Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Embun Es Kembali Terjadi di Dieng, Suhu Minus 1 Derajat Celsius

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Hasta P
Embun upas yang mulai terlihat di Dieng, Jawa Tengah pada Senin (10/5/2021) pagi.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Fenomena embun es kembali terjadi di dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (6/7/2021).

Di media sosial Twitter, sejumlah akun membagikan unggahan yang memperlihatkan hamparan rumput di Dieng diselimuti oleh kristal es bening.

Baca juga: Selain Indah, Embun Es di Dieng Juga Bermanfaat bagi Petani, Simak Penjelasannya...

Baca juga: 20 Februari 1979, Letusan dan Gas Beracun di Dieng Tewaskan 149 Orang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu minus 1 derajat

Kepala UPTD Pengelola Obyek Wisata Banjarnegara, Sri Utami, membenarkan terjadinya fenomena embun es itu.

Uut, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa embun es atau yang biasa disebut embun upas oleh warga lokal terjadi di area Candi Arjuna.

Dia mengatakan, fenomena itu terjadi pada Rabu (6/7/2021) pagi. 

"Suhu terpantau minus 1 derajat celsius," kata Sri Utami saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (7/7/2021) malam.

Baca juga: Ramai di Twitter, Ini Penjelasan Pihak Pengelola soal Embun Es di Dieng

Belum dibuka untuk wisatawan

Fenomena alam embun es di dataran tinggi Dieng yang terjadi pada musim kemarau merupakan salah satu daya pikat bagi wisatawan untuk berkunjung.

Pada 25 Juli 2020, tercatat wisatawan yang berkunjung ke Dieng untuk menikmati hamparan embun es mencapai 1.200 orang dalam sehari.

Namun, pada momen embun es tahun ini, Uut mengatakan, area wisata Dieng tertutup untuk wisatawan.

Baca juga: Mengenal Apa Itu PPKM Darurat dan Bedanya dengan PPKM Mikro

Penutupan dilakukan karena saat ini pemerintah tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat 3-20 Juli 2021.

"Untuk obyek (wisata) tutup, meskipun embun upas mulai muncul lagi. Karena masa PPKM, wisatawan untuk menunda berkunjung ke Dieng," kata dia. 

Uut mengatakan, pembukaan obyek wisata Dieng masih akan menunggu keputusan dari pihak yang berwenang.

"Terkait hal tersebut, kami pelaksana di lapangan menunggu ketentuan," kata Uut.

Baca juga: Poin-poin Penting PPKM Darurat yang Berlaku 3-20 Juli 2021

Bermanfaat bagi petani

Tidak hanya indah dipandang, ternyata embun es yang terjadi di dataran tinggi Dieng juga memengaruhi aktivitas pertanian masyarakat, terutama pada tanaman kentang.

"Kalau untuk petani, memang kalau terjadi berulang kali (embun es) akan berpengaruh terhadap tanaman, khususnya kentang," kata Uut, seperti diberitakan Kompas.com, 26 Juli 2020.

Ia menuturkan bahwa embun es ini bisa menyebabkan gagal panen, dan juga kerugian pada petani kentang.

Namun, setelah embun es berlalu, tanah justru menjadi lebih subur dan hasil panen berikutnya menjadi lebih baik.

"Kalau keterangan dari petani sendiri, memang ketika terkena embun upas, itu bisa menyebabkan gagal panen. Tapi pasca-itu, mereka mendapatkan nilai lebih. Panen berikutnya biasanya melipat," kata Uut.

Baca juga: Fenomena Aphelion 6 Juli 2021 dan Penjelasan Lapan soal Suhu Dingin...

Proses sterilisasi alam

Mengutip Harian Kompas, 9 Agustus 2019, para petani di Dieng mengamati bahwa fenomena embun upas tak ubahnya proses sterilisasi alam.

Dari pengamatan sejumlah petani, diketahui bahwa setelah terserang embun upas, masa tanam berikutnya panen kentang yang dihasilkan bisa berlipat ganda.

Hal itu disebabkan bakteri dan hama penyerang kentang ikut mati akibat dinginnya embun es.

Baca juga: Saat Covid-19 Telah Menginfeksi Pendaki Gunung Everest...

Dalam kondisi normal, kentang yang dapat dipanen berkisar 12-15 ton per hektar.

"Embun upas juga membunuh organisme tanaman pengganggu dan ulat kentang sehingga tanah makin subur dan hasil panen berikutnya bisa berlipat,” kata Saroji, petani kentang yang memiliki warung makan serta penginapan di Dieng.

Hal serupa disampaikan Umar, petani lainnya. Ia memilih membiarkan ladangnya begitu saja sambil menunggu serangan embun upas selesai.

”Ini proses sterilisasi alam karena hama seperti lalat dan jamur ikut mati. Yang penting sabar saja,” ujar Umar yang juga mencari nafkah dengan berjualan minuman dan makanan ringan di kompleks Candi Arjuna.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Penaklukan Pertama Puncak Everest

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi