Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Uang Pecahan Rp 2.000 Diwarnai Menyerupai Rp 20.000, Ini Penjelasan BI

Baca di App
Lihat Foto
Twitter
Tangkapan layar uang kertas pecahan Rp 2.000 diwarnai hijau menyerupai uang kertas pecahan Rp 20.000.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Sebuah unggahan berisi informasi mengenai adanya uang kertas pecahan Rp 2.000 yang diwarnai hijau menyerupai uang kertas pecahan Rp 20.000 viral di media sosial pada Jumat (23/7/2021).

Informasi itu diunggah oleh akun Twitter @jowoshitpost.

"Ati-ati lur okeh wong bosok utek e," tulis akun @jowoshitpost.

Dalam twit itu disematkan video berdurasi 36 detik yang menampilkan seorang perempuan penjual makanan yang ditipu dengan uang pecahan Rp 2.000 dikira uang Rp 20.000.

Disebutkan juga bahwa kejadian penipuan warna Rupiah tersebut diduga terjadi di Surabaya dan sekitarnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sang penjual makanan mengaku kejadian penipuan yang dialaminya berlangsung sangat cepat, di mana pelaku dan korban sedang dalam keadaan terburu-buru.

Sehingga, apes bagi korban karena tidak mencermati uang yang digunakan saat pembayaran makanan.

Hingga Sabtu (24/7/2021), video itu sudah ditonton sebanyak 74.700 kali dan disukai sebanyak 3.528 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Lantas, apakah ada sanksi atas tindakan mengubah uang rupiah tersebut?

Baca juga: Viral, Video Bendera Putih Dipasang di Ampel, Warga Disebut Menyerah pada PPKM, Ini Penjelasannya

Bisa kena sanksi pidana

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, tindakan merusak Rupiah sudah ada sanksinya yang tertera pada Undang-Undang Mata Uang.

"Tindakan merusak Rupiah sendiri sudah ada sanksinya di UU Mata Uang. Bahwa kemudian uang itu dipakai buat menipu akan terkena pasal penipuan," ujar Erwin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/7/2021).

Diketahui, UU Mata Uang yang mengatur larangan mengubah Rupiah tertera dalam Pasal 25 ayat 2.

Berikut bunyi pasal tersebut: "Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah".

Sedangkan, sanksi bagi pelaku yang melakukan pengubahan uang Rupiah tercantum dalam Pasal 35 ayat 2.

Berikut bunyi pasal terkait sanksi mengubah Rupiah:

"Setiap orang yang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar," bunyi pasal tersebut.

Masih bisa ditukar

Karena sebagian warna uang kertas sudah diubah, Erwin menyampaikan, uang tersebut masih sah sebagai alat tukar atau alat pembayaran.

Namun, bagi masyarakat yang menemukan atau mendapatkan uang dengan kondisi sudah diubah, Erwin menyarankan untuk segera ditukar ke kantor BI terdekat.

"Kami akan sangat mengapresiasi kalau uang itu ditukarkan ke kantor BI terdekat supaya tidak disalahgunakan," ujar Erwin.

Sebab, dengan menukarkan uang yang rusak, keuntungannya bisa mendapatkan uang kondisi layak edar dan bisa ditransaksikan kembali.

Baca juga: Ramai soal Gagal Vaksin karena Terkendala KTP Lama dan Fotokopi, Ini Kata Kemenkes

Syarat penukaran uang rusak

Tidak semua uang rusak bisa ditukarkan, menurut pemberitaan Kompas.com, (21/11/2020), masyarakat hanya bisa menukarkan uang rusak yang merupakan uang Rupiah asli.

Selain itu, uang tersebut masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

Jika uang yang rusak itu sudah dicabut dna ditarik dari peredaran oleh BI, uang yang bisa ditukar adalah yang belum habis masa penukarannya.

Adapun besar uang yang bisa ditukar harus lebih dari 2/3 ukuran uang, jika kondisi uang robek atau sobek.

Artinya, kerusakan atau bagian yang hilang karena sobek tidak boleh lebih dari 1/3 bagian.

Kemudian, jika uang terdiri dari 2 bagian harus ada nomor seri yang sama di kedua bagian tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi