Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Berakhir Hari Ini, Diperpanjang atau Tidak?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA
Petugas Kepolisian dan TNI menjaga penyekatan di Jalan HZ Mustofa Kota Tasimmalaya, saat PPKM Darurat diperpanjang sampai 25 Juli 2021, Rabu (21/7/2021).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 dan Level 4 yang berlaku sejak 21 Juli 2021 akan berakhir pada hari ini, Minggu (25/7/2021). 

Hingga Minggu (25/7/2021) pagi belum diketahui apakah PPKM ini akan diperpanjang atau tidak.

Sebelumnya, pemerintah memperketat mobilitas warga Indonesia dengan menerapkan PPKM Darurat pada 3-20 Juli.

Pemerintah hanya memperpanjang 5 hari dan akan melakukan pembukaan bertahap jika kasus Covid-19 menurun.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," ujar Jokowi, dalam keterangan pers yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, 20 Juli 2021.

Baca juga: Daftar Usaha yang Bisa Buka hingga Pukul 21.00 jika PPKM Jadi Dilonggarkan

Apakah PPKM Level 3 dan 4 seharusnya diperpanjang atau tidak?

Menurut Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo, ada yang lebih esensial terkait PPKM diperpanjang atau tidak.

"Kalau substansinya tidak diubah dengan lebih ketat agar mendorong minimum 70 persen warga masyarakat stay at home pada waktu yang sama, ya mau diperpanjang seberapa pun ya begini-begini saja," kata Windhu, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/7/2021).

Ia menyebutkan, jika PPKM diperpanjang, perlu langkah yang lebih ekstra untuk menghentikan mobilitas.

Windhu mengatakan, persoalannya, PPKM Darurat maupun PPKM Level 3-4 masih memperbolehkan masyarakat berpindah tempat dengan syarat tertentu seperti sertifikat vaksin dan hasil negatif tes Covid-19.

"Perlu ditambahkan: penghentian mobilitas, tidak ada perjalanan dengan persyaratan apa pun, kecuali keperluan esensial/kritikal," ujar Windhu.

Ia juga menyoroti sektor esensial/kritikal yang tidak semua bisa WFO. Pekerjaan yang sifatnya administratif seharusnya bisa dilakukan dengan WFH.

Namun, langkah itu saja tidak cukup.

Windhu menekankan, pemerintah juga harus memberikan kompensasi perlindungan sosial dalam bentuk bansos dan lain-lain yang tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat kecukupannya.

"Bandingkan dengan India yang mampu menurunkan kasus menjadi 1/8 dalam tempo 21 hari dengan kebijakan yang betul-betul proper dan tegas," kata dia.

Belum memenuhi indikator epidemiologi

Dihubungi terpisah, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menjelaskan, pelaksanaan PPKM yang berjalan hampir satu bulan ini, masih belum memenuhi indikator epidemiologi.

"Kalau berdasarkan indikator epidemiologi, kita dalam laju penyebaran yang sangat tinggi ditandai dengan pertambahan kasus positif," kata Dicky pada Kompas.com, Minggu (25/7/2021).

Selain itu, positivity rate Indonesia masih tinggi. Dicky mengungkapkan, test positivity rate Indonesia rata-rata di atas 20 persen. Ini terjadi hampir di semua provinsi (lebih dari 90 persen).

"Positivity rate memberikan pesan penting bahwa banyak kasus di masyarakat belum terdeteksi," kata dia.

Kemudian, pertumbuhan kasus dari semua provinsi ini rata-rata meningkat 50 persen. Dia mengungkapkan, hal itu juga sesuai dengan evaluasi WHO.

"Oleh karena itu, memang kalau bicara dari sisi indikator memang belum pas, bahkan harus diperketat PPKM ini apa pun namanya, esensinya membatasi pergerakan dan interaksi," ujar Dicky.

Hal lain yang jadi sorotan Dicky adalah PPKM telah berlangsung cukup lama di Indonesia.

Akan tetapi, hal itu ternyata tidak memberikan dampak yang signifikan, karena pemerintah tidak melakukan penguatan terhadap aspek yang fundamental.

Dicky menyebutnya sebagai jebakan lockdown.

Yang dimaksud jebakan lockdown adalah, ketika pembatasan terus dilakukan, tetapi testing, tracing, treatment lemah. Hal itu berbuntut pada tidak efektifnya pembatasan.

"Mau lockdown atau PPKM kasus akan terus meningkat menuju puncaknya. Saat ini kasus kita sudah lebih dari 200.000 sehari, tapi enggak usah kaget, memang banyak infeksinya," ujar Dicky.

Dicky berharap, pemerintah bisa melakukan pembatasan, 3T, visitasi (program kunjungan ke rumah), dan vaksinasi yang lebih kuat.

Jika tidak dilakukan akan berdampak pada fasilitas kesehatan yang kolaps dan kematian yang meningkat.

"Selain infeksinya makin banyak nanti seminggu lagi akan makin besar beban ke fasilitas kesehatan yang kemudian kematian 3 minggu lagi lebih dari 2.000. Semuanya itu under-reported," kata Dicky.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Aturan Perjalanan Transportasi Darat, Laut, dan Udara Saat PPKM Level 4

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi