Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 Tak Terkendali, Epidemiolog Singgung Opsi PSBB Jawa

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Sejumlah tenaga kesehatan berjalan menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut (K) Muhammad Arifin mengatakan tidak akan mengurangi jumlah tenaga kesehatan selama masa Lebaran 2021, hal tersebut untuk mengantisipasi kenaikan kasus COVID-19 dari masyarakat yang tetap melakukan mudik meski adanya larangan pemerintah sama seperti periode tahun lalu. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 belum berakhir. Kasus Covid-19 dilaporkan terus meningkat.

Beragam upaya pun telah dilakukan pemerintah untuk mengendalikan penyebaran virus corona.

Pengujian, pelacakan, penambahan kapasitas rawat, vaksinasi, pembatasan kegiatan, dan bantuan sosial diberikan.

Sementara di waktu sama, pemerintah memberi ruang masyarakat untuk bergerak dan menjalankan aktivitas perekonomian.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan ini banyak dipandang sebagai langkah yang tanggung dan tidak akan berjalan efektif.

Seiring lonjakan kasus Covid-19 ini, epidemiolog menilai akan ada langkah PSBB setidaknya di Pulau Jawa.

Baca juga: Kenapa Kita Tetap Perlu Berlibur meski Pandemi Belum Berakhir?

PSBB setidaknya di Jawa

Melihat situasi pandemi yang ada di Tanah Air saat ini, Pakar epidemiologi dari Griffith University Dicky Budiman memperkirakan, Indonesia akan mengambil langkah PSBB setidaknya di Pulau Jawa akibat penularan yang semakin tak terkendali.

"Pada akhirnya, prediksi saya mau tidak mau akan ada putusan untuk mengambil tindakan PSBB setidaknya Jawa dengan kombinasi vaksinasi dan 3T (testing, tracing, dan treatment). Itu besar kemungkinan akan terjadi, sehingga perlu disiapkan," ujar Dicky, Selasa (15/6/2021).

Dicky mengatakan, pembatasan atau pengetatan yang setengah-setengah tidak efektif dan memperlama permasalahan.

"Itu yang sudah terbukti di 2020. Respons kita yang tidak fokus pada kesehatan ini, terpecah-pecah, akhirnya permasalahan yang diepecahkan juga jadi tidak sesuai dengan yang diharapkan," kata Dicky.

"Kalau ini (Indonesia) kan setengah-setengah, ya enggak akan pernah selesai. Enggak ada dalam sejarah pandemi yang bisa menjadi rujukan pendekatan seperti itu, enggak ada success story-nya, enggak ada rujukan ilmiah dan argumentasinya," kata dia.

Penanganan yang semacam ini, menaruh fokus yang sama besar antara aspek kesehatan dan ekonomi masih terjadi hingga saat ini.

Tempat pariwisata dibuka, pasar dan mall ramai disesaki masyarakat, namun di sisi lain vaksinasi juga tetap berjalan, begitu juga dengan pemberian bantuan sosial.

Dicky menyebut kondisi sekarang sudah begitu sulit, di tengah kasus infeksi yang sedang memuncak ditambah masuknya varian Delta yang disebut memiliki kemampuan menyebar dan infeksi yang lebih tinggi.

"Saat ini kita sudah semakin kepepet. Jika strategi itu lambat dilakukan, tidak cepat, tidak tepat sejak awal, ya ibaratnya PR-nya numpuk. Kalau PR-nya numpuk, ketika ujian enggak lulus," ujar Dicky.

Baca juga: Aturan PPKM Mikro yang Berlaku 15-28 Juni 2021 di Seluruh Indonesia

Paradigma keliru

Dikcy beranggapan selama ini paradigma yang dimiliki oleh Pemerintah masih keliru.

Pemerintah melihat daerah dengan jumlah kasus tinggi sebagai fakta yang buruk.

Padahal, semestinya daerah yang berhasil menemukan banyak kasus dengan pengujian yang tinggi, itu adalah contoh yang baik, karena pada kenyataannya jumlah kasus di lapangan memang sudah demikian tinggi.

Justru daerah yang melaporkan hanya sedikit kasus, daerah itu lah yang gagal menemukan kasus-kasus infeksi di masyarakat.

"Paradigma Pemerintah Pusat sendiri masih melihat masalah testing ini tidak dalam konteks yang benar. Misalnya Jakarta dengan kapasitas testing baik, dianggap paling bermasalah, padahal yang paling bermasalah itu kalau testing-nya buruk. Ini yang salah kaprah," jelas Dicky.

Jadi, sebelum langkah atau strategi penanganan pandemi diputuskan, Dicky berharap Pemerintah memperbaiki dulu cara mereka dalam memandang permasalahan.

"Ketidakpahaman dalam membaca situasi dan melihat strategi yang benarnya, ini akan meledak, terutama di jawa 3 provinsi itu besar penduduknya. Jadi ini harus dimulai dengan cara melihat masalahnya yang benar dulu, sehingga strateginya benar, ini yang harus diperbaiki," pungkas dia.

Baca juga: PPKM Mikro Diperpanjang hingga 28 Juni, Ini Aturan yang Berlaku di Seluruh Indonesia

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi