KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari.
Diberitakan Kompas.com, Senin (5/7/2021), Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan pengadilan tinggi.
Diketahui, Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Pertama, Pinangki dinyatakan terbukti menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Baca juga: Berkaca dari Jaksa Pinangki, Mengapa Sejumlah Orang Suka Operasi Plastik?
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Selain itu, Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Mereka terbukti menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Baca juga: Diduga Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Berapa Kekayaan Jaksa Pinangki?
Lantas seperti apa perjalanan kasus Jaksa Pinangki?
Perjalanan kasus Pinangki
Pinangki Sirna Malasari, sebelumnya berstatus sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pinangki mulanya ramai dibicarakan setelah fotonya bersama Djoko S Tjandra dan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko S Tjandra, viral di media sosial.
Dugaan pertemuan Pinangki dan Djoko S Tjandra tersebut dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan.
Baca juga: Ramai soal Kasus Jaksa Pinangki, Siapa yang Lebih Berhak Menanganinya?
Ini berdasarkan bukti foto bersama keduanya yang diperoleh MAKI.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan dalam foto terjadi sekitar 2019 di Kuala Lumpur untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko S Tjandra.
Dicopot dan dijadikan tersangka
Berdasarkan laporan itu, pihak Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan Djoko S Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Mengutip Harian Kompas, 30 Juli 2020, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengatakan, dari hasil pemeriksaan internal, terbukti bahwa Pinangki telah melakukan pelanggaran disiplin.
"(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019," kata Hari.
Baca juga: Sejumlah Kejanggalan dalam Penanganan Kasus Jaksa Pinangki
Divonis bersalah
Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan Pinangki sebagai tersangka tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Pinangki kemudian ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung pada 11 Agustus 2020 malam.
"Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus berdasarkan bukti permulaan yang cukup tadi malam menetapkan tersangka dengan inisial PSM," ujar Hari Setyono, dikutip dari Antara, 12 Agustus 2020.
Baca juga: Membandingkan Tuntutan Hukum Kasus Jaksa Pinangki dengan Kasus Pencurian
Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya.
Majelis kemudian menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta kepada Pinangki.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca juga: Saat KPK dan Kejagung Berebut Menangani Kasus Jaksa Pinangki...
Pinangki kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Majelis hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki, dari yang semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Diberitakan Kompas.com, 14 Juni 2021, terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim sehingga mengurangi lebih dari separuh masa hukuman Pinangki tersebut.
Baca juga: Ditahan akibat Kasus Djoko Tjandra, Ini Profil Irjen Napoleon Bonaparte
Pertama, Pinangki dinilai telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa.
Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik.
Pertimbangan selanjutnya, Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan lain, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Baca juga: Deretan Tersangka dalam Kasus Pelarian Djoko Tjandra...
Tak ada kasasi untuk Pinangki
Atas putusan itu, sejumlah pihak telah mendesak jaksa penuntut umum agar mengajukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung.
Namun, JPU memutuskan tidak akan mengajukan kasasi karena menganggap bahwa putusan itu sudah sesuai dengan tuntutan JPU.
Diberitakan Kompas.com, (5/7/2021) peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat, jika Kejagung tak mengajukan kasasi, berarti benar bahwa ada upaya untuk melindungi Pinangki.
"Jika tidak (mengajukan kasasi), maka dugaan publik selama ini kian terkonfirmasi bahwa Kejaksaan Agung sedari awal memang ingin melindungi dan berharap agar Pinangki dihukum rendah," kata Kurnia.
Baca juga: Perjalanan Kasus Jaksa Pinangki, dari Foto Bersama Djoko Tjandra hingga Menjadi Tersangka
Menurut Kurnia, Pinangki layak mendapatkan hukuman berat. Sebab, selain merupakan penegak hukum, Pinangki melakukan tiga tindak pidana sekaligus.
"Yaitu suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Lebih miris lagi, terdakwa menjalankan praktik korupsi guna membantu buronan korupsi yang sedang dicari oleh Kejaksaan Agung, Djoko S Tjandra," ujar dia.
Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga ada upaya menutupi peran "king maker" dalam perkara yang bertalian dengan terpidana Djoko S Tjandra tersebut.
Baca juga: Anita Kolopaking Ditahan, Bagaimana Perannya pada Kasus Djoko Tjandra?
Dugaan atas sosok "king maker" ini muncul saat majelis hakim membacakan vonis terhadap Pinangki.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, keberadaan "king maker" terbukti berdasarkan percakapan di aplikasi WhatsApp yang dibenarkan oleh Pinangki, saksi Anita Kolopaking, serta saksi Rahmat.
Sosok "king maker" disebut-sebut membantu Pinangki dan seorang saksi bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra untuk membahas pengurusan fatwa di MA.
"Saya menduga ini ada upaya untuk menutupi peran 'king maker' dalam kasus terkait Pinangki. Salah satu kunci 'king maker' itu ada di Pinangki," kata Boyamin.
Baca juga: Melihat Kembali 11 Tahun Jejak Pelarian Djoko Tjandra...