Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Penayangan Sinetron Zahra Seharusnya Dihentikan, Bukan Ganti Pemain

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/StartupStockPhotos
-
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Sinetron “Suara Hati Istri” yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta tengah mendapatkan sorotan publik.

Hal yang disoroti adalah isu pernikahan anak yang ada dalam alur cerita sinetron itu.

Pemeran Zahra dalam sinetron tersebut masih berusia 15 tahun dan berperan sebagai istri ketiga dari karakter Pak Tirta. 

Adegan-adegan dalam film ini juga menjadi sorotan dan dinilai tak pantas bagi pemeran yang masih berusia belia.

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengaku geram karena tayangan seperti ini masih terus diproduksi dan dipublikasikan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kontroversi Sinetron Zahra Suara Hati Istri: Pemeran Usia 15 Tahun, Isu Perkawinan Anak, dan Eksploitasi Seksual

Andy menilai, dalam sinetron Zahra, terdapat penormalan eksploitasi anak dari keluarga miskin ke dalam perkawinan.

“Romantisasi perkawinan anak (baik terhadap pihak anak maupun laki-laki berusia lanjut untuk menikahi anak),” ujar Andy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/6/2021).

“Padahal kita sungguh-sungguh menghadapi masalah perkawinan anak,” ujar Andy.

Andy mengatakan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga punya peran penting untuk mengawasi jam tayang dengan ketat.

Menurut dia, KPI dapat melakukan pengawasan dan pembinaan yang lebih pro aktif dan upaya penindakan yang lebih serius.

Terkait sinetron "Suara Hati Istri", ia berpendapat, yang dilakukan seharusnya bukan hanya mengganti pemain, tetapi menghentikan penayangannya.

“Misalnya saja, dalam kasus Zahra penghentian tayangan seharusnya dilakukan bukan semata mengganti pemainnya,” kata Andy:

Pihak lain yang menjadi pengiklan seharusnya juga menelaah sinetron yang disponsorinya, sebagai bentuk dukungan agar sinetron menjadi tontonan yang layak bagi masyarakat.

“Pihak swasta seharusnya juga bisa membantu dengan tidak mendukung penayangan yang bermuatan misoginis ini,” ujar dia.

Baca juga: KPAI soal Sinetron Zahra: Ada Potensi Eksploitasi Anak dan Seksual

Berdasarkan data perkawinan anak yang disusun pada Maret lalu, selama pandemi Covid-19 tahun 2020, sebanyak 176 anak per hari memasuki perkawinan, dengan 90 persen di antaranya diperkirakan anak perempuan.

Selama tahun 2020, lanjut Andy, berdasarkan data yang masuk ke Komnas Perempuan, jumlah dispensasi perkawinan anak sebanyak 64.211.

Jumlah tersebut naik drastis dibandingkan tahun sebelumnya, sebanyak 23.126 pada 2019.

Andy mengingatkan, tayangan seperti sinetron atau drama sebagai bentuk hiburan, akan mudah diserap oleh masyarakat, dan dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari.

“Tayangan serupa sinetron atau drama karena bentuknya hiburan sangat mudah masuk ke alam bawah sadar penonton, diserap dan menjadi rujukan penyikapan kesehariannya,” kata Andy.

Menurut dia, orangtua mempunyai peran sangat penting untuk menyaring tontonan, terutama buat anak.

“Namun seringkali orangtua tidak mawas bahwa apa yang mereka tonton juga dikonsumsi anak,” kata Andy.

Baca juga: Ramai Sinetron Zahra Perankan Anak 15 Tahun Jadi Istri Ketiga, Ini Kata KPI

Sebelumnya, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio meminta seluruh pihak lembaga penyiaran tidak mempromosikan pernikahan dini dalam setiap programnya.

KPI, lanjut Agung, telah meminta stasiun televisi Indonesia melakukan evaluasi dan mengganti peran perempuan yang masih berusia 15 tahun.

“Kami meminta kepada pihak Indonesia untuk segera berbenah, yang paling mudah adalah mengganti peran perempuan itu yang secara riil, kan 15 tahun, dan ini kan episodenya masing panjang, kan masih permulaan, jadi masih bisa ya mengubah alur cerita atau bagaimana begitu,” ujar Agung.

Ia mengatakan, KPI akan memanggil pihak stasiun televisi dan production house (PH) dari sinetron ini.

Meski demikian, KPI belum memutuskan sanksi yang dijatuhkan terkait polemik yang muncul.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi