraZeneca yakni:
- Sakit kepala (52,6 persen)
- Kelelahan (53,1 persen)
- Nyeri otot atau sendi (44 persen atau 26,4 persen)
- Demam (33,6 persen)
- Menggigil (31,9 persen)
- Mual (21,9 persen)
Adapun persentase tersebut didasarkan pada laporan dari empat uji klinis dengan total 23.745 suara.
Seseorang juga sering melaporkan rasa sakit dan iritasi di tempat suntikan vaksin. Selain itu, reaksi alergi terhadap bahan tertentu dalam vaksin juga dapat terjadi.
Gejala reaksi alergi mungkin termasuk gatal-gatal, ruam, bengkak, dan gejala pernapasan.