Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya...

Baca di App
Lihat Foto
Dok. KOMPAS
Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepaskan dari perjuangan para pahlawan, yang telah menumpahkan darah, tenaga, serta pikirannya untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan.

Setelah melalui perjuangan panjang, kemerdekaan Indonesia akhirnya bisa diproklamasikan oleh Ir Soekarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Soekarno kemudian dipilih sebagai Presiden Republik Indonesia, dengan didampingi Hatta sebagai wakilnya.

Hari ini, 120 tahun lalu, tepatnya 6 Juni 1901, Soekarno, sang proklamator dan Presiden pertama Indonesia, lahir ke dunia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Profil Presiden Pertama RI: Soekarno

Putra sang fajar

Soekarno lahir di Jalan Peneleh Gang Pandean IV, Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.

Dalam penuturannya kepada Cindy Adams, penulis otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno melukiskan saat-saat kelahirannya itu.

Soekarno mengatakan, ketika ia masih anak-anak, ibunya Ida Ayu Nyoman Rai, pernah bercerita kepadanya tentang saat-saat kelahirannya.

"Engkau sedang memandangi fajar nak. Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing," demikian Ida Ayu berkata kepada Soekarno kecil.

"Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar," kata Ida Ayu kepada Soekarno.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno sebagai Presiden

Nama kecilnya Kusno

Pada saat kelahirannya, kedua orang tua Soekarno memberinya nama Kusno. Soekarno mengatakan, dia sering jatuh sakit ketika masih anak-anak.

Hal itu membuat orangtuanya, seperti kepercayaan pada masa itu, merasa bahwa nama Kusno tidak cocok untuknya dan menyebabkan sakit-sakitan, sehingga harus diganti.

Soekarno mengatakan, ayahnya, Soekemi Sosrodihardjo, adalah seorang yang sangat menggandrungi epos Mahabharata.

Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Nama Soekarno pun diambil dari nama tokoh dalam cerita itu, Karna, yang dalam kisah itu merupakan putra dari Batara Surya atau Dewa Matahari.

Meski masih bersaudara dengan Pandawa, namun dalam Perang Bharatayudha, Karna memilih untuk melawan saudara-saudaranya itu dan berjuang di pihak Hastinapura, tanah airnya. 

"Sambil memegang bahuku dengan kuat, bapak memandang jauh ke dalam mataku 'Aku selalu berdoa agar engkaupun menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi Karna yang kedua,'" demikian Soekarno menuturkan ulang perkataan ayahanya.

Baca juga: Mengenang Pertempuran Surabaya, Cikal Bakal Peringatan Hari Pahlawan

Soekarno menambahkan, nama Karna dan Karno memiliki arti yang sama.

Dia menyebutkan, dalam bahasa Jawa, huruf A menjadi O, sedangkan awalan Su berarti baik, paling baik.

"Jadi Soekarno berarti pahlawan yang paling baik. Karena itulah maka Soekarno menjadi namaku yang sebenarnya dan satu-satunya," kata Soekarno.

Baca juga: Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya

Warisan pemikiran Bung Karno

Mengutip Harian Kompas, 6 Juni 2006, sebagai proklamator dan Presiden pertama, Bung Karno juga mewariskan pemikirannya kepada bangsa Indonesia.

Ajaran pokok yang selalu didengung-dengungkan hingga menjelang wafatnya adalah persatuan bangsa.

Pada sambutannya di sidang kabinet 15 Januari 1966 di Istana Merdeka, Soekarno menegaskan bahwa persatuan bangsa adalah suatu keniscayaan.

"Bangsa harus menjadi bangsa yang kuat dan besar. Oleh karena itulah belakangan ini selalu saya menangis, bahkan donder-donder, marah-marah. He, bangsa Indonesia, jangan gontok- gontokan!" kata Bung Karno.

Baca juga: Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata

Bung Karno kerap menyitir ucapan Arnold Toynbee, yang menyatakan "A great civilization never goes down unless it destroy itself from within" atau "Sebuah peradaban besar tidak pernah runtuh kecuali dihancurkan oleh bangsanya sendiri".

Juga ucapan Abraham Lincoln, "A nation divided against itself, cannot stand" yang berarti "Sebuah negara yang terpecah tidak akan sanggup berdiri tegak."

"Mana ada bangsa yang bisa bertahan jika terpecah belah di dalamnya," kata Bung Karno.

Soekarno wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta dalam usia 69 tahun.

Putra sang fajar akhirnya dikebumikan di dekat makam ibunya di Blitar, Jawa Timur.

Baca juga: Mengenang R Soeprapto, Bapak Kejaksaan yang Berani Menolak Perintah Bung Karno

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Soekarno, Presiden Pertama RI

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi