Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak Gelombang Pertama Covid-19 Indonesia Diprediksi Akhir Juni, Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Tenaga kesehatan merawat pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut (K) Muhammad Arifin mengatakan tidak akan mengurangi jumlah tenaga kesehatan selama masa Lebaran 2021, hal tersebut untuk mengantisipasi kenaikan kasus COVID-19 dari masyarakat yang tetap melakukan mudik meski adanya larangan pemerintah sama seperti periode tahun lalu. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Indonesia sudah menghadapi gelombang pertama infeksi Covid-19 terhitung sejak awal Maret 2020.

Setahun berlalu dan kasus Covid-19 masih terus ada. Bahkan, jumlahnya kini kian meningkat.

Lonjakan kasus ini membuat tingkat hunian rumah sakit di sejumlah daerah turut meningkat.

Epidemiolog menyebut situasi pandemi di Indonesia saat ini semakin serius.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak awal 2021, lonjakan kasus ini bahkan telah diprediksi akan terjadi antara Maret-Juni 2021 ini.

Baca juga: Apa yang Dimaksud Anies soal Fase Genting Covid-19 Jakarta?

Akhir Juni puncak gelombang pertama

Pakar Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut ini menjadi indikator bahwa situasi pandemi di Tanah Air memang semakin serius.

"Dari indikator ini sudah bisa kita simpulkan bahwa memang ada potensi semakin seriusnya situasi, tentu dengan tingkat positifity rate yang juga tinggi," ujar Dicky, Selasa (15/6/2021).

Dalam penjelasannya, ia bahkan menyebut telah memprediksi sejak Januari lalu bahwa lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia akan terjadi antara Maret-Juni 2021.

"Ledakan kasus dalam 3-6 bulan ke depan yang diprediksi sejak Januari, saya sudah ingatkan, karena Indonesia ini akan mencapai puncaknya. Gelombang pertama ya tidak akan terus menerus lama begitu, karena akan ada titik jenuh," sebut Dicky.

Apa yang terjadi saat ini, dikatakan Dicky, telah menunjukkan bahwa semakin mendekati titik jenuh.

"Ini sudah mendekati titik jenuh dan akhir Juni ini kita akan mengalami akumulasi dari serangkaian banyak proses-proses penularan, klaster-klaster yang mayoritas tidak terselesaikan di Indonesia ini. Kita harus benar-benar menyadari bahwa situasi sudah serius," tegas dia.

Baca juga: Jakarta Masuki Fase Genting Covid-19, Ini Saran dari Epidemiolog

Upaya apa yang bisa dilakukan?

Untuk menanganinya, ada sejumlah hal yang menurut Dicky penting dilakukan, yakni:

1. Meningkatkan upaya surveilans atau 3T (testing, tracing, dan treatment)

"Langkah yang harus dilakukan, tingkatkan dulu 3T-nya, karena hanya 3 wilayah di Indonesia yang menurut WHO memenuhi standar global dalam standar minimal testing yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Barat," sebut dia.

Dicky menggarisbawahi, saat ini kasus yang ada di masyarakat sudah begitu tinggi, sementara data kasus yang ada saat ini hanyalah "puncak gunung es".

Oleh karena itu, jika ada daerah yang berhasil menemukan banyak kasus, jangan dianggap buruk. Justru daerah itu serius dalam penanganan kasus-kasus di masyarakatnya.

"Kalau ada daerah, mana pun itu tidak hanya Jakarta, menemukan kasus banyak, itu adalah artinya satu upaya yang sudah tepat dilakukan. Mungkin kalau ada daerah melaporkan sedikit (kasus) itu artinya dia tidak serius dalam melakukan respons terhadap pandemi, dan itu berarti pengabaian terhadap kesehatan masyarakat," ungkap Dicky.

Dengan kasus yang semakin banyak ditemukan, diharapkan penanganan lebih lanjut dapat diberikan seperti isolasi atau karantina, sehingga mencegah terjadinya penularan lebih lanjut atau keparahan infeksi.

2. Displin protokol kesehatan atau 5M

Masyarakat yang harus senantiasa menerapkan disiplin protokol kesehatan atau Dicky menyebutnya sebagai 5M: memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mejauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

"Masyarakat tetap 5M-nya konsisten, ini termasuk yang harus semua sektor, saya lihat masih belum bersinergi," ujar Dicky.

3. Memperbaiki sistem rujukan agar fasilitas kesehatan tidak ambruk

Jangan semua pasien Covid-19 dilarikan ke rumah sakit, tapi untuk gejala ringan bisa dengan rawatan mandiri atau ke rumah sakit darurat. Baru lah, pasien dengan gejala serius dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang mumpuni.

"Jadi hanya yang memerlukan rawatan khusus rumah sakit yang dibawa ke rumah sakit, sisanya ya bisa perawatan mandiri atau dirujuk ke fasilitas rumah sakit darurat untuk yang gejala ringan," jelas dia.

Jika ketiga upaya tersebut tidak dilakukan, Dicky menyebut, berapa banyak pun ditambah fasilitas ruang perawatan, tidak akan pernah cukup menampung kasus yang terjadi.

Baca juga: Pemerintah Perbarui Aturan Vaksinasi Covid-19, Ini Penjelasan Kemenkes

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi