Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sekjen PKB
Bergabung sejak: 29 Agu 2020

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Mengentaskan "Herd Stupidity" di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/next143
Ilustrasi herd immunity
Editor: Heru Margianto

BERDASARKAN data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), hingga 18 Juli 2021, sudah 41 juta orang yang mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama dan 16 juta orang yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis.

Berdasarkan data KPC PEN itu pula diketahui jumlah penambahan orang yang divaksinasi dalam tiga minggu belakangan ini antara 800.000 hingga 1,1 juta orang per hari.

Melansir Pharmaceutical Technology, dalam konteks Covid-19, tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) adalah 60-70 persen, tetapi bisa lebih tinggi jika varian virus baru lebih menular.

Untuk mencapai 70 persen dari jumlah penduduk, Indonesia harus memvaksin penuh (dua dosis vaksin Covid-19) sekitar 189 juta penduduk. Dengan kata lain, Indonesia harus memiliki 378 juta dosis. Artinya, Indonesia masih perlu melangkah cukup jauh untuk mencapai titik herd immunity.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Herd Stupidity

Sayangnya, saat melangkah menuju herd immunity, masyarakat Indonesia justru disebut-sebut sedang terjebak dalam herd stupidity. Istilah herd stupidity tak diketahui siapa penggagas awalnya.

Namun, dalam konteks pandemi Covid-19, istilah tersebut muncul dalam kolom Palm Beach Post, 29 September 2020, dalam artikel yang ditulis Frank Cerabino.

Melalui artikel tersebut, Cerabino menyindir Presiden AS Donald Trump sebagai dokter dan Gubernur Florida Ron DeSantis sebagai perawat yang mempromosikan herd stupdity karena keduanya meremehkan protokol kesehatan seperti pemakaian masker dan penerapan social distancing.

Kemudian, melalui artikel One Result of Quarantine: Increased Herd Stupidity  yang tayang di medium.com, 8 Oktober 2020, Aaron Pace mengemukakan, “..ketika dokter dan ahli virologi mempertimbangkan kemungkinan ‘herd immunity’ masalah berbahaya pun menetas dan berkembang pesat di semua sudut gelap masyarakat yang compang-camping yaitu 'herd stupidity'.”

Menurut Pace, salah satu faktor penyebab herd stupidity adalah program isolasi atau karantina. Program itu ternyata dalam waktu yang singkat, telah menyebabkan sejumlah besar orang lupa bagaimana berinteraksi secara bertanggung jawab dengan orang lain.

Isolasi yang seharusnya membuat warga lebih perhatian dan sabar ternyata telah menyebabkan orang kehilangan akal sehatnya.

Istilah itu mengemuka lagi di media AS ketika aktivis Andrea Junker melalui akun twitternya, (@Strandjunker) menulis, "America, where herd immunity is killed by herd stupidity."

Hal senada disampaikan jurnalis multimedia David Leavitt (@David_Leavitt), "America won't ever attain Herd Immunity because we have too much Herd Stupidity."

Menurut urbandictionary, herd stupidity adalah tindakan bodoh yang dilakukan sekelompok orang bersama-sama, tanpa disadari. Mereka mengabaikan aturan yang sudah dibuat.

Aaron Pace bahkan menegaskan, herd stupidity tampak ketika sejumlah besar individu bertindak secara independen dan bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat.

Menurut dia, herd stupidity sangat tipis perbedaanya dengan herd mentality, yang berarti kecenderungan perilaku atau keyakinan orang untuk menyesuaikan diri dengan kelompok tempat mereka berasal.

Bagi kebanyakan orang, ini adalah perilaku tidak sadar. Jalan yang paling sedikit perlawanannya adalah menyesuaikan diri dengan perilaku kelompok.

Herd Stupidity di Indonesia

Di Indonesia, istilah herd stupidity menjadi populer ketika epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono men-tweet, Minggu, 20 Juli 2021.

Pandu menulis, "Indonesia sudah lama dalam kondisi herd stupidity. Perilaku manusianya yang dorong replikasi virus, memperbanyak diri dan berubah menjadi lebih mudah menular. Manusia yang mendapat amanah jadi pejabat dan manusia-manusia lain yang tidak berperilaku 5M dan enggan divaksinasi."

Memang, dalam konteks pandemi Covid-19, herd stupidity ditandai dengan pelanggaran protokol kesehatan secara komunal alias bersama-sama.

Misalnya, orang tetap mudik meski sudah dilarang. Orang masih mau berlibur ke tempat ramai, makan tanpa menjaga jarak di restoran, dan nongkrong meski sudah diberlakukan PPKM darurat.

Herd stupidity juga dapat digambarkan pada orang-orang yang mempercayai hoaks vaksinasi Covid-19.

Apa dampaknya? Seperti yang bisa dilihat di media massa, kita menghadapi gelombang kedua virus Corona.

Kasus pasien positif melonjak, BOR (bed occupancy rate) fasilitas kesehatan menipis, mutasi virus semakin cepat, dan angka kematian meningkat.

Berbagai kalangan menyebutkan bahwa herd stupidity, terjadi karena masyarakat mengalami pandemic fatigue atau kelelahan pandemi. Pandemi Covid-19 sudah berjalan lebih dari setahun. Pandemic fatigue itu menggangu secara emosi dan pikiran warga masyarakat.

Ada yang berpendapat bahwa herd stupidity muncul karena masyarakat sudah bosan dengan pandemi, bingung, dan akhirnya abai.

Ada pula warga yang merasa aman karena sudah divaksin, atau ketika melihat data kasus positif Covid-19 yang menurun.

Ada pula yang ikut-ikutan mengabaikan protokol kesehatan karena melihat tetangganya atau warga komunitasnya yang lain.

Hal itu kemudian diperkuat oleh pernyataan tak bertanggung jawab dari sejumlah figur publik yang disebarkan melalui berbagai kanal media sosial bahwa Covid-itu tidak ada, program vaksin itu berbahaya bagi kesehatan, atau penanganan Covid-19 itu sebuah proyek dan lain-lain.

Kombinasi berbagai hal ini kemudian membuat masyarakat nekat melakukan mobilitas dan abai pada protokol kesehatan sehingga tampak sebagai herd stupidity.

Herd stupidity vs herd intelligence

Sejatinya, konsep yang berseberangan langsung dengan herd stupidity adalah herd intelligence (kecerdasan kelompok) atau collective intelligence (kecerdasan kolektif).

Saat orang atau sekelompok warga berkumpul, pendulum hampir selalu akan berayun ke arah peningkatan kecerdasan kolektif atau sebaliknya.

Herd stupidity terjadi ketika sejumlah besar individu berkumpul, berkali-kali tanpa niat jahat, kemudian turun ke perilaku yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat.

Herd intelligence di sisi lain, adalah fenomena di mana sejumlah besar individu berkumpul, umumnya tanpa niat jahat, kemudian naik ke perilaku yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Don Tapscott dan Anthony D. Williams (2011), herd intelligence (collective intelligence) atau kecerdasan kelompok adalah kolaborasi massa.

Agar konsep ini terjadi, empat prinsip harus ada. Pertama, perlu ada keterbukaan dalam wujud kesediaan untuk berbagi ide dan menerima ide untuk meningkatkan wawasan.

Kedua, peering yaitu menekankan struktur organisasi yang bersifat horizontal, daripada yang vertikal. Sebab, peering lebih menggairahkan partisipasi dan kolaborasi.

Ketiga, berbagi informasi dalam rangka proses sosialisasi dan edukasi. Dalam era media sosial seperti sekarang ini, hal ini sangat efektif para kelompok tercerahkan melakukan aksi berbagi informasi yang baik melalui media sosial.

Keempat, bertindak dalam semangat global. Artinya, melalui teknologi komunikasi canggih, setiap warga dapat mengembangkan aksi yang melampaui kepentingan pribadi dan golongan, dan mengembangkan kolaborasi demi kepentingan global.

Menurut penulis, keempat prinsip yang disyaratkan Don Tapscott dan Anthony D. Williams itu sangat mungkin dipenuhi, karena selaras dengan karakter bangsa kita yang suka berbagi dan bergotong royong.

Edukasi melalui kanal media sosial

Hal penting untuk meng-counter arus negatif herd stupidity adalah menggelorakan aksi edukasi yang dipromotori oleh kawanan tercerahkan yaitu pemerintah, tokoh politik, tokoh agama, akademisi, tokoh masyarakat, figur publik seperti artis, dan pelaku media.

Mereka ini harus melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terus terhanyut oleh arus herd stupidity. Edukasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya melalui kanal media sosial atau melalui media massa.

Para pendakwah dari berbagai komunitas agama juga dapat memanfaatkan mimbar mereka mengedukasi umat tentang pentingnya protkes dan pentingnya vaksin. Mereka ini harus selalu memberikan data dan informasi yang benar dan akurat seputar Covid-19, progam vaksinasi dan PPKM.

Melalui cara itu, mereka membuka wawasan dan mengubah mindset warga masyarakat sehingga terbentuk apa yang kita sebut sebagai herd intelligence.

Namun, langkah kita tak boleh berhenti di situ. Artinya, selain mengembangkan herd intelligence, semua elemen bangsa, terutama para pihak yang disebut di atas perlu juga membangun herd behavior atau collective behavior.

Bagaimana cara membangun herd behavior?

Caranya tidak lain yaitu dengan memberikan contoh hidup atau teladan secara konsisten, Terutama, dalam menerapkan 5M protokol kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi.

Jadi, untuk mengentaskan herd stupidity, semua kita perlu bersinergi dan berkolaborasi menumbuhkan herd intelillgence (kecerdasan kelompok/ kolektif) dan herd behavior (perilaku kolektif yang positif).

Kita pasti bisa! 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi