KOMPAS.com - Dunia kini dihadapkan dengan tantangan baru dalam penanganan pandemi virus corona penyebab Covid-19.
Yaitu dengan kemunculan virus SARS-CoV-2 varian Delta yang dari hasil penelitian sangat cepat menular.
Dikutip dari Financial Times hingga 18 Juli 2021, varian Delta menyumbang 95 persen kasus Covid-19 di Afrika Selatan.
Baca juga: Waspadai, Berikut Ini 12 Gejala Covid-19 Varian Delta
95 persen kasus di Indonesia
Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan lebih dari 95 persen kasus Covid-19 di Indonesia yang terbaru adalah varian Delta.
Temuan ini berdasar penelitian yang dilakukan laboratorium Bio Safety Level (BSL) 3 LIPI dengan melakukan pengambilan sampel selama delapan hari terhitung dari tanggal 10-18 Juni 2021.
Ketua Tim Pengurutan Genom Menyeluruh (Whole Genom Sequencing/WGS) SARS-CoV-2 LIPI, Sugiyono Saputra membenarkan bahwa lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia disebabkan oleh varian delta.
"Berdasarkan data yang ada, terbukti bahwa lonjakan kasus yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh paparan virus SARS-CoV-2 varian delta," ujar Sugiyono dikutip dari Antara, Sabtu (17/7/2021).
"Jika dilihat dari data GISAID yaitu data genom SARS-CoV-2 yang berhasil di-sequencing dan diidentifikasi selama tiga pekan terakhir, lebih dari 95 persen merupakan varian Delta dan sisanya adalah varian Alfa dan varian lokal Indonesia," jelas Sugiyono.
Lantas, mengapa varian Delta bisa menyebar begitu cepat?
Baca juga: 10 Ciri Tertular Corona Varian Delta dan 6 Tempat yang Harus Dihindari
Penyebab varian Delta sangat menular
Untuk mengatahui alasan itu, ahli epidemiologi Jing Lu di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Provinsi Gungdong, China melacak 62 orang yang dikarantina setelah terpapar Covid-19 dan beberapa orang pertama di China yang terinfeksi varian Delta.
Tim menguji 'viral load' peserta penelitian setiap hari selama infeksi untuk melihat bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu, seperti dikutip dari Nature.
Para peneliti kemudian membandingkan pola infeksi peserta dengan 63 orang yang tertular virus SARS-CoV-2 asli pada tahun 2020.
Hasilnya, mereka melaporkan bahwa virus pertama kali terdeteksi pada orang dengan varian Delta empat hari setelah terpapar, dibandingkan dengan rata-rata enam hari di antara orang dengan jenis asli.
Hal ini menunjukkan bahwa varian Delta bereplikasi lebih cepat.
Baca juga: 4 Cara Kompres Foto untuk Syarat Daftar CPNS di SSCASN
Viral load 1.260 kali lebih tinggi
Orang yang terinfeksi varian Delta juga memiliki viral load hingga 1.260 kali lebih tinggi daripada orang yang terinfeksi Covid-19 dengan jenis aslinya.
Kombinasi dari besarnya jumlah viral load dan masa inkubasi yang singkat memberi penjelasan tentang tingkat penularan Delta.
"Banyaknya virus di saluran pernapasan berarti bahwa peristiwa superspreading cenderung menginfeksi lebih banyak orang," kata ahli epidemiologi di University of Hong Kong, Benjamin Cowling.
"Orang mungkin mulai menyebarkan virus lebih awal setelah mereka terinfeksi," kata dia.
Dengan masa inkubasi yang singkat, pelacakan kontak juga menjadi lebih sulit.
Peneliti genetika di University of Bern, Swiss, Emma Hodcroft sepakat mengenai mekanisme itu.
Ia dan Cowling sama-sama menduga bahwa perbedaan dalam viral load antara Delta dan virus aslinya cenderung berubah karena lebih banyak ilmuwan mempelajari virus di berbagai populasi.
Baca juga: Kisah Teori Konspirasi Vaksinasi Covid-19 AS yang Pengaruhi Keutuhan Rumah Tangga
Risiko rawat inap
Kendati demikian, sejumlah pertanyaan lain tentang varian Delta masih belum terjawab.
"Masih belum jelas, misalnya, apakah itu lebih mungkin menyebabkan penyakit parah daripada jenis aslinya dan seberapa baik ia menghindari sistem kekebalan," kata Hodcroft.
Ia berharap beberapa informasi ini akan muncul ketika para peneliti melihat lebih dekat pada populasi orang yang terinfeksi Delta dan varian lainnya yang lebih luas dan beragam.
Selain tingkat infeksi yang lebih tinggi, varian Delta juga membuat orang yang belum divaksin Covid-19 memiliki risiko lebih besar dirawat inap.