KOMPAS.com - Warganet belum lama ini ramai memperbincangkan bleaching atau proses penghilangan pigmen warna rambut pada monyet.
Keramaian ini salah satunya muncul dari utas diunggah oleh akun Twitter @indiratendi.
Ia mengungkapkan mengenai monyet albino seorang pesohor, yang ternyata merupakan hasil bleaching.
Baca juga: Viral, Video Membuang Udara Kotor dari Paru-paru dengan Meniup Cairan Antiseptik Lewat Sedotan
Baca juga: Viral, Video Lembaran Kertas Kartu Vaksin Covid-19, Apa Fungsinya?
Lantas apa bahaya bleaching pada monyet, serta dampaknya bagi manusia?
Ada paksaan
Bleaching merupakan suatu metode menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan pigmen rambut.
Metode ini dipakai untuk rambut manusia.
Dokter hewan Nofan Rickyawan menyatakan bahwa belum ada metode bleaching atau bahan kimia sejenis yang diformulasikan khusus untuk hewan.
Sehingga, kemungkinan besar bleaching pada hewan menggunakan bahan kimia yang sama dengan manusia.
Salah satu pengaruh buruk apabila bleaching dipraktikkan pada monyet, Nofan menjelaskan bahwa tentu monyet akan merasa tidak nyaman. Monyet dapat menjadi agresif dan menyerang manusia.
"Apalagi dalam proses bleaching kemungkinan besar dilakukan secara paksa, sehingga menimbulkan stress, sakit, trauma dan peningkatan agresifitas pada monyet tersebut bahkan dapat melukai manusia," kata Nofan saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: Viral Foto Patung Pocong di Alun-alun Lamongan, Ini Penjelasannya
Efek jangka panjang
Proses bleaching pada kulit atau rambut manusia yang tidak cocok dapat menyebabkan efek samping, seperti kerusakan rambut, iritasi kulit, alergi bahkan sampai kanker.
Maka, Nofan menerangkan bahwa efek sampingnya pada hewan, kemungkinan besar juga sama bahkan bisa lebih parah.
"Dampak jangka panjang tentunya akan menyebabkan gangguan kesehatan," ujar Nofan.
Adapun mengenai bleaching yang memudar, prinsipnya sama seperti pertumbuhan rambut manusia sehingga ada kemungkinan dapat kembali normal. Nofan menjelaskan pengaruh lain, yaitu pada interaksi monyet dengan kelompoknya.
"Monyet yang diubah warna rambutnya dapat memberikan dampak diasingkan dari kelompoknya. Hal tersebut terjadi karena perbedaan warna, sehingga dapat menyebabkan gangguan psikologis dan sosial bagi monyet itu sendiri dan kawanannya," jelas Nofan.
Baca juga: Viral, Video Railfans Berdiri di Tengah Rel demi Rekam Momen Kereta Melintas, Begini Kata PT KAI
Penyiksaan
Menanggapi fenomena ini, Program Manager Animal Friends Jogja, Angelina Pane menyatakan bahwa praktik ini jadi salah satu penyiksaan pada hewan.
Ia tidak setuju dengan praktik ini, karena pada dasarnya pihaknya percaya bahwa satwa liar seperti monyet harus hidup di habitat aslinya.
"Dari awal kita tidak setuju dengan perdagangan dan pemeliharaan monyet. Memang mereka tidak dilindungi penuh. Kita percaya bahwa satwa liar harusnya lestari di habitatnya," kata Angelina saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).
Ia juga mengamati bahwa proses penangkapan monyet dari alam dinilai kejam, seperti mengambil bayi monyet dari induk atau habitat aslinya.
Baca juga: Viral Video Kurir COD di Tangerang Diancam Borgol oleh Konsumen, seperti Apa Ceritanya?
Sifat agresif pada bayi monyet belum keluar, tetapi tidak dapat dijamin ketika sudah dewasa. Padahal, semasa hidupnya monyet akan dikurung atau dibatasi ruang geraknya.
Lebih parah lagi, Angelina menyebutkan kasus-kasus pelepasan monyet sembarangan karena alasan bosan atau monyet sudah jadi dewasa dan agresif.
Praktik pemeliharaan monyet oleh manusia, sayangnya juga dilakukan oleh selebriti atau pesohor. Angelina miris melihat hal ini.
"Apalagi kalau dia adalah selebriti, kemudian follower-nya ikut dan akhirnya persoalan ini tidak akan pernah selesai. Tambah banyak yang diperdagangkan, ditangkap dari alam," tuturnya.
Baca juga: Viral, Video Mobil Goyang Saat Isi Bensin, Apa Sih Manfaatnya?
Celah
Salah satu penyebab maraknya pemeliharaan dan penyiksaan monyet, menurut Angelina karena adanya rasa dominasi manusia.
Manusia merasa paling berkuasa di bumi, sehingga berhak untuk menguasai mahluk hidup lainnya.
"Kalau banyak penelitian, sudah membuktikan manusia yang suka menyiksa hewan ada kecenderungan melakukannya juga pada manusia lain," ujar Angelina.
Untuk saat ini, Animal Friends Jogya belum memiliki data banyaknya moyet atau primata yang dipelihara di Indonesia.
Baca juga: Peringati Hari Primata, Ini Kondisi Rehabilitasi Satwa di Yogyakarta
Hal ini karena adanya banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk memelihara monyet. Telebih bagi orang kaya dan memiliki kuasa dan itu dibiarkan.
Sering kali, alasan untuk membenarkan pemeliharaan monyet adalah izin atau jalur yang sudah sesuai aturan. Menurut Angelina, tidak ada pembenaran apapun untuk memelihara monyet.
"Bagi kami tidak ada jalur yang baik. Mau sebaik apa pun, itu sudah salah. Kami mendesak pemerintah untuk pelarangan total," katanya.
Animal Friends Jogja sempat melakukan advokasi topeng monyet di DI Yogyakarta. Sampai akhirnya terbit surat edaran dari Sekertaris Daerah DI Yogyakarta tentang penertiban aktivitas topeng monyet.
"Kalau dulu kita data untuk topeng monyet, kemudian menghilang dari Jogja setelah ada penyitaan. Tapi setelah itu mereka keluar kota, pindah. Itu juga persoalan lagi karena belum ada pelarangan nasional," imbuhnya.
Baca juga: Selain Udang Asal Sulawesi, Ini 5 Hewan di Indonesia yang Terancam Punah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.