KOMPAS.com - Kuburan tak melulu identik dengan makhluk hidup. Di dunia ini, ada sejumlah tempat yang dijadikan peristirahatan terakhir barang-barang tak terpakai, seperti kapal dan mobil.
Namun, pernakah Anda berpikir di manakah letak kuburan roket dan sampah antariksa?
Mayoritas sampah antariksa mendarat di suatu tempat di lautan.
Biasanya, perancang misi akan menargetkan wilayah tertentu, seperti Area Tak Berpenghuni Samudera Pasifik Selatan (SPOUA), dekat Point Nemo.
Baca juga: Saingan Sedikit, Ini 10 Formasi CPNS dan 5 Instansi yang Sepi Peminat
Point Nemo
Point Nemo merupakan salah satu zona yang paling terpencil dan sulit diakses di Bumi. Zona ini menjadi titik terjauh dari daratan ke segala arah di planet ini.
Dalam laporannya pada 2018, Badan Antariksa Eropa menuliskan lebih dari 260 pesawat ruang angkasa telah jatuh di Point Nemo sejak 1971 dan jumlahnya meningkat setiap tahunnya.
Tak heran, jika Point Nemo dikenal sebagai "kuburan pesawat ruang angkasa", seperti dikutip dari DW.
Baca juga: Mengenal Point Nemo yang Nyaris Jadi Peristirahatan Akhir Tiangong-1
Namun, Point Nemo bukanlah satu-satunya wilayah lautan tempat jatuhnya pesawat ruang angkasa.
Ketika SpaceX meluncurkan roket Falcon 9 untuk mengirim satelit Starlink kecil, ia mendaratkan tahap roketnya ke barat daya Australia, di perbatasan antara Samudera Hindia dan Samudera Selatan.
"Beberapa dari yang Rusia tenggelam di Samudera Hindia, dan beberapa turun di Atlantik Utara, misalnya di Teluk Baffin," jelas dia.
Biasanya, lokasi jatuhnya roket tergantung tempat dan cara peluncurannya.
Meski demikian, ada beberapa hal yang bisa menjadi bahaya, terutama ketika roket diluncurkan di darat, bukan pantai.
Sejumlah booster jatuh di dekat daerah berpenduduk di China dan di lokasi uji coba di Kazakhstan. Kedua kasus tersebut melepaskan awan oranye beracum yang disebut BFRC.
Baca juga: Roket China Jatuh Tanpa Kendali, Bisa Jatuh Besok di Wilayah Berpenghuni
Ancaman bagi kehidupan laut?
McDowell mengatakan, ada perbuhan tren di industri. Mereka kini ingin meninggalkan lebih sedikit puing-puing di luar angkasa karena takut akan meningkatkan kemacetan dan mengganggu sistem komunikasi, serta eksplorasi ruang angkasa.
Artinya, akan lebih banyak sampah yang harus turun ke Bumi. Bahkan, ada pembicaraan untuk menonaktifkan Stasiun Luar Angkasa Internasional pada tahun 2028 dan menjatuhkannya di tempat peristirahatan terakhir di Pasifik Selatan.
Meskipun ada pernyataan bahwa sampah antariksa menjadi bagus untuk habitat alami kehidupan laut, tapi dampaknya sebagian besar tidak diketahui.
Saat sampah jatuh di Teluk Baffin, titik es di Greenland, ancaman terhadap anjing laut lokal, paus, dan beruang masih belum diteliti.
Di Pasifik Selatan, para ilmuwan telah menemukan dan menghidupkan kembali kehidupan mikroba berusia 100 juta tahun.
Kehidupan mikroba itu mungkin tidak berarti banyak bagi kehidupan kita sehari-hari, tetapi mikroba di lingkungan yang ekstrim, seperti ventilasi hidrotermal benar-benar menopang kehidupan lain.
Bahkan mungkin telah berperan dalam asal mula kehidupan manusia sendiri.
Baca juga: Beredar Informasi Kuota Haji 2021, Ini Kata Dubes RI dan Kemenag
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.