Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang 15 Tahun Gempa Jogja 27 Mei 2006

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/AMIR SODIKIN
Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Hari ini 15 tahun lalu, tepatnya 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah pada pukul 05.53 WIB.

Tercatat, intensitas gempa tersebut sekitar VII MMI yang dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi rumah maupun bangunan.

Akibat gempa itu, lebih dari 5.800 orang meninggal dunia dan 20.000 orang mengalami luka-luka.

Harian Kompas, 28 Mei 2006, menggambarkan, korban meninggal dunia pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh, sementara korban luka-luka juga banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kerusuhan Jakarta Pasca-pengumuman Hasil Pemilu 2019

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebab, kepanikan itu muncul karena ada isu tsunami sehingga membuat lalu lintas jalan raya menjadi kacau, dan menyebabkan kecelakaan yang membuat warga terluka.

Semua rumah sakit pemerintah dan swasta juga penuh dengan korban gempa, baik luka ringan, parah, maupun meninggal.

Rumah sakit itu umumnya tak sanggup lagi menampung korban sehingga pasien dirawat di halaman.

Korban tewas banyak yang langsung dimakamkan keluarganya dengan sederhana karena banyak masyarakat yang tak lagi berada di rumah mereka.

Cerita korban

Seorang warga bernama Sumarno (36), harus rela kehilangan istri dan kedua anaknya saat gempa Jogja 2006.

Saat gempa mengguncang, ia dan istrinya baru 10 menit tiba di Pasar Gempol, Kecamatan Wedi, dan sedang membongkar dagangan makanan ringannya untuk ditata di lapak kaki lima.

"Saya di dekat gerobak mengeluarkan makanan, lalu saya oper ke istri saya untuk ditata," kata dia.

Saat itu, istrinya bekerja sambil menggendong anak bungsunya, Dafa. Sementara, satu anaknya yang lain berada di dekat ibunya.

Sumarno sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk bangun dan lari saja ia tidak mampu karena goncangan gempa yang kencang.

"Saat itu saya berpikir mungkin akan mati. Sayup-sayup sempat terdengar istri saya memanggil, Pak, Pak, tetapi saya tidak bisa apa-apa. Mau lari jatuh, mau lari jatuh," jelas dia.

"Saya sempat kembali dan tertimpa genteng. Tetapi, karena saya tertimpa rangka, saya terhalang tertimpa bangunan langsung," ujar Sumarno.

Seluruh orang di pasar panik sehingga Sumarno tidak bisa cepat mendapat pertolongan.

Sementara itu, warga bernama Sri Harmi harus menerima kenyataan bahwa calon suaminya, Suparno, meninggal dunia tertimpa bangunan.

Sedianya, akad dan resepsi akan dilangsungkan keesokan hari, 28 Mei 2006.

Saat musibah terjadi, tetangga sedang sibuk gotong royong menata tempat resepsi. Tiba-tiba tanah bergetar kuat disertai suara gemuruh. Rumah Sri Wahyuni rusak parah.

"Seharusnya akad nikah berlangsung hari Minggu pukul 09.30. Semua peralatan siap, tinggal dipakai. Makanan untuk 400 tamu sudah siap, seperti kacang mete, roti lapis, sop, nasi dan lauk, serta es buah," kata Suroso, kakak Sri Harmi.

Karena tak jadi dihidangkan, makanan tersebut akhirnya dibagikan ke tetangga yang menjadi korban gempa bumi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kelahiran Edward Jenner, Bapak Imunologi Penemu Vaksin Pertama di Dunia

Merusak Candi Prambanan

Gempa tersebut juga mengakibatkan Kompleks Candi Prambanan rusak berat.

Dari tiga candi utama di kompleks percandian itu, Candi Brahma mengalami kerusakan paling berat. Sebagian besar batu, ornamen, dan relief candi yang di dalamnya terdapat patung Dewa Brahma itu runtuh.

Bagian dalam Candi Brahma runtuh dan batu candi maupun ornamen meutup pintu masuk bangunan itu.

Kerusakan juga terlihat pada sebagian Candi Perwara, Candi Apit, dan Candi Angsa yang terletak di depan Candi Brahma. Selain batu candi yang berserakan, di tanah sekitar candi juga tampak rekahan meskipun tidak terlalu dalam.

Bangunan batu yang menjadi pintu gerbang masuk ke kompleks percandian itu juga runtuh sehingga tak bisa digunakan lagi.

"Anda melihat sendiri kondisinya, Candi Brahma rusak berat. Butuh waktu lama untuk menata dan memperbaiki kembali candi itu," kata Direktur Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Budaya dan Pariwisata kala itu, Suroso.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Puluhan Ribu Mahasiswa Menduduki Gedung DPR/MPR

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi