Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Kerusuhan Jakarta Pasca-pengumuman Hasil Pemilu 2019

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Sejumlah massa Aksi 22 Mei terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Aksi unjuk rasa itu dilakukan menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari ini dua tahun lalu, tepatnya 22 Mei 2019, kerusuhan terjadi di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat.

Kejadian ini adalah implikasi dari kalangan yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019 yang memenangkan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Melansir Harian Kompas, 15 Juni 2019, kerusuhan terjadi selama dua hari yaitu 21-22 Mei.

Kerusuhan itu terjadi di sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga ke Markas Brimob Petamburan dan kawasan Slipi, Jakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unjuk rasa penolakan hasil Pemilu 2019 yang berlangsung damai menjadi rusuh setelah sebagian besar pengunjuk rasa pulang dan datang kelompok warga lain.

Sebanyak 9 orang tewas karena karena kerusuhan itu. Dari sembilan korban tewas itu, sebagian di antaranya ditembak.

Padahal, saat pengamanan, Polri menegaskan tidak ada personel yang dibekali peluru tajam.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 21 Mei 1998 Soeharto Lengser Setelah 32 Tahun Menjabat Presiden RI

Kronologi kejadian

Mengutip Harian Kompas, 23 Mei 2019, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, bentrokan bermula dari munculnya kelompok massa tak dikenal di seputar Gedung Bawaslu, Selasa (21 Mei 2019) sekitar pukul 23.00.

Mereka memaksa masuk Gedung Bawaslu dengan merusak pagar kawat duri yang dipasang polisi.

Polisi yang berjaga di Bawaslu berulang kali mengimbau massa untuk membubarkan diri. Imbauan ini diabaikan.

Polisi menghalau massa dari depan Bawaslu. Massa diurai ke arah Tanah Abang dan Sarinah. Kemudian, polisi bersiaga di seputar Bawaslu, tepatnya di perempatan Jalan MH Thamrin.

Massa yang telah diurai tak membubarkan diri. Mereka justru meneriaki polisi dan tetap bertahan di samping Bawaslu, tepatnya di Jalan Wahid Hasyim ke arah Tanah Abang.

Komandan lapangan terus melakukan persuasi massa agar bubar karena dinilai telah mengganggu ketertiban umum. Namun, massa tak peduli dengan imbauan ini.

Polisi lantas memukul mundur massa. Sebagian bergerak ke Jalan KS Tubun. Sekitar pukul 02.00, bentrokan pun pecah di Jalan KS Tubun.

Sebelas mobil hangus terbakar di Asrama Brimob, Slipi. Hingga matahari terbit, Polri dibantu TNI masih berjibaku mengendalikan massa.

Jalan KS Tubun pukul 07.00 penuh batu dan pecahan kaca. Puluhan mobil yang diparkir di sepanjang jalan rusak berat. Gerobak-gerobak milik pedagang kaki lima di tepi jalan tak luput dari amukan massa.

Berjarak 1 kilometer dari Asrama Brimob, kelompok orang bertahan di persimpangan jalan, dekat Museum Tekstil. Seakan tak menghiraukan gas air mata dari polisi, mereka terus melempar batu, bom molotov, dan petasan ke polisi.

Untuk menghalau massa, polisi menembakkan gas air mata dan menangkap sejumlah pelaku yang terlibat bentrokan. Mereka yang dibekuk rata-rata masih remaja. Dari mulut mereka, tercium aroma alkohol.

Rabu (22 Mei 2019) malam, Argo menyebutkan, 257 tersangka ditangkap di sejumlah lokasi bentrokan.

”Alat kejahatan yang sudah dipersiapkan berupa busur, kemudian bahan bakar untuk sengaja membakar (obyek yang disasar),” katanya.

Meski sejumlah pelaku terus ditangkap, aksi massa tak surut. Mereka terus melontarkan teriakan bernada provokatif dan cacian kepada polisi. Kesabaran polisi terus diuji.

Menjelang pukul 17.00 atau sekitar 15 jam sejak bentrokan, situasi berangsur pulih. Kendaraan bermotor dibolehkan kembali melintas. Masyarakat yang biasa melintasi jalan itu terbantu. Mereka tak harus memutar jauh untuk beraktivitas.

Rabu malam, massa kembali memadati Jalan Wahid Hasyim. Mereka kembali bentrok dengan aparat keamanan di depan Gedung Bawaslu. Massa membakar ban bekas.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Puluhan Ribu Mahasiswa Menduduki Gedung DPR/MPR

Pelaku kerusuhan ditangkap

Diberitakan Kompas.com, 5 Juli 2019, polisi mengungkap pelaku kerusuhan selepas pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum pada 21-22 Mei 2019 terdiri dari beberapa kelompok.

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto mengatakan, salah satu kelompok itu ialah oknum mengatasnamakan kelompok agama yang datang dari sejumlah daerah.

Suyudi mengatakan, kelompok itu berasal dari sejumlah daerah yakni Serang, Tangerang, Cianjur, Banten, Jakarta, Banyumas, Majalengka, Tasikmalaya, Lampung, dan Aceh.

Suyudi melanjutkan, ada juga kelompok oknum mengatasnamakan organisasi masyarakat dan relawan politik yang juga terlibat dalam kerusuhan tersebut.

"Ada juga oknum organisasi kemasyarakatan ini (inisialnya) GRS, FK, dan GR. Kemudian ada juga oknum relawan," ujar Suyudi.

Diberitakan Kompas.com, 17 September 2019, 10 terdakwa yang terlibat dalam kerusuhan 22 Mei 2019 di sekitar Asrama Brimob Petamburan, Jakarta Barat divonis empat bulan penjara.

Kesepuluh terdakwa yakni Hartono (43), Abdul Rohim (34), Arifin (29), Indra Gunawan (24), Achmad Ismail (25), Wahyu (29), Herman (22), Aksan (18), Febby (23), dan Nurdin (23).

Dalam sidang putusan, Ketua Majelis Hakim Rita Elsy mengatakan mereka terbukti melanggar Pasal 218 Junto Pasal 55 ayat (1) KUHP Junto Pasal 53 ayat (1) KUHP sebab tidak menggubris imbauan aparat yang bertugas, untuk membubarkan diri saat kerusuhan terjadi di kawasan tersebut.

Akan tetapi aktor dari kerusuhan itu belum terungkap. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mendesak aparat penegak hukum untuk menemukan aktor peristiwa kerusuhan itu.

"Komnas HAM terus mendesak supaya aktor peristiwa tersebut ditemukan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Taufan dikutip Kompas.com, 5 Oktober 2020.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, kata Taufan, dalam peristiwa tersebut ada 10 orang yang meninggal dunia.

Sembilan di antaranya meninggal karena terkena peluru tajam. Kemudian ratusan orang luka-luka terdiri dari pendemo, jurnalis, tim medis, aparat kepolisian dan warga biasa.

Komnas HAM juga menemukan, 4 dari 10 korban meninggal tersebut merupakan anak-anak. Selain itu, ada juga dugaan kekerasan yang dilakukan polisi dalam menangani aksi massa.

(Sumber: Kompas.com/Sania Mashabi, Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar, Ardito Ramadhan | Editor: Diamanty Meiliana, Sabrina Asril, Bayu Galih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi