Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Banyaknya Kematian Pasien Isoman Menurut Satgas Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Pantauan udara makam korban Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (23/7/2021). Pasien yang meninggal dunia bertambah 1.566, sekaligus rekor tertinggi sejak pandemi. Dengan demikian, total kasus kematian Covid-19 tembus 80.598 orang.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus pasien Covid-19 meninggal dunia tak hanya terjadi di rumah sakit, tetapi juga pasien yang menjalani isolasi mandiri (isoman).

Diberitakan kompas.id, 5 Juli 2021, menurut data LaporCovid-19 sejak Juni terdapat 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri.

”Secara total sejak Juni, menurut catatan kami, sudah ada 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri, tetapi trennya tiap hari meningkat,” kata Ketua Tim Data LaporCovid-19 Said Fariz Hibban.

Baca juga: Positif Covid-19, Ini Panduan Isoman dan Cara Dapatkan Obat Saat Isolasi Mandiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hibban mengatakan, data kematian pasien isolasi mandiri ini didapatkan dari laporan keluarga dan kerabat korban, selain juga dari laporan media massa dan media sosial yang kemudian diverifikasi.

Laporan kematian terbanyak terjadi di Jawa Barat, yaitu 102 orang; disusul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 64 orang; Banten 43 orang; Jawa Timur 34 orang; Jawa Tengah 27 orang; dan DKI Jakarta 26 orang.

Lantas, mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Nasional Brigjen TNI (Purn) Alexander K Ginting mengatakan, terdapat beberapa penyebab banyaknya pasien isoman yang meninggal dunia.

"Intinya mereka isoman yang awalnya ringan tapi tidak ada pendampingan, akhirnya pemburukan, terus sepsis atau gagal napas, dan meninggal dunia," ungkapnya kepada Kompas.com, belum lama ini.

Baca juga: Kapal Pelni Jadi Tempat Isoman di Makassar, Intip Fasilitasnya...

Tidak melapor

Dia menjelaskan, orang-orang yang terinfeksi bersembunyi di rumah, hanya mengurung diri dengan berbekal selembar hasil PCR atau Rapid Test Antigen.

"Mereka pikir dengan selembar hasil PCR dianggap sudah pengobatan," kata Alexander.

Penyebab lainnya, orang-orang yang terinfeksi itu tidak ke puskesmas dan tidak melapor ke RT karena malu serta takut mendapat stigma yang berakibat tidak dapat obat paket Covid-19.

Baca juga: Layanan Telemedicine Diperluas di 8 Kota, Ini Alur, Cara, hingga Jenis Obatnya

Alexander juga mengungkapkan penyebab lainnya, selama pandemi mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid takut berobat ke RS.

Kemudian, setelah beberapa hari isoman tanpa obat dan klinis perburukan gejala mereka tetap bertahan di rumah tanpa konsultasi ke fasyankes.

"Lalu saat sudah masuk Covid-19 fase 2 baru lapor tetangga, pesan ambulans dan saturasi sudah 90. Padahal 5 hari sebelumnya saturasi di atas 95," tuturnya.

Baca juga: Cara Cek Sertifikat Vaksin Covid-19

Rekomendasi

Menurutnya para pasien isoman perlu adanya pendampingan, baik pendampingan langsung maupun telemedicine.

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Alexander:

  1. Dalam PPKM ada kegiatan yang harus maksimal dikerjakan, yaitu pelacakan kontak atau contact tracing.
  2. Dalam kegiatan contact tracing output-nya adalah data orang yang terkonfirmasi, kontak erat, bergejala (suspect).
  3. Mereka yang kontak erat dikarantina serta mereka yang terkonfirmasi dan bergejala harus diisolasi.
  4. Bila tempat memadai dan situasi memungkinkan pasien bisa dirawat di rumahnya serta harus mengikuti panduan isolasi mandiri.
  5. Bagi yang bergejala ringan isoman. Lalu bagi yang bergejala sedang dan berat, baik dengan komorbid atau tanpa komorbid harus dirawat di rumah sakit.
  6. Kriteria pasien yang isoman antara lain kondisi rumah memadai, ada kamar tersendiri, kasus Covid-19 ringan, dan komorbid terkontrol.
  7. Bagi yang isoman kondisinya tidak dalam keadaan sesak, saturasi di atas 95, obat-obat komorbid tersedia, dan ada pendampingan dari RT-RW, puskesmas, atau Telemedicine dengan paket obat isoman.
  8. Jika ada pemburukkan seperti sesak, demam dan/atau penyakit penyerta komorbid kambuh maka segera ke rumah sakit.
  9. Harus tetap konsultasi dengan tim medis, seperti dokter atau perawat selama isolasi mandiri 14 hari.

Baca juga: Ingat, Masker Medis Sekali Pakai yang Dibuang Sembarangan Bisa Jadi Media Penularan Corona, Ini Cara Mengelolanya

Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19, Hery Trianto, memberikan panduan bagi pasien isoman untuk meminimalkan risiko kematian:

  1. Selalu memakai masker dan membuang masker bekas di tempat yang ditentukan.
  2. Jika sakit (ada gejala demam, flu dan batuk), maka tetap di rumah. Jangan pergi bekerja, sekolah, ke pasar atau ke ruang publik untuk mencegah penularan masyarakat.
  3. Manfaatkan fasilitas telemedicine atau sosial media kesehatan dan hindari transportasi publik. Beritahu dokter dan perawat tentang keluhan atau gejala. Selain itu beritahu juga riwayat bekerja ke daerah terjangkit atau kontak dengan pasien Covid-19.
  4. Selama di rumah, bisa bekerja di rumah. Gunakan kamar terpisah dari anggota keluarga lainnya, dan jaga jarak 1 meter dari anggota keluarga.
  5. Tentukan pengecekan suhu harian, amati batuk dan sesak nafas. Hindari pemakaian bersama peralatan makan, peralatan mandi, dan tempat tidur.
  6. Terapkan perilaku hidup sehat dan bersih. Konsumsi makanan bergizi, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta lakukan etika batuk-bersin.
  7. Jaga kebersihan dan kesehatan rumah dengan cairan disinfektan. Selalu berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi (kurang lebih 15-30 menit).
  8. Hubungi segera fasilitas pelayanan kesehatan jika sakit berlanjut seperti sesak nafas dan demam tinggi, untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Baca juga: Catat, Ini yang Boleh Dikonsumsi dan Harus Dihindari Pasien Covid-19 yang Jalani Isoman

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Batas Aman Saturasi Oksigen saat Isoman

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi