Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sekolah Tatap Muka Berbahaya, yang Kerja Saja Disuruh WFH Kok"

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Sejumlah murid mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka di SDN 03 Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (7/4/2021). Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba pembelajaran tatap muka terbatas di 85 sekolah dari jenjang SD hingga SMA mulai 7 April hingga 29 April 2021 dengan kapasitas dalam ruangan maksimum 50 persen dan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyebutkan, sekolah tatap muka berbahaya untuk dilakukan dalam situasi seperti saat ini.

Menurut dia, kekhawatiran ini karena melonjaknya kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Ya berbahaya, orang-orang yang kerja saja disuruh work from home (WFH) kok, ini anak-anak masak disuruh sekolah, kan enggak logis," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (18/6/2021) siang.

Menurut rencana Kemendikbud, seluruh sekolah di Indonesia diharapkan dapat menggelar pembelajaran tatap muka terbatas pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada Juli 2021.

Baca juga: 12.624 Kasus Baru Covid-19 pada 17 Juni, Berikut Sebarannya...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandu menyarankan, sekolah tatap muka sebaiknya bukan hanya ditunda, melainkan jangan dulu dilaksanakan.

"Secara psikologis itu enggak mungkin dilaksanakan, orang semuanya lagi gawat kok. Jadi ya (sekolah tatap muka) tidak bisa dilaksanakan," kata dia.

Pemerintah daerah (Pemda) juga diminta untuk tidak mengizinkan penyelenggaraan sekolah tatap muka, apalagi melihat perkembangan kasus Covid-19 yang tengah melonjak seperti saat ini.

Alasannya, jika sekolah tatap muka tetap digelar, dikhawatirkan terjadi penularan di antara siswa sekolah maupun guru-guru yang mengajar.

"Tetapi misal (Pemda) tetap mengizinkan, kalau sekolahnya enggak mau, ya enggak usah dilakukan," ujar Pandu.

"Risiko terberatnya ya kalau keluar rumah lalu berkerumun, apa yang terjadi? Akan terjadi penularan. Artinya jika tetap dilakukan, akan berbahaya untuk anak-anak, untuk keluarganya, guru-guru yang mengajar juga," kata dia.

Baca juga: Benarkah Penyebab Lonjakan Kasus Covid-19 karena Virus Corona Delta? 

Alarm

Dihubungi secara terpisah, epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, juga mengungkapkan hal yang sama.

Menurut dia, kembali melonjaknya kasus Covid-19, dapat dijadikan sebagai alarm peringatan agar menghentikan sejumlah aktivitas.

"Meledaknya kasus dan meningkatnya angka hunian rumah sakit, itu adalah pertanda bahwa bukan hanya sekolah ya, tapi aktivitas sosial ekonomi harus berhenti," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

Strategi yang benar, kata Dicky, dengan memutuskan untuk menunda terlebih dulu pembelajaran tatap muka.

Berikutnya, pemerintah harus melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengerem laju penularan virus corona.

"PSBB ini yang harus dilakukan, itu yang benar, tetapi ketika hanya mengatakan bahwa sekolah ditutup tapi aktivitas lain dibuka, itu salah besar," kata dia.

Baca juga: Aturan Sekolah Tatap Muka Dibuka Juli: Jumlah Murid, Jadwal, dan Durasi Pelajaran 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Dimulai Juli 2021, Ini Skema Aturan Sekolah Tatap Muka

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi