Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Susu Beruang, Sejak Kapan Manusia Mengkonsumsi Susu?

Baca di App
Lihat Foto
freepik
Ilustrasi susu steril
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Topik mengenai susu sedang ramai dibahas dalam beberapa hari terakhir ini. Terutama soal susu beruang yang kemarin viral karena diperebutkan banyak orang. 

Banyak yang mengungkapkan stoknya langka di pasaran, hingga harganya melonjak dari harga normal. 

Susu bergambar beruang merek Bear Brand banyak dicari karena diyakini dapat menangkal virus corona. Meskipun hal itu dibantah oleh ahli. 

Baca juga: Rebutan Susu Beruang, Panic Buying Corona, dan Kepanikan Warga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah ahli gizi mengatakan, mengonsumsi susu memang dapat meningkatkan imunitas tubuh, tetapi bukan berarti harus memilih produk susu tertentu untuk dikonsumsi.

“Tapi ya tidak harus Bear Brand, susu yang lain juga bagus,” ujar pengajar di Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Lily Arsanti Lestari. 

Ia mengatakan, susu mempunyai kandungan nilai gizi yang baik, protein, dan mineral.

“Di susu ada protein, vitamin A dan B12, Zn, selenium, serta mineral lain yang bermanfaat untuk kesehatan,” ujar Lily.

 

Namun apabila ditelusuri, sejak kapan persisnya manusia mengonsumsi susu?

Kebiasaan gembala di Eropa Utara

Melansir BBC, sekitar 10.000 tahun yang lalu, hampir tidak ada orang yang minum susu sapi atau hewan lainnya.

Orang pertama yang minum susu secara teratur adalah para petani dan penggembala di Eropa Barat, di mana mereka memulai kebiasaan memelihara hewan, termasuk sapi.

Pada mulanya, susu dikenal sebagai makanan bayi, yang tidak diperuntukkan bagi orang dewasa. Manusia dewasa yang meminum susu banyak mengalami perut kembung, kram yang menyakitkan, dan bahkan diare.

Susu mengandung jenis gula yang disebut laktosa, yang berbeda dari gula yang ditemukan dalam buah dan makanan manis lainnya.

Ketika masih bayi, tubuh membuat enzim khusus yang disebut laktase yang memungkinkan manusia mencerna laktosa dalam air susu ibu. Akan tetapi, setelah disapih kemampuan ini berhenti.

Baca juga: 5 Fakta tentang Susu, Bukan Satu-satunya Sumber Kalsium

 

Intoleransi laktosa

Tanpa laktase, seseorang tidak dapat mencerna laktosa dalam susu dengan baik. Jadi, orang Eropa pertama yang minum susu kemungkinan besar sering kentut setelah minum susu.

Kemudian, evolusi terjadi. Beberapa orang mampu menjaga enzim laktase tetap aktif hingga dewasa.

Mereka minum susu tanpa efek samping. Ini adalah hasil mutasi pada bagian DNA yang mengontrol aktivitas gen laktase.

Di Eropa Utara, lebih dari 90 persen orang persisten laktase atau mampu menolerir laktosa dalam tubuh mereka. Hal yang sama berlaku di beberapa populasi di Afrika dan Timur Tengah.

Tetapi ada juga populasi di mana persisten laktase jauh lebih jarang. Seperti terjadi pada orang Afrika, beberapa di Asia dan Amerika Selatan.

Ada kemungkinan populasi ini tidak memiliki akses ke susu hewani, sehingga tidak berada di bawah tekanan evolusi dan tidak perlu beradaptasi untuk meminumnya.

Baca juga: Sejarah Susu Diminum Manusia, Awalnya dari Anggapan Sapi Hewan Suci

Menyebar di berbagai negara

Asisten profesor Museum Humankind Paris, Laure Ségurel berpendapat, aslel persistensi laktase di Eropa muncul sekitar 5.000 tahun lalu di Eropa Selatan. Kemudian mulai muncul di Eropa Tengah sekitar 3.000 tahun yang lalu.

Saat ini, minum susu adalah praktik umum di Eropa utara, Amerika Utara, bahkan di berbagai negara lainnya.

Menurut laporan 2018 dari IFCN Dairy Research Network, produksi susu global telah meningkat setiap tahun sejak 1998.

Dari catatan tahun 2017, sebanyak 864 juta ton susu diproduksi di seluruh dunia. IFCN memperkirakan permintaan susu akan terus naik 35 persen pada tahun 2030 menjadi 1.168 juta ton.

Baca juga: Mengenal Sejarah Susu dalam Rangka Hari Susu Sedunia 2021

 

Susu olahan

Menutip Times, pada abad ke-18 dan 19, minum susu menjadi kebiasaan modis orang Eropa dan Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat, susu adalah minuman pertama yang pernah diuji di laboratorium ilmiah. Kemudian, muncullah industri-industri susu olahan.

Orang-orang jadi semakin jarang memberi ASI dan menggantinya dengan makanan "buatan" berupa susu hewani.

Hal ini menyebabkan bencana di kota-kota besar seperti New York, Boston, Chicago, London, dan Paris. Anak-anak banyak yang meninggal dengan kecepatan yang mengejutkan.

Paling parah terjadi di Manhattan. Susu menjadi produk berbahaya di Manhattan, karena perusahaan susu dibangun di sebelah pabrik bir. Sapi diberi makan sisa slop dari pembuatan bir. Akibatnya, pada tahun 1840an, hampir separuh bayi yang lahir di Manhattan meninggal saat masih bayi.

Baca juga: Video Viral Pembeli Rebutan Susu Beruang, Benarkah Berkhasiat?

Produksi susu sapi

Makanan alternatif "buatan" menggunakan susu hewan mamalia sampai saat ini masih menjadi perdebatan.

Hal ini karena susu dari spesies yang berbeda mengandung jumlah lemak, protein, dan gula yang berbeda.

Produk susu pun tak terbatas hanya dari sapi saja, tetapi juga hewan mamalia lainnya. Misalnya, kambing, unta, domba dan lainnya. Bahkan kini susu diolah dari tumbuhan, seperti kedelai.

Susu sapi paling banyak ditemui di pasaran, tetapi hanya sedikit yang mengklaim bahwa itu adalah susu yang ideal untuk manusia. Sementara, keledai dianggap sebagai kandidat terbaik untuk komposisi susu yang sebanding.

Baca juga: Ramai Rebutan Susu Beruang Saat Corona Melonjak, Ini Kata Ahli Gizi UGM

Alasan susu sapi lebih mudah diakses, karena sapi adalah hewan yang paling produktif dan paling mudah untuk diajak bekerja sama dari semua mamalia.

Bakhan karena tingkat produksinya yang sangat tinggi, jenis sapi Holstein hitam dan putih telah menjadi standar di seluruh dunia, meskipun faktanya susunya bisa dibilang memiliki kualitas yang lebih rendah daripada jenis lain yang kurang produktif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi