Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Disebut Episentrum Baru Covid-19 Asia, Epidemiolog Soroti Kebijakan yang Belum Sesuai

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO
Pemakaman Covid-19 Sumber gambar, Antara foto Keterangan gambar, Petugas pemakaman beristirahat usai memakamkan jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Selapajang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (2/7/2021).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Indonesia disebut menjadi episentrum baru penyebaran virus corona di Asia setelah kasus harian yang dilaporkan melampaui India.

Terbaru, 54.517 kasus baru dilaporkan pada Rabu (14/7/2021), melampau India dengan 41.854 kasus.

Media asing pun mulai menyoroti kondisi Indonesia saat ini.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengaku tak heran jika Indonesia kini menjadi episentrum Covid-19 Asia.

Menurut dia, data yang dilaporkan saat ini juga belum menunjukkan kondisi sesungguhnya di lapangan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kira-kira ya masih 8-10 kali lipat dari itu, karena testing kita masih jauh dari ideal," kata Windhu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/7/2021).

"Jadi kalau dikatakan episentrum itu ya jelas. Dengan kasus gini aja sudah tertinggi dunia, apalagi kalau sudah menemukan kasus di bawah permukaan yang besar itu," lanjut dia.

Baca juga: Indonesia Melampaui India, Bersiap Jadi Episentrum Baru Covid-19 Asia

Artinya, Windhu menyebut kondisi Indonesia saat ini sudah kritis dan menuntut adanya kebijakan-kebijakan yang sesuai.

Meski belum ideal, ia mengapresiasi Kementerian Kesehatan kini mulai menggenjot testing hingga 2-3 kali lipat standar WHO.

Namun, jika dibandingkan dengan India, angka itu masih jauh dari kata cukup.

"Di India data terakhir itu bisa sampai 20-30 kali per hari dari batas minimum. Inggris itu sekarang sudah bisa menggelar sepak bola dengan penonton tanpa masker. Itu karena tesnya sudah tinggi, 150 kali dari minimum WHO," jelas dia.

Dengan tes yang banyak, maka setiap kasus positif Covid-19 bisa ditemukan, sehingga tak ada lagi kekhawatiran di kalangan masyarakat.

Situasi sebaliknya masih dirasakan di Indonesia sampai saat ini.

Hasil PPKM belum maksimal

Terkait pelaksanaan PPKM Darurat, Windhu menilai, belum menunjukkan hasil yang maksimal.

Sebab, banyak indikator menyebutkan bahwa Indonesia masih tertekan.

Ia mengungkapkan, hal ini karena tidak adanya larangan mobilitas dalam aturan PPKM Darurat.

"Adanya paling syarat perjalanan, itu apa fungsinya? Untuk menahan penularan? Enggak ada. Mobilitas memang turun dikit, tapi tidak signifikan." ujar dia.

Menurut Windhu, jika PPKM Darurat bisa membuat 70 persen penduduk tinggal di rumah, maka transmisi virus bisa dicegah.

Alih-alih memperpanjang PPKM, Windhu mengusulkan agar kebijakan tersebut diubah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi