Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Toeti Heraty, Rekam Jejak, dan Sajak-sajaknya

Baca di App
Lihat Foto
RADITYA HELABUMI
Penyair Toeti Heraty dan Sapardi Djoko Damono saat peluncuran buku Kumpulan Puisi Perempuan Indonesia-Malaysia dalam ajang Indonesia International Book Fair di Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (7/11/2014).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Toeti Heraty, penyair sekaligus Guru Besar Purnabakti Universitas Indonesia (UI) meninggal dunia dalam usia 87 tahun pada Minggu (13/6/2021) pukul 05.10 WIB.

Toeti meninggal setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit MMC Jakarta karena sakit yang dideritanya.

Jenazah Toeti akan dikebumikan di TPU Karet Bivak, Minggu (13/6/2021) selepas dzuhur.

Baca juga: Penyair dan Guru Besar UI Toeti Heraty Meninggal Dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toeti dan dunia ide

Toeti lahir di Bandung, 27 November 1933.

Semasa hidupnya, ia aktif berkarier sebagai akademisi, pebisnis, pakar filsafat, dan juga penyair.

Perempuan sulung dari enam bersaudara ini juga dikukuhkan sebagai Guru Besar Luar Biasa pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) pada 1994.

Baca juga: Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya...

Dunia ide

Dalam wawancara dengan Harian Kompas, 23 November 1994, Toeti mengatakan bahwa dunianya adalah dunia ide.

Karena itu ia belajar filsafat.

Dia mengajar, memimpin jurusan filsafat, dan institut kesenian.

Dia juga menulis esai, dan tentu saja puisi. Bahkan Toeti juga membuka galeri, agar koleksi lukisannya bisa dinikmati orang banyak.

Untuk menopang kebutuhannya, dia memimpin sebuah biro oktroi. Dengan itu dia bisa membiayai berbagai kegiatan, termasuk pembacaan puisi atau diskusi sastra di galerinya.

Baca juga: Mengenang Satu Tahun Kepergian Didi Kempot dan Perjalanan Hidupnya...

Toeti menyadari semua yang dilakukannya penting untuk hidup, dan saling menunjang.

"Saya tidak ingin dilihat dari segi fungsi yang saya emban," kata Toeti.

Oleh karena itu, dia menolak penyematan "predikat" yang cocok untuk menyebut dirinya.

"Menulis puisi itu bagian dari diri saya. Begitu juga mengajar filsafat, atau berbisnis. Kalau saya sebut hanya salah satu, itu tindak mereduksi, hanya menunjuk unsur dari manusia yang begitu kompleks," ujar Toeti.

Baca juga: Sastrawan Sapardi Djoko Damono Tutup Usia, Berikut Sejumlah Karyanya yang Terkenal

Sajak-sajak Toeti

Kendati demikian, kiprahnya dalam bidang sastra, khususnya penulisan puisi, membuatnya tidak bisa lepas dari predikat penyair.

Mengutip Ensiklopedia Kemendikbud, Toeti mulai menulis sajak pada 1966.

Karya pertamanya yang berupa kumpulan puisi baru dibukukan pada 1973, berjudul Sajak-Sajak 33. 

Karya itu diterbitkan tepat ketika dia memasuki usia 43 tahun.

Kumpulan sajak Toeti berikutnya berjudul Mimpi dan Pretensi terbit pada 1982.

Baca juga: Budayawan Prie GS Meninggal Dunia akibat Serangan Jantung

Sajak-sajak Toeti Heraty juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dan dimuat dalam buku Contemporary Indonesian Poetry (1975).

Selain itu, sajak-sajak Toeti juga diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Jerman, dan Perancis.

Subagio Sastrowardoyo, salah seorang penyair Indonesia, menyatakan bahwa Toeti Heraty dapat dikelompokkan pada penyair yang berani berdiri di luar arus utama persajakan modern Indonesia, sehingga Toeti Heraty tidak akan mudah menjadi populer.

Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Sajak-sajaknya tidak memunculkan nuansa kelembutan suasana.

Sebaliknya, sebagai seorang ahli filsafat, sajak-sajak Toeti penuh dengan kategori-kategori pengertian yang di dalamnya akan ditemui perbandingan-perbandingan bagi kesadaran dan pengalaman.

Inspirasi sajak-sajak Toeti berpijak dari kesadaran-kesadaran dan pengertian-pengertian, bukan peristiwa-peristiwa sesaat, seperti peristiwa politik atau demonstrasi. 

Baca juga: Profil Prie GS, Budayawan Kelahiran Kendal yang Meninggal karena Serangan Jantung

Berikut bait puisi Selesai karya Toeti Heraty:

Suatu saat toh mesti ditinggalkan
dunia yang itu-itu juga
api petualangan cinta telah pudar
bayang-bayang dalam mimpi, senyum
tanpa penyesalan kini
beberapa peristiwa tinggalkan
asap urai ditelan awan..."

beberapa nama, beberapa ranjang
berapa tinta mengalir dan terbuang
                          -mengapa tidak?!-
menyeka debu dari buku, menemukan
                          coretan yang hampir musna
jadi permainan yang hilang ketegangannya

dunia ini nyata, suatu penemuan!
dunia ini nyata, suatu keheranan!
kebenaran dan penemuan jelamakan
                        benda-benda mesra

bola yang usang dan beruang tercinta
sepatu merah yang telah lepas-lepas
                       kulitnya,

dunia ini nyata
sebentar lagi anak-anak pulang
                     dari pesta

Selamat jalan Toeti, selamat berpulang...

Baca juga: Mengenang 13 Tahun Kepergian Gito Rollies dan Perjalanan Hidupnya...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi