KOMPAS.com - Vaksinasi gotong royong individu yang awalnya diberlakukan secara berbayar menuai kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Ann Lindstrand menyampaikan hal tersebut yang dikutip dari Kompas.com.
Vaksinasi berbayar ini dikhawatirkan akan membuat masyarakat paling rentan akan kesulitan mendapatkan akses terhadap vaksin Covid-19.
"Pembayaran dalam bentuk apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, dan terutama selama pandemi ketika kita membutuhkan cakupan dan vaksin untuk menjangkau yang paling rentan," kata Linstrand, Senin (12/7/2021).
WHO menilai seharusnya vaksinasi selama pandemi diberikan secara gratis. Lalu mengapa vaksin berbayar tidak boleh diberlakukan?
Baca juga: Kritik dari WHO yang Berunjung Dicabutnya Rencana Vaksinasi Covid-19 Berbayar
1. Kerja sama COVAX diberikan secara gratis
WHO menjalankan kerja sama international COVAX selama masa pandemi.
Kerja sama yang melibatkan UNICEF, organisasi dan berbagai negara untuk memberikan vaksin gratis kepada negara yang membutuhkan.
"Tentu saja mereka memiliki akses vaksin yang gratis, hingga 20 persen dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerja sama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," jelas Linstrand.
2. Pendanaan operasional dari internasional
Kebutuhan dana yang tidak sedikit untuk masalah operasional seperti transportasi, logistik, peralatan dan biaya pengiriman.
Namun masalah tersebut bisa diatasi dengan mengajukan bantuan pendanaan ke Bank Dunia.
"Ada pendanaan yang tersedia untuk semua negara AMC melalui bank pembangunan multilateral, bank dunia dan sekarang juga Open Window dengan pendanaan yang cepat dan dapat diakses dari GAVI, dukungan pengiriman COVAX," tutur Linstrand.
AMC adalah advance market commitment, yang merupakan negara yang menjadi sasaran mendapat prioritas vaksin Covid-19
Baca juga: Rencana Vaksinasi Gotong Royong Berbayar yang Berakhir Pembatalan
3. Sedang dalam masa krisis
Kepala Teknik WHO untuk Covid-19 Mike Ryan menegaskan bahwa akses vaksin gratis diberikan kepada semua orang yang membutuhkan di masa kritis.
Sementara fakta yang ada bahwa di Asia Tenggara angka kematian harian hampir melebihi jumlah kematian harian di India.
"Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama seminggu terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen," ujar dia.
Salah satunya Indonesia sedang mengalami situasi sulit dengan kasus harian mencapai 6.000 kasus per hari.
"Saya pikir ini menjadi titik bahwa vaksinasi gratis, poin akses dalam kampanye massal vaksinasi untuk mereka yang paling rentan," kata Ryan.
4. Ribuan orang sekarat
Ryan menyampaikan, seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak akses vaksin melalui kerja sama COVAX.
Rencana awal adalah dengan memberikan vaksin pada kelompok rentan, seperti tenaga kesehatan dan mereka yang bekerja di garis depan.
"Sayangnya ini tidak berhasil dan sekali lagi kita melihat ratusan, ribuan orang terinfeksi dan lebih penting lagi orang-orang dirawat di rumah sakit dan sekarat yang dapat dan seharusnya dilindungi sejauh ini dalam pandemi ini," imbuh Ryan.
Baca juga: Vaksinasi Berbayar Dibatalkan, Istana Tegaskan Vaksinasi Gotong-royong Tetap Ditanggung Perusahaan
Mendapatkan banyak respon kritik dari dunia internasional dan masyarakat Indonesia, Presiden RI Joko Widodo akhirnya mencabut rencana vaksinasi gotong royong individu berbayar tersebut.
Hal tersebut diungkap Sekretaris Kabine Pramono Anung melalui tayangan YouTube sekretariat Presiden Jumat (16/7/2021).
Dengan demikian, Pramono memastikan, vaksinasi akan tetap digratiskan bagi seluruh masyarakat. Pramono menyebut, mekanisme vaksinasi gotong royong pun akan dilakukan seperti sedia kala.
Namun perusahaan akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.