Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bingungologi Tambah Kurang Kali Bagi

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/BRGFX
Ilustrasi anak-anak belajar matematika.
Editor: Heru Margianto

MENAKJUBKAN bagaimana para statistikawan/wati piawai akrobat angka saling ditambah, dikurang, dikali, dibagi demi memenuhi kepentingan memuaskan kebutuhan pelanggan produk statistik.

Setelah cukup babak belur akibat putus asa dalam upaya menjawab pertanyaan tentang kenapa 2+2=4 maka akhirnya kini saya beralih dari hitungan dengan angka 2 ke hitungan dengan angka 1 disertai harapan bahwa masalah dapat dimengerti secara lebih mudah karena 1 terkesan lebih sederhana akibat lebih kecil ketimbang 2.

Mari kita mulai dengan 1+1=2 yang memang apabila saya buktikan dengan meletakkan sebuah duren di sisi sebuah duren maka yang tampak adalah memang dua duren.

Atau sebuah jari telunjuk saya dijejerkan dengan sebuah jari telunjuk saya maka memang yang tampak adalah dua jari telunjuk saya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil yang sama juga saya peroleh apabila saya menggunakan ibu jari atau tiga jari lainnya.

Namun masalah mulai membingungkan pada saat saya mempelajari 1X1=1 yang hasilnya terbukti langsung beda dari 1+1=2.

Sungguh menakjubkan bahwa beda tanda tambah dengan tanda kali ternyata di dalam matematika langsung beda hasil.

Namun ketakjuban itu sama sekali tidak konsisten sebab tidak konsekuen terbukti pada 2+2=4 ternyata tetap sama saja hasinya dengan 2X2=4 sementara 3+3=6 namun 3X3=bukan 6 tapi 9.

Selanjutnya 4+4=8 padahal 4X4=16 dan selanjutnya beda hasil penambahan dan pengalian angka 5 makin membesar dan seterusnya sampai infinitas.

Terkesan angka 2 didiskriminir di antara segenap angka lain-lainnya. Jumlah anggota keluarga pada pasangan suami-istri memang pada awalnya 1+1=2 namun setelah sembilan bulan atau kerap juga lebih awal terbukti hasil hubungan suami-istri potensial bertambah 1 bahkan 2 atau 3 atau 4 atau seterusnya tergantung pada daya infertilitas Sang Ibu mau pun Sang Ayah.

Belum lagi jika bayinya kembar maka 1+1=4 sementara jika kembar 3 maka 1+1=5.

Lawan tanda-tambah adalah tanda-kurang maka 2+2=4 dan 4-2=2 tetapi sungguh inkonsisten bahwa 1+1=1 lalu 1-1= bukan 1 tetapi 0 alias nol alias nihil alias tidak ada.

Masalah inkonsistensi makin konsekuen inkonsisten jika melibatkan angka 0 seperti misalnya 1+0=1 maka 1-0=1 namun 1X0=0 tetapi 0:0= bukan 1 tapi tetap 0.

Agar tidak mempemparah gejala bingungologis lebih baik kita jangan merambah ke ranah pengalian dicampur dengan tanda-kurang di mana seperti Stendhal, saya masih belum kunjung mampu mengerti bahwa -1X-1 bukan -1 tetapi +1.

Demi mengurangi (atau justru menambah) beban bingungologis, saya mencoba menghayati makna mahasabda Leo Tolstoi:

“A man is like a fraction whose numerator is what he is and whose denominator is what he thinks of himself. The larger the denominator, the smaller the fraction.”

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi