KOMPAS.com - Wacana pencalon Ketua DPP PDI-P Puan Maharani pada Pilpres 2024 mulai santer bermunculan belakangan ini.
Pada akhir Mei lalu, politis PDI-P Effendi Simbolon bahkan mengusulkan Puan Maharani berpasangan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Saya punya usul, saya bilang, Mbak Puan itu dipasangkannya harus sama Anies. Jangan lagi Prabowo. Jadi Puan capres, Anies cawapres," kata Effendi dalam diskusi virtual medcom.id bertajuk "Puan Iri Hati atau Ganjar Tak Tahu Diri?", Minggu (31/5/2021).
Baca juga: Wacana Duet Puan-Anies di Pilpres 2024, Mustahil
Duet dengan Prabowo?
Selain itu, Direktur Eksekutif Indo Baromater M Qodari juga melihat adanya dua opsi jika PDI-P dan Partai Gerindra berkoalisi.
Salah satunya adalah menduetkan Prabowo dengan Puan pada Pilpres mendatang.
"Opsi yang paling memungkinkan adalah Puan Maharani, tetapi belum tahu karena perjalanan politik, pendaftaran calon masih Juni 2023, jadi dilihat dinamika dua tahun ke depan," kata Qodari.
Lantas, seberapa besar peluang pencalonan Puan pada Pilpres 2024?
Puan dan Ganjar berpeluang
Terkait wacana capres dari PDI-P, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengatakan bahwa PDI-P termasuk partai yang solid secara organisasi.
Karena kesolidan itu, ia menyebut perintah ketua umum adalah segalanya.
"Jadi kalau Bu Mega bilang pencalonan presiden menunggu waktu, berarti belum ada nama yang memang diusung oleh PDI-P," kata Aditya kepada Kompas.com, Minggu (6/6/2021).
"Jadi siapa pun nama yang digadang-gadang itu berpeluang, termasuk Puan dan Ganjar," sambungnya.
Baca juga: Puan Dinilai Punya Modal Komplet untuk Maju Pilpres 2024, tapi...
Trah Soekarno
Aditya menuturkan, di internal PDI-P memiliki dua kelompok besar, yaitu kelompok yang memandang bahwa trah Soekarno harus diteruskan dan kelompok yang bukan dari trah Soekarno, tapi bagian dari kader PDI-P.
Menurut Aditya, kelompok pertama selalu menganggap bahwa setelah Megawati, Puan-lah sosok yang akan meneruskannya.
"Yang saya dengar adalah ketika penunjukan Jokowi sebagai capres pada 2014, ada ketidakpuasan, termasuk dari Puan. Jadi kompetisi di dalam itu ada," jelas dia.
"Tapi ketika Megawati berbicara, semua ikut. Konteks yang terjadi saat ini ya mirip dengan 2014," lanjutnya.
Baca juga: Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya...
Keputusan di Megawati
Meski elektabilitasnya rendah, Aditya menganggap peluang pencalonan Puan sama dengan Ganjar yang beberapa kali mendapat nilai elektabilitas tinggi di sejumlah survei.
Namun, kembali lagi dia menyebut bahwa keputusan PDI-P semuanya berada di tangan Megawati.
Aditya menilai, Megawati dalam konteks saat ini mungkin akan bersikap realistis dalam melihat hasil politik.
"Ia mungkin memperhitungkan popularitas kadernya, seperti ketika ia lebih milih Jokowi timbang Puan pada 2014," ujarnya.
"Kita tidak tahu apakah posisi jabatan yang jadi pertimbangan atau popularitas. Kalau popularitas, maka PR Puan ya terus menaikkan popularitas dan elektabilitas di mata publik. Posisi dia kan sangat strategis," tambahnya.
Baca juga: Survei Parameter Politik: Elektabilitas PDI-P 22,1 Persen, Gerindra 11,9 Persen, Golkar 10,8 Persen
Terlepas dari itu, Aditya menganggap bahwa tantangan PDI-P yang paling dekat adalah mempertahankan suara dan menambah kursi.
Sebab gap antara kompetitor PDI-P tidak terlalu jauh. Apabila suara partai berlogo banteng moncong putih itu berkurang, maka bisa jadi peluang mencalonkan presiden juga akan sulit.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.