Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru soal Penyintas Covid-19 dan Potensi Kehilangan Jaringan Otak

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Halfpoint
Ilustrasi pasien Covid-19 dipasang alat bantu napas, tabung oksigen untuk pasien Covid-19 parah. Dokter tidak anjurkan pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri, saat gejala Covid-19 memburuk mengoperasikan tabung oksigen secara mandiri.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Sebuah studi baru menunjukkan, penyintas Covid-19 mungkin kehilangan jaringan otak dari waktu ke waktu.

Studi itu didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh UK Biobank. Sebagai catatan, penelitian ini belum menjalani peer review yang ketat.

Eksperimen jangka panjang yang melibatkan 782 sukarelawan tersebut membandingkan hasil pemindaian otak individu sebelum pandemi.

Untuk analogi antara pemindaian otak pra-pandemi dan pasca-pandemi, peneliti melibatkan 394 penyintas Covid-19 untuk kembali melakukan pemindaian lanjutan, serta 388 sukarelawan sehat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengutip Reuters, sebagian besar penyintas Covid-19 hanya memiliki gejala ringan hingga sedang, atau tidak ada gejala sama sekali, sementara 15 lainnya dirawat di rumah sakit.

Baca juga: Studi: Varian Delta Picu Kenaikan 50 Persen Kasus Covid-19 di Inggris

Di antara para penyintas Covid-19, para peneliti melihat hilangnya materi abu-abu "signifikan" di daerah otak yang terkait dengan penciuman dan pengecapan.

"Temuan kami dengan demikian secara konsisten berhubungan dengan hilangnya materi abu-abu di area korteks limbik yang secara langsung terkait dengan sistem penciuman dan pengecapan primer," demikian kata para penulis penelitian itu.

Materi abu-abu di otak kita adalah bagian dari sistem saraf pusat manusia yang pada dasarnya mengontrol semua fungsi otak.

Ini memungkinkan individu untuk mengontrol gerakan, memori, dan emosi, sehingga kelainan pada materi abu-abu otak dapat mempengaruhi keterampilan komunikasi dan sel-sel otak.

Studi ini juga menunjukkan bahwa hilangnya materi abu-abu di daerah yang berhubungan dengan memori otak, dapat meningkatkan risiko dimensia dalam jangka panjang.

Temuan ini mengikuti penelitian yang sebelumnya diterbitkan oleh jurnal Lancet Psychiatry tahun lalu.

Dalam studi itu, disebutkan bahwa infeksi serius Covid-19 dapat merusak otak yang menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti stroke atau gejala mirip demensia.

Baca juga: Studi Baru: Dua Suntikan Vaksin Sinopharm Efektif Lebih dari 70 Persen terhadap Covid-19

Para penulis mencatat, lebih banyak data diperlukan untuk menilai secara memadai efek Covid-19 pada kesehatan otak.

"Ada kebutuhan mendasar untuk informasi lebih lanjut tentang efek otak dari penyakit ini bahkan dalam bentuknya yang paling ringan," jelas penulis, dikutip dari Sceience Alert.

Mereka juga belum tahu apakah hilangnya materi abu-abu adalah akibat dari virus yang menyebar ke otak, atau efek lain dari penyakit tersebut.

Penting untuk dicatat, perubahan otak tersebut tidak terlihat pada kelompok yang tidak terinfeksi.

Para peneliti mengatakan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah penyintas Covid-19 akan memiliki masalah jangka panjang terkait kemampuan mereka untuk mengingat peristiwa yang membangkitkan emosi.

Baca juga: Studi: Gejala Langka Covid-19 pada Anak Sembuh dalam 6 Bulan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi