Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rebutan Susu Beruang, Panic Buying Corona, dan Kepanikan Warga

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Tangkapan layar video saat sejumlah pembeli berebut tumpukan susu beruang di supermarket.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan sebuah video yang menampilkan warga berebut 'susu beruang' di sebuah pusat perbelanjaan.

Tak tanggung-tanggung, setiap orang yang berebut susu merk Bear Brand itu membawa lebih dari satu pak.

Hingga saat ini, video yang diunggah oleh @ezash pada Sabtu (3/7/2021) telah ditonton sebanyak 793,2 ribu kali dan disukai oleh 11,4 ribu warganet.

Baca juga: Video Viral Pembeli Rebutan Susu Beruang, Benarkah Berkhasiat?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panic buying

Akibat tingginya permintaan, stok susu beruang pun mulai langka. Berdasarkan pantauan Kompas.com di marketplace, banyak penjual mematok harga lebih tinggi dari harga aslinya.

Fenomena panic buying ini sebelumnya juga pernah terjadi di awal pandemi pada Maret tahun lalu.

Saat itu, masker dan handsanitizer hilang di pasaran dan mengalami lonjakan harga.

Menanggapi hal itu, sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, fenomena panic buying tersebut dinamakan dengan demonstration effect.

Menurut Drajat, perilaku masyarakat yang melakukan panic buying itu muncul karena peniruan dari orang lain.

"Kalau ada orang berbondong-bondong membeli susu beruang atau lainnya, itu kemudian yang lain ikut," kata Drajat kepada Kompas.com, Minggu (4/7/2021).

Baca juga: Ramai Rebutan Susu Beruang Saat Corona Melonjak, Ini Kata Ahli Gizi UGM

 

Informasi negatif

Ia menuturkan, tindakan kolektif bersama-sama dalam waktu yang pendek itu dianggap akan memengaruhi kelangkaan barang.

Selain itu, dia mengatakan, perilaku panic buying terjadi karena berkembangnya informasi negatif di pasar.

"Artinya ada informai yang mendorong terjadinya rush. Informasi negatif itu maksudnya bukan menjelek-jelekan, itu informasi yang tersebar tapi tidak sesuai dengan realitas yang terjadi," jelas dia.

"Misalnya susu ini punya nilai yang penting untuk kesehatan dan akan jadi langka karena diserbu orang. Padahal sebenarnya stok di pabrik bisa jadi tidak ada masalah," sambungnya.

Karena perbedaan antara kelangkaan pasar, pentingnya barang, dan realitas, warga pun terdorong untuk melakukan tindakan panic buying terhadap barang-barang itu.

Kondisi inilah yang dimaksud Drajat sebagai informasi negatif, yaitu memberikan sentimen negatif terhadap naik turunnya kebutuhan di masyakarat.

Baca juga: Susu Beruang Jadi Rebutan, Ini Kata Nestle

 

Mencegah panic buying

Kendati demikian, ia menyebut panic buying bisa dicegah dengan kontrol informasi.

"Kecuali barang itu mengalami kelangkaan sebenarnya, misalnya oksigen itu kan pabriknya dibandingkan kebutuhan rumah sakit kan tidak seimbang," ujarnya.

"Itu yang real. Jadi harus dipisahkan antara panic buying karena demonstration efect dan punic buying karena barangnya dibutuhkan dan tidak ada," lanjutnya.

Sementara itu, ahli gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Lily Arsanti Lestari mengatakan, masyarakat tidak harus memilih satu produk susu tertentu untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Sebab, menurut dia, banyak merek susu yang juga mengandung protein hingga mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

Baca juga: 5 Fakta tentang Susu, Bukan Satu-satunya Sumber Kalsium

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi