Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pelecehan Seksual di Acara Televisi, Ini Kata Komnas Perempuan

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi pelecehan seksual.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Di media sosial Twitter, warganet memperbincangkan pelecehan seksual yang dialami oleh DC, co-host sebuah tayangan televisi swasta.

Akun Twitter @khalisha_cr mengunggah video yang berasal dari akun TikTok sebuah televisi swasta, pada Jumat (9/7/2021).

Unggahan ini viral dan mendapatkan respons dari warganet.

Meski video tersebut telah dihapus dari unggahan akun televisi swasta itu, warganet masih memiliki jejak digitalnya.

Video itu menampilkan DC yang menolak tegas tindakan pelecehan seksual yang dilakukan seorang pria berbaju putih.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kamu jangan megang-megang, tolong. Kayak gitu. Sama cewek itu kamu harus hormat. Enggak boleh pegang-pegang kayak gitu," tegas DC.

Hal ini terjaid di tengah kerumunan, disorot kamera dan ada polisi di lokasi kejadian.

Tindakan semacam ini, menurut Komnas Perempuan, merupakan bentuk pelecehan sesksual.

Baca juga: Mengalami Pelecehan Seksual, Apa yang Harus Dilakukan?

Tidak konsensual

Pelecehan dan kekerasan sesksual merujuk pada tidak adanya unsur konsensual atau kesepakatan.

Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan, bentuk pelecehan seksual bisa dalam bentuk fisik atau nonfisik pada orang lain yang tidak dikehendaki, berhubungan dengan tubuh, keinginan seksual, dan/atau fungsi reproduksi.

"Definisi ini menunjukkan adanya unsur non-konsesual, pemaksaan (koersi), agresi, relasi kekuasaan tak setara di mana laki-laki merasa berhak melakukan apa maunya dan korban merasa dilecehkan atau direndahkan," kata Rainy, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/7/2021).

Relasi kekuasaan yang dimaksud, pelecehan dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan. Dalam hal ini, perempuan merupakan kaum yang paling rentan mengalami kekerasan seksual.

"Menyentuh tubuh tanpa izin, apalagi oleh orang tak dikenal di tempat umum, menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan," ujar Rainy.

Tak patut ditertawakan

Rainy berpendapat, masih banyak orang, termasuk aparat penegak hukum menganggap pelecehan seksual seperti mencolek tubuh, menyentuh tubuh atau bersuit (catcalling) sebagai keusilan semata.

Akhirnya, hanya menganggap tindakan semacam ini sebagai kenakalan biasa yang tak perlu dipersoalkan.

"Itu sebabnya, ketika korban tersinggung dan marah-marah, ia justru ditertawakan, dipandang negatif, yang artinya reviktimisasi sementara pelaku dibela," kata Rainy.

Padahal, korban sudah merasakan agresi, yaitu ketika tubuhnya disentuh atau dipegang semau pelaku. Dengan demikian, secara psikis korban merasa terancam.

Beda pelecehan dan bukan

Perbedaan besar antara tindakan pelecehan seksual dan bukan, ada pada konsensual atau kesepakatan dua belah pihak.

Merangkul, berjabat tangan, menepuk bahu, menyapa, semuanya bukan tindakan pelecehan seksual jika semua pihak merasa nyaman dan dalam konteks yang jelas.

"Konteksnya (harus) jelas, (misalnya) perjumpaan dua sahabat lama yang telah lama berpisah dan tak ada unsur paksaan atau agresi," kata Rainy.

Akan tetapi, jika sentuhan atau rangkulan membuat seseorang tidak nyaman maka ada indikasi pelecehan.

Baca juga: Catahu 2021, Laporan Perkawinan Anak dan Pelecehan Siber Meningkat

Yang harus dilakukan

Ketika mendapati tindakan pelecehan di ruang publik, Rainy mengingatkan, agar tidak menertawakan korban.

"Karena itu berarti membuatnya dua kali menjadi korban (reviktimisasi)," ujar dia.

Jika menjadi saksi kejadian pelecehan seksual, kita bisa merekam pelakunya sebagai alat bukti.

Untuk mendukung dan membantu korban, kita bisa mengingatkan pelaku dan publik bahwa perbuatan tersebut merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dapat dikenakan sanksi hukum.

"Pelecehan seksual bukan kenakalan atau perbuatan iseng melainkan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan pelanggaran hukum," kata Rainy.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi