Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hujan Masih Turun meski Musim Kemarau? Ini Penjelasan Lapan

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi hujan lebat di daerah tropis.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Memasuki musim kemarau, intensitas hujan justru terpantau masih cukup tinggi di sejumlah daerah.

Tingginya curah hujan bahkan mengakibatkan beberapa wilayah, seperti Jakarta dan Bandung, tergenang banjir.

Mengapa hujan masih turun, meski masih kemarau?

Berikut penjelasan dari peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan):

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Musim Kemarau tapi Hujan Masih Turun, Ini Penjelasan BMKG

Penjelasan Lapan

Peneliti Klimatologi dari PSTA Lapan Erma Yulihasti mengatakan, hujan yang masih sering terjadi di wilayah barat Indonesia (Jawa dan Sumatera) sejak awal Juni, terjadi karena pengaruh dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia.

Dia mengatakan, dinamika tersebut terlihat dari pembentukan pusat tekanan rendah, berupa pusaran angin (vorteks) di selatan ekuator, dekat pesisir barat Sumatera dan Jawa.

Menurut Erma, pembentukan vorteks yang sangat intensif di Samudera Hindia sejak awal Juni, diprediksi akan bertahan sepanjang periode musim kemarau.

"Sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini," kata Erma dikutip dari unggahan akun Instagram Lapan, Selasa (22/6/2021).

Dipole Mode negatif di Samudera Hindia

Erma mengatakan, potensi anomali musim kemarau basah itu juga diperkuat dengan prediksi pembentukan Dipole Mode negatif di Samudera Hindia.

Menurut Erma, fenomena tersebut berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia.

Dia menjelaskan, Dipole Mode itu ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudera Hindia dekat Sumatera.

"Sedangkan sebaliknya di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut," ujar Erma.

Erma mengatakan, kondisi tersebut mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.

"Sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Erma.

Baca juga: Mengapa Cuaca Terasa Panas Akhir-akhir Ini? Ini Penjelasan BMKG

Sisa-sisa La Nina

Erma mengatakan, penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera itu juga merupakan bagian dari feedback response terhadap kondisi di Samudera Pasifik yang saat ini mengalami La Nina.

Namun, menurut dia, saat ini La Nina semakin melemah dan cenderung menuju kondisi netral.

Erma menambahkan, Dipole Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu dua bulan, Juli-Agustus, sehingga belum memenuhi kriteria Dipole Mode yang secara ilmiah harus terjadi minimal tiga bulan berturut-turut.

Wilayah yang terdampak

Kendati Dipole Mode negatif diprediksi hanya berlangsung singkat, namun eksistensi vorteks dan penghangatan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober.

"Gabungan vorteks dan anomali suhu permukaan laut lokal ini merupakan faktor pembangkit yang menyebabkan anomali musim kemarau cenderung basah pada tahun ini," kata Erma.

Fenomena anomali musim kemarau basah itu akan terjadi, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, meliputi Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, dan timur laut yang meliputi wilayah Maluku, Sulawesi, dan Halmahera.

Baca juga: Kenapa Jakarta dan Depok Terasa Dingin? Ini Penjelasan BMKG

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Tangani Dokumen agar Tak Rusak Parah karena Banjir

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi