Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Turun Kelas, Apa Dampaknya? Sulit Cari Kerja hingga Tua Sebelum Kaya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN
Antrian pencari kerja yang mencari peruntungan di Cianjur Job Fair 2019 di Lapang Prawatasari, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (25/06/2019)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Indonesia turun kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country).

Hal ini berdasarkan laporan Bank Dunia (World Bank) pada 1 Juli 2021.

Sebelumnya, Indonesia masuk kategori negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) pada 2019.

Dalam laporan yang diperbarui setiap 1 Juli itu, penurunan kelas terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita pada tahun 2020.

Tahun lalu, pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3.870 dollar AS, turun dari tahun 2019 yang sebesar 4.050 dollar AS.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah

Menurut Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Arif Budimanta, pandemi menjadi penyebab turun kelasnya Indonesia.

"Sejak awal 2020 seluruh dunia termasuk Indonesia masuk ke dalam pandemi. Penyelamatan masyarakat dan kesehatan menjadi prioritas, social distancing diterapkan dengan adanya PSBB dan PPKM sehingga mobilitas masyarakat berkurang dan laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi," kata Arif, seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (8/7/2021).

Apa dampak Indonesia turun kelas?

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira turunnya peringkat Indonesia punya beberapa konsekuensi.

Apa saja?

1. Tertunda jadi negara maju

Bhima mengungkapkan, Indonesia kemungkinan akan lebih lama menjadi negara maju. Prosesnya menjadi tertunda.

"Seharusnya setelah upper middle income country kita menjadi high income country. Berarti untuk menjadi negara maju makin terlambat," kata Bhima kepada Kompas.com, Kamis (8/7/2021).

2. Sulit mencari lapangan pekerjaan

Dampak lainnya, Indonesia bisa saja terjebak dalam jebakan kelas menengah atau middle income trap.

Dia memperkirakan, dalam 25 tahun ke depan, Indonesia tetap menjadi negara berpendapatan menengah.

"Ini konsekuensinya mulai dari sulitnya mencari lapangan pekerjaan, karena kita juga sedang ada bonus demografi yang puncaknya 2030. Sementara anak mudanya banyak lulus dari perguruan tinggi, tetapi karena ekonominya tidak mengalami pertumbuhan siginifikan maka lapangan kerjanya menjadi sangat terbatas," ujar Bhima.

Efek yang bisa terjadi, lanjut dia, serapan tenaga kerja baru menjadi kurang optimal, tingkat pengangguran usia menjadi tinggi.

Ironi karena sekarang Indonesia sudah menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran muda yang tinggi di Asia Tenggara.

Baca juga: Kaleidoskop 2020: Babak Belur Ekonomi Dunia dan Upaya Tetap Bertahan

3. Tua sebelum kaya

Bhima mengungkapkan, dampak lainnya, orang Indonesia akan tua sebelum kaya. Perlindungan sosial yang didapat dari pemerintah sedikit.

"Sementara perlindungan sosial kecil, pendapatan secara rata-rata tidak mengalami kenaikan yang tinggi. Alhasil kehidupan akan begini-begini saja, tidak ada peningkatan kualitas hidup warga Indonesia secara umum baik dalam hal kesehatan maupun dalam hal pendidikan," kata Bhima.

Sementara, lansia mengalami kehidupan stagnan. Anak-anak mudanya terancam menjadi generasi sandwich. Generasi milenial dan generasi Z bersiap menjadi generasi sandwich.

"Akan makin banyak anak muda yang masuk ke dalam generasi sandwich, generasi yang harus menanggung beban keuangan orangtuanya karena orang tuanya masuk ke usia pensiun. Sementara, dia juga harus menanggung beban dari keluarga kecilnya (anak istri)," ujar Bhima.

Menurut Bhima, beban berat ditanggung generasi sandwich, bahkan lebih berat daripada generasi sebelumnya.

4. Minim investasi

Bhima juga mengungkapkan, Indonesia akan kurang diminati dalam hal investasi karena menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah.

"Jadi Indonesia tidak termasuk negara tujuan investasi yang secara profil risiko aman, tapi Indonesia termasuk negara risiko yang tinggi. Minat investasi dari luar negeri untuk menanamkan modalnya jadi berkurang," kata dia.

Negara lain akan mencari negara yang berpendapatan menengah ke atas.

5. Ketagihan utang

Menurut Bhima, Indonesia akan ketagihan berutang karena kondisi ini dan menjadi sasaran para kreditur.

"Karena dengan turun kelas ini akan banyak kreditur-kreditur yang memberikan pinjaman kepada Indonesia, karena dianggap Indonesia belum mampu mendorong penerimaan pajak sendiri yang optimal atau sumber-sumber pembiayaan di dalam negerinya," kata Bhima.

Dia mengingatkan, utang bisa menjadi beban bagi rakyat Indonesia. Saat ini saja, Indonesia harus membayar bunga utang sekitar Rp 370 triliun.

Adakah sisi positifnya?

Di antara sederet potensi dampak negatifnya, Bhima memandang, ada satu sisi positif dari penurunan kelas ini.

Positifnya, Indonesia akan mendapatkan fasilitas-fasilitas perdagangan seperti GSP (Generalized System of Preference).

"Artinya kalau Indonesia mengirim barang ke luar negeri tarifnya bisa sangat rendah, karena dianggap negara berpendapatan menengah ke bawah atau negara yang masih membutuhkan asistensi dari negara-negara maju," kata Bhima.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi