Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Ki Manteb Soedharsono, Dalang Kondang yang Hari Ini Berpulang

Baca di App
Lihat Foto
Instagram @showimah
Dalang Ki Manteb Soedharsono
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Dalang senior Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia hari ini Jumat (2/7/2021) sekitar pukul 09.45 WIB di kediamannya di Karanganyar, Jawa Tengah.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (2/7/2021) salah satu kerabat almarhum, Ade Irawan mengatakan, Ki Manteb wafat saat menjalani perawatan di rumah karena sakit yang diderita.

"Bapak sakit dirawat di rumah. Diinfus di rumah, dioksigen di rumah. Terus tadi pukul 09.45 WIB meninggal," kata Ade kepada wartawan, Jumat (2/7/2021).

Baca juga: Mengenang Pengusaha Nyentrik Bob Sadino dan Perjalanan Hidupnya...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ade mengatakan, Ki Manteb memiliki riwayat sakit paru-paru. Sebelum meninggal, almarhum juga sempat menghadiri pentas di Jakarta bersama keluarga.

"Kemarin pulang dari Jakarta terus pentas wayang live streaming di rumah. Karena kecapekan, di rumah panggil dokter terus diinfus. Bapak sakitnya mulai senin," kata Ade.

Ki Manteb sempat di-swab antigen pada Kamis (1/7/2021) pagi dengan hasil positif Covid-19.

Baca juga: Mengenang Si Anak Pantai Imanez dan Perjalanan Hidupnya...

Ki Manteb akan dimakamkan secara protokol Covid-19 di tempat pemakaman keluarga Dukuh Suwono, Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar.

Ki Manteb meninggalkan seorang istri bernama Suwarti (49) dan enam orang anak.

Ungkapan duka cita mengalir

Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia dalam usia 72 tahun.

Kepergian dalang yang kondang dengan tagline "Pancen Oye" ketika membintangi iklan obat sakit kepala itu menimbulkan duka mendalam bagi segenap bangsa Indonesia.

Di media sosial, sejumlah publik figur mengungkapkan belasungkawa mereka atas kepergian sosok dalang yang memiliki andil mengenalkan wayang ke kancah internasional itu.

Baca juga: Mengenang Ismail Marzuki, Maestro Musik Indonesia yang Meninggal di Pangkuan Sang Istri...

Baca juga: Mengenang Seniman Musik Djaduk Ferianto...

Sosok dalang pembaruan

Pemberitaan Harian Kompas, 16 Oktober 1994, menuliskan, Ki Manteb Soedharsono dikenal sebagai dalang yang berani mendobrak pakem dan membawa kebaruan dalam pertunjukan wayang purwa atau wayang kulit.

Dia tak kikuk mengubah penafsiran, sanggit dan sabetan dalam pewayangan.

Ia juga kondang sebagai salah satu perintis masuknya instrumen musik dan "pertunjukan" modern ke dalam gending pergelarannya.

Baca juga: Mengenang Marsinah, Simbol Perjuangan Kaum Buruh yang Tewas Dibunuh

Sesekali, Ki Manteb juga gemar mengemukakan kritik, baik saat pertunjukan maupun kritik terhadap pelaku kesenian wayang kulit.

Salah satu pakem yang diubah oleh Ki Manteb misalnya adalah kisah kematian Dewi Sinta, istri Prabu Ramawijaya dalam epos Ramayana.

Menurut pakem, Dewi Sinta dibakar atas inisiatif Prabu Ramawijaya, tapi menurut Ki Manteb Dewi Sinta sendrilah yang minta dibakar.

Baca juga: Mengenang Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Bangsa

Berbagai cerita dan tokoh wayang, juga "dipelintir"-nya dengan penalaran baru yang genial, supaya cocok dengan keedanan zaman. 

Dalam wawancara dengan Harian Kompas, Ki Manteb mengatakan, dalang zaman dulu kurang tantangan, dan mendalang dengan cara hapalan.

"Sekarang dalang harus membaca, juga membaca keadaan masyarakat, kemudian mempertemukannya dengan dunia pedalangan, meskipun keduanya sering sulit gathuk (sinkron,red). Kalau asal gathuk pedalangan nanti rusak," kata Ki Manteb.

"Menurut saya, dulu dalang belum dituntut perkembangan keadaan, dan penonton mau dinasihati. Dalang dikultuskan dan dianggap orang penting," katanya lagi.

Baca juga: Mengenang Sosok Pangeran Philip dan Perjalanan Hidupnya...

"Sekarang yang menonton sudah pintar. Mereka akan meneriaki dalang yang petuahnya tidak sesuai dengan tantangan zaman," imbuhnya.

Ki Manteb mengatakan, dia selalu berusaha menampilkan yang baru dalam pertunjukan wayang yang ia dalangi.

"Sanggit-nya (ucapan-ucapannya) juga baru. Misalnya wayang dengan teknik flashback seperti film, ada tambahan terompet, sampai ke drum segala," katanya lagi.

Baca juga: Mengenang Albert Einstein dan Perjalanan Hidupnya...

Wayang menurut Ki Manteb

Menurut Ki Manteb, wayang adalah bayangan hidup manusia.

"Wayang itu ya bayangan hidup kita. Isinya baik dan buruk. Dibolak-balik ya begitu isinya," kata Ki Manteb.

Sejalan dengan keyakinin itu, ia juga percaya bahwa kehidupan itu tidak saklek hanya hitam-putih atau benar-salah.

"Tidak. Sejelek-jeleknya orang, dia pun mempunyai kebaikan. Maka saya menggambarkan Dasamuka tidak seperti biasanya. Dia tidak mau menyentuh Sinta, sebelum ia bisa mengalahkan Rama. Puntadewa pun tidak sebaik itu. Masak orang mau judi sampai ludes," kata dia.

Baca juga: Mengenang Kepergian Mpok Nori, Maestro Komedian dari Betawi

Oleh karena itu, Ki Manteb mengatakan bahwa dalang harus cerdas menempatkan diri. Karena pertunjukan wayang tidak hanya menjadi tontonan semata, melainkan juga menjadi piwulang atau pelajaran bagi yang menyaksikan.

"Dalang harus tahu, mana saat yang tepat untuk menuturkan piwulang. Misalnya menjelang penobatan Kurupati sebagai raja, saya mengingatkan, agar seorang raja dekat dengan rakyat, supaya tetap dihormati rakyat. Tapi Kurupati itu ternyata hanya mau berkuasa. Di mana-mana ia berkuasa, sampai-sampai pabrik-pabrik juga milik Kurupati," kata Ki Manteb.

Baca juga: Ramai soal Sunda Empire hingga King of The King, Roy Suryo: Cuma Wayang

Akan ada perubahan tata nilai

Ki Manteb mengatakan, pada masanya kelak, bangsa Indonesia akan menghadapi suatu perubahan besar. Menurutnya, perubahan itu lebih gawat dari perubahan politik.

"Ada perubahan yang lebih gawat daripada perubahan politik, yaitu perubahan tata nilai. Lewat wayang, saya mencoba mengajak masyarakat menyiapkan diri," kata dia.

"Di sini kita harus berani menunjukkan jati diri, memantapkan diri sebagai masyarakat yang tata, dan menyiapkan batin. Mau tidak mau kita akan memasuki pranatan anyar," imbuhnya.

Baca juga: 7 November Ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional, Bagaimana Sejarahnya?

Menurut Ki Manteb, perubahan besar itu akan menghampiri bangsa Indonesia, dari derasnya arus modernisasi.

Dia menyebutkan, arus modernisasi itu menyebabkan masyarakat bisa kehilangan "pegangan" dalam menapaki kehidupan.

"Dan itu lebih berat daripada perubahan politik. Masyarakat harus menata diri menurut kepribadian masing-masing. Dalam hal ini tak ada ukurannya. Masyarakat sendiri yang bisa mengukur, bila ia memang dewasa," kata Ki Manteb.

Baca juga: Mengenang Ki Manteb Soedharsono, Si Dalang Setan...

Sugeng tindak Ki Manteb...

Swargi langgeng...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi