Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta tentang Susu, Bukan Satu-satunya Sumber Kalsium

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi susu segar
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sejak 2001, setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai World Milk Day atau Hari Susu Sedunia. 

Susu sapi memang menjadi salah satu minuman yang kerap dikonsumsi masyarakat dunia.

Olahan susu seperti keju dan mentega pun kerap menjadi bahan utama beragam makanan.

Dikutip dari BBC (29/2/2019), sekitar 10.000 tahun yang lalu, masih banyak manusia yang tidak mengenal apa itu susu dan orang yang mengonsumsinya masih jarang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hari Susu Sedunia 2020, Sejak Kapan Manusia Mulai Minum Susu?

Masyarakat pertama peminum susu

Berawal dari para penggembala, diduga orang-orang pertama yang minum susu secara teratur adalah petani dan penggembala di Eropa Barat.

Tradisi menggembala dan hidup berdampingan dengan hewan ternak membuat orang dari Eropa Barat memanfaatkan susu sapi sebagai bahan pangan.

Hingga saat ini susu menjadi sajian yang rutin dikonsumsi oleh masyarakat di kawasan Eropa Utara, Amerika Utara, dan negara lainnya.

Berikut ini fakta-fakta lain mengenai susu yang mungkin belum banyak orang tahu. 

Kandungan gizinya

Ahli gizi komunitas, dr. Tan Shot Yen mengatakan, susu, dalam hal ini susu sapi menurut penjelasan Tan mengandung kalsium sebanyak 143 miligram/100gram.

Selain itu, kalsium dari protein hewani diketahui juga jauh lebih mudah diserap tubuh dari protein nabati. 

Sehingga mengkonsumsi susu memiliki manfaat praktis untuk mendapatkan gizi kalsium, jika dibandingkan dengan jenis makanan lainnya. 

Meskipun demikian, Tan mengatakan, susu bukan satu-satunya sumber kalsium yang didapatkan dari makanan. 

Apabila tidak dapat mengkonsumi susu, menurut dia masih banyak jenis makanan lain yang menawarkan kandungan kalsium serupa, bahkan jauh lebih tinggi.

Misalnya ikan teri (972mg/100gr), tempe (517mg/100gr), kacang tolo (481mg/100gr), kacang tanah (316mg/100gr), dan lain-lain.

"Semua yang disebut ada dalam susu justru lebih banyak ada di makanan sehari-hari. Masalahnya kan di edukasi ya?" sebut dia.

Ia mengatakan masyarakat dapat memilih jenis makanan yang akan konsumsi untuk mendapatkan kandungan kalsium.

Baca juga: Hari Susu Sedunia 2020, Apa Bedanya Susu UHT dengan Susu Pasteurisasi?

 

Efek minum susu masyarat Indonesia

Sementara itu, Tan juga mengatakan, jika dilihat dari tingkat intoleransi terhadap laktosa, masyarakat Indonesia termasuk pada kelompok yang memiliki angka intoleransi tinggi.

Menurut dia, secara umum sistem pencernaan masyarakat Indonesia sensitif terhadap protein yang ada di dalam susu.

"Mencret, kembung, tidak bisa mentolerir laktosa," sebut Tan.

Tak hanya Indonesia, sebagian besar masyarakat di kawasan Asia Tenggara, Afrika Selatan, dan Amerika Selatan juga memiliki kondisi yang sama.

Berdasarkan data yang dimiliki ditampilkan Britannica, tingkat intoleransi laktosa masyarakat Indonesia ada di angka 80-100 persen.

Baca juga: Setelah Jamur Hitam dan Putih, Muncul Jamur Aspergillosis di India, Apa Itu?

Banyaknya varian susu 

Saat ini olahan susu banyak diproduksi dalam berbagai bentuk, rasa, kegunaan, yang kemudian dijual di pasaran untuk dipilih oleh masyarakat.

Namun menurut Tan, masyarakat tidak diharuskan mengonsumsi semua jenis susu itu dalam setiap tahapan. 

Seperti mulai dari susu formula, susu pertumbuhan baduta, susu usia sekolah, remaja, susu persiapan hamil, susu masa kehamilan, susu ibu menyusui, hingga susu usia lanjut. 

"Enggak (perlu). Cek saja, di negara yang justru dari mana susu berasal sebagai minuman budaya, ada enggak aneka susu dipolitisasi begitu? Tidak," jelas Tan.

Menurutnya, masyarakat perlu juga memahami aturan dan kebutuhannya masing-masing. 

 

Angka konsumi susu nasional rendah

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2021 yang disajikan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia ada di angka 19,27 kg/kapita/tahun.

Jumlah ini hanya naik 0,03 dari tahun sebelumnya, bahkan turun 0,02 dari tahun 2017.

Melihat angka-angka tersebut yang terbilang masih rendah dan memiliki kecenderungan naik-turun, Tan menyebut hal itu bisa diimbangi dengan konsumsi pangan lain yang juga memiliki gizi tinggi. 

Sehingga kebutuhan gizi masyarakat bisa tetap terjaga, meskipun tidak mengkonsumsi susu. 

"Enggak (perlu khawatir), asal tingkat konsumsi pangan seperti konsumsi ikan, sayur, dan buah naik," jelas dia.

Baca juga: CPNS 2021: Ini 10 Tanya-Jawab Seputar Pendaftaran PPPK Guru 2021

(Sumber: Kompas.com/Yana Gabriella Wijaya | Editor: Yuharrani Aisyah) 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi