Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Korupsi Sekarang Lebih Gila dari Orba, Ini Kata Pukat UGM

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Menko Polhukam Mahfud MD menjadi pembicara kunci saat seminar nasional untuk memperingati HUT Ke-6 Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Jakarta, Selasa (15/12/2020). Seminar tersebut membahas tema Pengelolaan Perbatasan Laut Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut korupsi saat ini jauh lebih gila dibandingkan era Orde Baru (Orba).

Hal itu dikatakan Mahfud dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5/6/2021).

"Korupsi sekarang semakin meluas. Lebih meluas dari zaman Orde Baru. Saya katakan, saya tidak akan meralat pernyataan itu," ujar dia. 

"Kenyatannya saja, sekarang, hari ini korupsi itu jauh lebih gila dari zaman Orde Baru. Saya tidak katakan semakin besar atau apa jumlahnya. Tapi meluas," kata Mahfud lagi. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mahfud MD: Sekarang Korupsi Lebih Gila daripada Zaman Orde Baru

Menurut Mahfud, pada zaman Orde Baru tidak ada anggota DPR, pejabat, atau aparat penegak hukum yang berani melakukan korupsi.

Benarkah demikian, dan mengapa hal itu bisa terjadi?

Sentralistik

Menanggapi hal itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rahman menguraikan beberapa alasan mengapa korupsi sekarang lebih menggila.

Pertama, sistem pemerintahan Orba adalah sentralistik, yaitu kekuasaan berada pada pemerintah pusat dan terpusat di tangan presiden.

"Jadi kekuasaan presiden pada masa Orba sangat besar. Karena itu, maka korupsinya juga lebih banyak berpusat di pemerintah pusat," kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/6/2021).

"Itulah mengapa pada masa Orba seakan-akan korupsi tidak meluas seperti sekarang. Berbeda halnya dengan era reformasi, pembagian kekuasaan semakin merata," ujar dia.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Kini Koruptor Bersatu untuk Melemahkan KPK

Pengaruh otonomi daerah

Selain itu yang kedua, Zaenur juga mencatat adanya otonomi daerah juga membuat potensi korupsi semakin meluas.

Karena kekuasaan semakin tersebar, maka potensi penyalahgunaan kekuasaan juga semakin menyebar di era reformasi saat ini.

Artinya, korupsi tidak hanya di lingkup eksekutif, tetapi juga legislatif, yudikatif, dan daerah.

Upaya pemberantasan korupsi dan media

Alasan ketiga adalah pemerintah Orba tidak memiliki konsen pada pemberantasan korupsi, sehingga jarang kasus korupsi yang terungkap.

Keempat, ekspos media pada upaya pemberantasan korupsi di era reformasi juga semakin besar.

"Ketika Orba, tidak ada pemberantasan korupsi yang gencar, seperti KPK dan juga tidak ada kebebasan pers, sehingga ekspos terhadap kasus korupsi tidak terlalu luas," ujarnya.

Baca juga: 5 Fakta Migrasi TV Analog ke TV Digital: Jadwal, Daftar Wilayah, dan Perbedaanya

Meski sangat lambat, Zaenur mengapresiasi upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi kini, khususnya oleh KPK.

Bahkan, ia menyebut minimnya dukungan negara terhadap pemberantasan korupsi dapat ditutupi oleh KPK yang memiliki kinerja cukup baik.

"Salah satunya dapat dilihat dari dukungan dan tingkat kepercayaan masayrakat yang tinggi. Sayangnya, semua itu hilang ketika adanya revisi UU KPK dan terpilihnya Firli Bahuri sebagai ketua KPK," tuturnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi