Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Dampak Fenomena Aphelion 6 Juli 2021? Ini Penjelasan Lapan

Baca di App
Lihat Foto
Instagram: @pussainsa_lapan
Tangkapan layar unggahan pusainsa Lapan mengenai fenomena aphelion yang terjadi pada 6 Juli 2021.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Fenomena antariksa Aphelion akan terjadi pada Selasa, 6 Juli 2021 mendatang.

Aphelion tidak bisa dilihat secara langsung, karena bukan fenomena kenampakan obyek langit.

Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyebutkan, Aphelion adalah fenomena ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.

Menurut Lapan, Aphelion tahun ini akan terjadi pada 6 Juli 2021, tepatnya pada pukul 05.27 WIB atau 06.27 WITA atau 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 kilometer.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: NASA Tawarkan Rp 502,3 Juta untuk Desain Toilet di Bulan

Lantas, apakah Aphelion berdampak pada kehidupan manusia di Bumi?

Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengatakan, Aphelion tidak berdampak langsung pada kehidupan manusia di Bumi.

Dia menyebutkan, Aphelion adalah fenomena antariksa yang biasa terjadi setiap tahun.

"Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari," kata Sungging saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/7/2021).

Baca juga: Penjelasan BMKG dan Lapan soal Hujan yang Masih Turun di Musim Kemarau

Sungging juga mengatakan, suhu dingin yang belakangan ini dirasakan bukan karena Matahari sedang berada di titik terjauh.

Menurut Sungging, suhu dingin itu lebih disebabkan oleh dinamika atmosfer yang terjadi.

"Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer," katanya lagi.

Baca juga: Indonesia Masuk 10 Negara Produsen Emas Terbesar, Berapa Banyak Emas yang Tersisa di Bumi?

Penjelasan soal suhu dingin

Sementara itu, mengutip laman Edukasi Sains Antariksa Lapan, suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau.

Lapan menjelaskan, permukaan Bumi menyerap cahaya Matahari pada siang hari, dan kemudian melepaskan panas yang diserap itu pada malam hari.

Lepasan panas itu seharusnya dipantulkan kembali oleh awan ke permukaan Bumi.

Namun, karena tutupan awan yang sedikit pada musim kemarau, maka tidak ada panas yang dipantulkan ke permukaan Bumi.

Baca juga: Saat Covid-19 Telah Menginfeksi Pendaki Gunung Everest...


Ditambah lagi, posisi Matahari saat ini berada di belahan Utara, yang menyebabkan tekanan udara di belahan Utara lebih rendah dibanding belahan Selatan.

Karena tekanan udara di Utara lebih rendah, maka udara bergerak dari arah Selatan menuju Utara.

Pada saat bersamaan, benua Australia yang berada di Selatan sedang mengalami musim dingin, sehingga angin yang bertiup ke Utara bersuhu dingin.

Menurut Lapan, dampak yang ditimbulkan dari fenomena itu adalah penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang terletak di selatan khatulistiwa, seperti yang saat ini terjadi.

Baca juga: Soal Cek Suhu Tubuh di Tangan, Efektifkah?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Fakta Titik Aphelion

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi