KOMPAS.com - Warganet dihebohkan dengan sayembara berhadiah Rp 15 juta yang diadakan influencer, Rachel Vennya, untuk mencari identitas seseorang.
Orang tersebut diduga telah melontarkan hinaan dan ujaran kebencian terhadap Rachel Vennya.
Merasa tersinggung, Rachel mengunggah isi pesan pribadi di Instagram dengan orang itu.
Karena unggahan itu viral, orang tersebut langsung meminta maaf. Namun, Rachel menawarkan kepada followers-nya untuk mencari identitas orang yang ia targetkan.
Yang berhasil mendapat data pribadi paling lengkap, maka akan diberi imbalan Rp 15 juta.
Setelah mendapatkan beragam tanggapan, Rachel menyatakan telah menutup sayembara untuk mencari identitas orang tersebut.
Baca juga: Ramai soal Kasus Eiger dan Mengenal Apa Itu Doxing...
Bolehkah hal ini dilakukan?
Mengarah pada doxing
Kepala Divisi Keamanan Digital SAFEnet, Abul Hasan Banimal berpendapat, apa yang dilakukan Rachel Vennya belum bisa disebut sebagai doxing, tetapi memang mengarah ke sana.
Mengarah pada doxing karena sejauh ini Rachel belum benar-benar menyebarkan identitas pribadi orang yang dimaksud ke publik.
"Jadi doxing itu sendiri kan data pribadi orang lain, yang kemudian dia sebarkan. Dia (Rachel Vennya), sepanjang sepengetahuan saya, belum membuka data pribadi targetnya," ujar Banimal, kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (31/5/2021).
Doxing sendiri merupakan akronim dari dropping documents, yang artinya tindakan peretas dalam mengumpulkan informasi pribadi. Istilah ini populer sekitar satu dekade lalu.
Informasi yang dimaksud bisa berupa alamat, nomor identitas, dan data pribadi penting lainnya.
Baca juga: AJI Jakarta Desak Kepolisian Usut Doxing terhadap Jurnalis
Bahaya doxing
Bahkan, pada 2020, jumlah kasus doxing meningkat dua kali lipat.
Jenis doxing yang paling umum di Indonesia adalah delegitimasi doxing, yaitu serangan doxing dengan membagikan informasi pribadi untuk menghancurkan kredibilitas, reputasi atau karakter korban.
Banimal menilai, tindakan doxing bisa berbahaya dan menakutkan.
Data pribadi target doxing bisa dimanfaatkan siapa saja untuk berbagai macam kejahatan.
"Itu buat saya sih menakutkan ya. Menakutkannya, semisal ada follower yang emosi, penguntit atau yang punya motif lain. Mereka bisa memanfaatkan info itu. Jika (data pribadi) sudah tersebar, mau ditarik enggak bisa, dilarang enggak bisa" ucap Banimal.
Baca juga: Jurnalis Jadi Korban Doxing, Bagaimana Dampak dan Cara Mencegahnya?
Menjaga sikap
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki undang-udang perlindungan data pribadi.
Padahal, menurut Banimal, data pribadi merupakan sesuatu yang berharga di tengah kecanggihan teknologi seperti sekarang ini.
"Hari ini data itu sangat berharga," kata dia.
Pelaku doxing bisa berasal dari siapa saja, selama ia memiliki akses teknologi dan internet.
"Setiap orang yang punya akses teknologi internet, itu punya potensi untuk doxing," ucap Baimal.
Salah satu upaya paling dasar untuk memerangi tindakan doxing, menurut Banimal, dengan menjaga sikap dan kebiasaan.
Sikap yang dimaksud adalah dengan tidak sembarangan memicu konflik. Sementara kebiasaan, berkaitan dengan perilaku kita di media sosial.
"Lebih ke behavior sih. Kalau hobi selfie, taging, pointing lokasi. itu orang akan dengan mudah melacak kita. Tapi paling dasar ya menjaga attitude," jelas Banimal.
Baca juga: Jurnalis Pemeriksa Fakta Jadi Korban Doxing, Liputan6.com Tempuh Jalur Hukum
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.