Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Utang Lagi Rp 13 Triliun dari Bank Dunia, Ekonom: Kurang Pas

Baca di App
Lihat Foto
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam peringatan Hari Siaran Nasional ke-88, Kamis (1/4/2021).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Bank Dunia atau World Bank baru saja menyetujui pinjaman baru sebesar 500 juta dollar AS yang diajukan pemerintah Indonesia.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Sabtu (19/6/2021), utang baru itu akan digunakan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional.

Beberapa di antaranya yakni penambahan tempat isolasi pasien Covid-19, tempat tidur rumah sakit, penambahan tenaga medis, lab pengujian, serta peningkatan pengawasan dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi.

Baca juga: Surat Terbuka untuk Jokowi: Situasi Pandemi Covid-19 Saat Ini Sudah Genting!

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain itu, pinjaman dari Bank Dunia juga akan dimanfaatkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memperluas program vaksinasi Covid-19.

Sebelumnya pada 10 Juni 2021 lalu, Bank Dunia juga sudah menyetujui utang baru yang diajukan pemerintah Indonesia sebesar 400 juta dollar AS.

Sehingga total utang baru yang ditarik Indonesia selama Juni 2021, yakni sudah mencapai sebesar 900 juta dollar AS atau setara dengan Rp 13,04 triliun (kurs Rp 14.480).

Lantas, tepatkah keputusan penarikan utang baru tersebut?

Keringanan bunga pinjaman

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, kebijakan penarikan utang baru itu tidak tepat.

Menurutnya, ketimbang menambah utang baru, justru yang harusnya dilakukan adalah mengajukan fasilitas penghapusan pokok pinjaman atau keringanan bunga pinjaman kepada kreditur seperti Bank Dunia.

"Iya jelas kurang pas. Penambahan utang sebaiknya dilakukan secara hati-hati," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/6/2021) siang.

Baca juga: Jokowi Tarik Utang Baru Rp 13 Triliun dari Bank Dunia

 

Penambahan utang, ujarnya, memiliki implikasi, terlebih dalam kurs asing terhadap beban bunga dan pokok yang harus dibayar.

Pada saat ini, beban bunga utang diperkirakan naik menjadi Rp 373 triliun per tahun atau setara 25 persen penerimaan pajak.

"Apalagi proyeksi Rupiah melemah akibat taper tantrum maka beban bunga utang pinjaman luar negeri akan naik signifikan," jelas dia.

Baca juga: Utang Mencapai Rp 6.000 Triliun, Kapan Indonesia Bisa Melunasinya?

Komitmen Bank Dunia dan IMF

Bhima menuturkan, IMF dan Bank Dunia berkomitmen mengurangi beban utang negara-negara yang terdampak pandemi Covid-19.

Komitmen itupun juga telah didukung pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres yang meminta kepada para kreditur agar utang negara berpendapatan menengah untuk ditunda pembayarannya hingga 2022.

Dikatakan Bhima, Indonesia saat ini juga turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah karena pandemi.

"Karena turun kelas (downgrade) maka Indonesia masuk dalam kategori negara yang pembayaran utangnya bisa ditunda," kata dia.

"Langkah ini bisa dimulai dengan membuka renegosiasi utang mirip seperti Paris Club atau skenario debt swap. Debt swap yakni menukar utang yang ada dengan program misalnya dengan Jerman soal pendidikan dan Italia soal rekonstruksi pasca-bencana tsunami Aceh," imbuh Bhima.

Menurut Bhima, pandemi Covid-19 merupakan sebuah bencana yang seharusnya menjadi kesempatan untuk mengurangi beban utang, bukan sebaliknya.

Baca juga: Indonesia Jadi Negara dengan Utang Luar Negeri Terbesar ke-7 di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi