Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Joe Biden Sebut Jakarta Tenggelam 10 Tahun Lagi, Ini Kata Ahli Hidrologi

Baca di App
Lihat Foto
DOKUMENTASI BNPB
Tampilan banjir Jakarta di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, dari helikopter yang mengangkut Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat mereka meninjau kondisi banjir terkini pada Rabu (1/1/2020).
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, membahas mengenai krisis iklim dan pemanasan global saat berpidato di Kantor Direktur Intelijen Nasional, Selasa (27/7/2021).

Ia mengatakan, pemanasan global berdampak pada pencairan es di kutub.

Menurutnya, apabila permukaan air laut naik menjadi dua setengah kaki lagi (sekitar 0,7 meter), akan ada jutaan orang bermigrasi ke daerah yang lebih aman.

Dengan perkiraan itu, Biden menyebut ibu kota Indonesia, Jakarta, mungkin akan tenggelam 10 tahun lagi akibat naiknya permukaan air laut.

"Apa yang terjadi di Indonesia jika perkiraannya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena akan tenggelam?," ujar dia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah demikian? Berikut tanggapan dari akademisi dan ahli hidrologi UGM:

Baca juga: Joe Biden Sebut Jakarta Bisa Tenggelam 10 Tahun Lagi, Kok Bisa?

Siklus hidrologi

Menurut ahli hidrologi dan dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) M. Pramono Hadi, meningkatnya permukaan air laut juga dipengaruhi oleh siklus hidrologi.

"Dalam ilmu hidrologi, kita mengenal yang namanya siklus air. Air di permukaan bumi itu menguap dalam bentuk murni H20, sebelum terkena polusi," kata Pramono kepada Kompas.com, Sabtu (31/7/2021).

Siklus hidrologi adalah proses perputaran atau sirkulasi air dari laut, ke atmosfer, lalu ke bumi dan kembali lagi ke laut. Begitu seterusnya.

Air laut yang menguap dan mengalami kondensasi, uap air terbawa angin dan menjadi awan di atas daratan hingga pegunungan.

Pada siklus hidrologi, kondensasi terjadi di atmosfer akibat perubahan suhu dan tekanan. Akibatnya, hujan akan turun ke permukaan bumi.

Menurut Pramono, air hujan bisa mengikis permukaan bumi, termasuk gunung. Benda-benda padat yang terbawa bersama air hujan ini akan masuk ke laut.

Secara perlahan, permukaan air laut akan naik akibat proses tersebut.

"Dengan siklus itu, secara bertahap permukaan air laut akan naik. Ini karena benda-benda padat," tutur Pramono.

Baca juga: Joe Biden: Jakarta Mungkin Tenggelam 10 Tahun Lagi


Penurunan permukaan tanah

Pramono menyebut bahwa wacana naiknya permukaan air laut ini sudah lama dibahas dan dikaji.

"Sebenarnya (wacana) ini sudah lama ya, hanya saja Joe Biden, yang mengucapkan ini kan orang berpengaruh," kata dia.

Mencairnya es di kutub, menurut Pramono, bukan satu-satunya penyebab naiknya permukaan air laut. Turunnya permukaan tanah, bisa membuat suatu wilayah di permukaan bumi tenggelam.

Pernyataan Biden memang belum tentu benar, tetapi prediksinya mungkin bisa terjadi.

"Intinya, ini kan hanya prediksi. Pengandaian jika permukaan air laut terus naik dan permukaan tanah semakin menurun," jelas Pramono.

Penurunan permukaan tanah dipengaruhi oleh proses geologi seperti aktifitas vulkanik dan tektonik, siklus geologi, adanya rongga di bawah permukaan tanah.

Sementara, faktor lain yang melibatkan manusia, seperti eksploitasi mineral dalam tanah dan minyak bumi.

Hal lain yang berpengaruh besar adalah adanya beban-beban berat di daratan. Misalnya pendirian bangunan-bangunan besar.

Baca juga: Viral, Video Berebut Nomor Antrean Vaksin Timbulkan Kerumunan di Tangerang, Ini Ceritanya

Mitigasi dan adaptasi

Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup, risiko kerusakan akan terus meningkat selama berabad-abad, terutama proses terjadinya kenaikan permukaan air laut.

Dibanding dengan zaman es terakhir (120.000 tahun yang lalu), suhu dunia meningkat 2 derajat Celcius lebih hangat dan permukaan air laut naik 5-10 meter lebih tinggi karena melelehnya lapisan es.

"Naiknya permukaan air laut tidak bisa dicegah, memang prosesnya seperti itu. Tapi ada yang namanya mitigasi dan adaptasi," terang Pramono.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membangun dam atau tanggul.

Pramono mengatakan, model pembangunan semacam ini sudah diterapkan sejak pemerintahan kolonial. Belanda menghabiskan banyak anggaran untuk membangun dam.

Dam yang ia maksud adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air. Pengempang air ini biasanya terbuat dari beton. Bisa juga berupa bendungan atau tanggul.

"Mitigasi contohnya, program pembangunan tanggul atau dam," ujar Pramono.

Dam juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber listrik, melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air.

"Makanya di Belanda, banyak kota-kota yang berakhiran dam. Itu karena kotanya dibangun dengan menggunakan dam-dam itu tadi," imbuh Pramono.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi