Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan KPK Mangkir dari Panggilan Komnas HAM

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi/Biro Humas KPK
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester I 2020, Selasa (18/8/2020).
|
Editor: Maulana Ramadhan

KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak menghadiri panggilan dari Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) yang terjadi di tubuh KPK. Pemanggilan itu diagendakan Selasa (8/6/2021).

Terkait ketidakhadiran pimpinan KPK tersebut, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, memberikan penjelasan.

Ali mengatakan, pihaknya telah mengajukan surat kepada Komnas HAM tertanggal 7 Juni untuk memastikan terlebih dahulu pelanggaran HAM apa yang diduga dilakukan pimpinan terkait pelaksanaan TWK sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu.

“Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pelaksanaan TWK telah sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020, dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021,” ucap Ali dalam keterangan tertulis, Rabu (9/6/2021).

Baca juga: Pernyataan Komnas HAM Terkait Penyelidikan TWK Pegawai KPK

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Hal ini penting agar kami bisa menyampaikan data dan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan tersebut,” ucap dia,

KPK, kata Ali, menghormati tugas pokok, fungsi, dan kewenangan Komnas HAM. Oleh sebab itu, KPK menunggu balasan dari Komnas HAM sebelum menghadiri pemanggilan tersebut.

“Selanjutnya, kami menunggu balasan surat yang sudah dikirimkan ke Komnas HAM pada tanggal 7 Juni 2021 tersebut,” ucap Ali.

Tanggapan Komnas HAM

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik merespons ketidakhadiran pimpinan KPK tersebut. Menurutnya, memenuhi panggilan dari lembaga negara lain bukanlah sebuah keanehan. Sebab, Komnas HAM pun pernah dimintai keterangan oleh Ombudsman.

"Kami sangat berharap sikap kooperatif dari pimpinan KPK dan ini bukan hal yang aneh, saya ingin katakan juga Komnas HAM ini pernah dipanggil oleh lembaga negara yang lain, misalnya Ombudsman," ucap Taufan dalam konferensi pers, Selasa (8/6/2021).

"Karena ada aduan pihak tertentu kepada Ombudsman, suatu kebijakan Komnas HAM yang menurut mereka itu salah. Ya kita kasih keterangan, kemudian ada kesimpulan, kan begitu," ucap dia.

Sementara, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menegaskan, pihaknya berhak memanggil siapapun di negeri ini terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM. Choirul menjelaskan hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Berdasarkan UU Nomor 39 tahun 1999 soal HAM yang disitu diatur soal kewenangan Komnas HAM, Komnas HAM berhak memanggil siapa pun di negeri ini. Komnas HAM berhak mendapatkan keterangan di negeri ini, di mana pun dan siapa pun. Itu bunyi UU Nomor 39 tahun 1999,” tegas Anam dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Humas Komnas HAM, Rabu (9/6/2021).

Baca juga: Komnas HAM Miliki Kewenangan Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM dalam TWK

Anam menambahkan, pihaknya juga telah mengirimkan surat panggilan kedua untuk Pimpinan dan Sekjen KPK.

Surat itu dikirim pada Selasa (8/6/2021) dan pemeriksaan diagendakan pada Selasa (15/6/2021) pekan depan.

Dirinya berharap kali ini Pimpinan dan Sekjen KPK mau hadir untuk memberikan keterangan terkait pengadaan TWK sebagai syarat alih fungsi status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara.

Timbulkan Pro dan Kontra

Keputusan pimpinan KPK yang menolak menghadiri panggilan Komnas HAM menimbulkan Pro Kontra. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, sikap Pimpinan KPK tersebut merupakan wujud arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia.

“Nah, ini betul-betul bentuk arogansi dan penghinaan terhadap sistem ketatanegaraan kita dan KPK ini memberikan contoh yang buruk,” kata Boyamin kepada Kompas.com, Selasa.

Sedangkan Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqoddas menganggap ketidakhadiran pimpinan KPK di Komnas HAM adalah cermin keangkuhan. Bagi Busyro, kehadiran TWK KPK sebagai alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara juga merupakan bentuk keangkuhan dan simbol dari krisis kejujuran KPK.

Baca juga: MAKI Ajukan Uji Materi tentang Kewenangan Komnas HAM setelah Pimpinan KPK Menolak Dipanggil

Kritik juga datang dari Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari. Menurutnya, tindakan tersebut mengindikasikan upaya perlawanan terhadap hukum.

"Dengan tidak hadirnya Firli terhadap panggilan lembaga negara yang berkaitan dengan dirinya maka sudah ada indikasi dia melakukan perlawanan terhadap hukum," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa.

Di sisi lain, dukungan justru datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo. Menurut Tjahjo tidak kaitan antara penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan dengan pelanggaran hak asasi manusia.

"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan (tes) kewarganegaraan itu (dengan) urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo dalam rapat dengan Komisi II DPR, Selasa.

Baca juga: Dukung KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Motif Tjahjo Kumolo Dipertanyakan

Politisi PDI-P itu kemudian membandingkan dengan pengalamannya mengikuti penelitian khusus (litsus) di era Orde Baru. Hanya saja, menurut Tjahjo, saat ini pertanyaan yang digali dalam TWK lebih luas, tidak hanya soal keterkaitan seseorang dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti dalam litsus.

"Zaman saya litsus tahun 85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks," ujar Tjahjo.

(Penulis : Irfan Kamil | Editor : Icha Rastika)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi