Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi Jika Covid-19 Tidak Hilang? Begini kata Ilmuwan

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi pandemi Covid-19
|
Editor: Muhamad Syahrial

KOMPAS.com - Sejak dinyatakan sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 180 juta orang dan menyebabkan setidaknya 4 juta korban jiwa secara global.

Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengembalikan kehidupan seperti sebelum pandemi. Vaksin yang kini sedang gencar dilakukan diharapkan dapat menjadi solusi untuk masalah umat manusia saat ini.

Dilansir dari BBC Indonesia melalui KOMPAS.com, ilmuwan yakin, virus Corona tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Sebuah jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh Nature, bertanya kepada 100 orang imunolog, virolog, dan pakar kesehatan dari seluruh dunia tentang kemungkinan Sars-Cov-2 bisa musnah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hampir 90 persen ilmuwan menjawab bahwa virus Corona akan menjadi endemi dan akan terus bersirkulasi di sejumlah tempat di dunia.

Lantas, bagaimana kehidupan manusia dengan Covid-19 di masa mendatang menurut para ilmuwan?

Baca juga: Pahlawan-pahlawan di Tengah Pandemi

Mengapa Covid-19 tidak bisa hilang dalam waktu dekat?

WHO mengumumkan, hanya dua penyakit yang diakibatkan virus telah resmi dihapus, yakni cacar dan sampar sapi. Akan tetapi, hanya cacar yang mirip dengan Covid-19 dalam hal penyebaran geografis.

Perkembangan vaksin yang mampu menekan penyebaran virus penyebab cacar yang membantu penyakit itu lenyap.

Sayangnya, menurut Profesor Epidemiologi dan Penyakit Menular di London School of Health and Tropical Medicine, David Heyman, vaksin Covid-19 yang ada saat ini belum mampu memberikan efek yang sama.

"Vaksin-vaksin yang kita miliki saat ini, dalam beberapa keadaan, tidak mencegah penularan. Mereka hanya mengubah infeksi dan membuat penyakitnya lebih tak berbahaya. Orang-orang yang sudah divaksin masih dapat menularkan virus ini ke orang lain," ujar David.

Professor of Medicine di University of East Anglia, Inggris, Paul Hunter meyakini, vaksin-vaksin yang ada sekarang tidak akan mencegah infeksi Covid-19 di masa depan.

Baca juga: Cerita Pedagang Pasang Bendera Putih, Tanda Menyerah dengan Pandemi

"Covid tidak akan pernah hilang," kata Paul.

"Tidak dapat dihindari, kita akan tertular Covid beberapa kali dalam hidup, terlepas dari apakah kita sudah divaksin atau belum," imbuhnya.

Heyman meyakini, Covid-19 akan menjadi endemik, virus akan terus menyebar di berbagai tempat di dunia untuk bertahun-tahun mendatang.

Dalam kondisi ini, ilmuwan berharap, meski Covid-19 terus ada namun masyarakat telah memiliki imunitas yang berasal dari vaksin dan infeksi alami.

Dengan begitu, kasus-kasus berat karena Covid-19 akan berkurang. Tingkat pelayanan rumah sakit serta tingkat kematian pun tidak akan setinggi saat ini.

Akan tetapi, menurut Heyman, mutasi virus Corona dapat sangat mengkhawatirkan. Meski begitu, seiring munculnya cara lain, kekhawatiran tersebut dapat berkurang.

"Virus juga bisa berkurang virulensi (keparahannya), baik karena mutasi atau karena sebagian besar populasi telah divaksin," ujarnya.

Baca juga: 14 Negara Ini Masih Nol Kasus Covid-19 sejak Awal Pandemi

Apakah manusia harus divaksinasi berulang kali?

Para ilmuwan masih belum tahu berapa lama imunitas dari vaksin Covid-19 yang ada sekarang bisa bertahan.

Penyebabnya, vaksin yang ada saat ini masih baru dan para peneliti masih menganalisis respons imun tubuh pada tipe vaksin yang berbeda.

"Belum ada yang tahu apakah kita butuh vaksin secara terus-menerus," ujar Heymann.

"Covid-19 adalah virus yang berbeda dengan flu, dan merupakan kesalahan membuat orang berpikir sebaliknya pada saat ini," imbuhnya.

Apakah lockdown akan menjadi hal biasa?

Menurut para ahli, masih ada atau tidaknya karantina wilayah di masa depan bergantung pada keberhasilan program vaksinasi.

"Sejauh yang memungkinkan, karantina wilayah akan menjadi bagian dari langkah penting bagi pemerintah sebuah negara dalam menghadapi penyebaran kasus," ujar Nicholas Thomas, profesor di bidang keamanan kesehatan di City University Hong Kong, kepada Bloomberg.

Baca juga: Mencari Keteladanan di Masa Pandemi Covid-19

Apakah masih harus menggunakan masker?

Para ilmuwan sepakat, penggunaan masker sangat penting untuk menekan penyebaran Covid-19, bahkan di wilayah dengan jumlah vaksinasi tinggi.

Menurut ahli perilaku publik dari University of Copenhagen, Christina Gravert, menggunakan masker jauh lebih baik ketimbang harus melakukan karantina wilayah akibat lonjakan kasus Covid-19.

"Sangat masuk akal untuk terus mengimbau orang-orang yang sakit untuk menjauh dari transportasi publik dan bekerja dari rumah, atau setidaknya memakai masker saat berada di sekitar orang lain," terangnya.

Aturan perjalanan internasional

Setiap negara tentu memiliki aturan berbeda tentang perjalanan internasional. Akan tetapi, banyak negara ini mewajibkan pelaku perjalanan membawa sertifikat vaksin Covid-19.

Meski begitu, Heymann mengatakan, distribusi vaksin yang tidak merata membuat WHO tidak akan merekomendasikan "paspor vaksin", walaupun saat ini sudah banyak negara yang menerapkannya.

"Tentu tidak etis mewajibkan sertifikat vaksinasi bila orang-orang tidak bisa melakukan perjalanan, apalagi jika mereka tidak bisa divaksin karena alasan tertentu," ujar Heymann.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Kematian Necropolitics dan Harapan Baru

Apakah akan ada "Demokrasi Vaksin"?

Hingga 5 Juli 2021, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia telah divaksin penuh. Sayangnya, angka tersebut masih di bawah 15 persen dari total populasi global.

Selain isu kemanusiaan, "demokrasi vaksin" sangat penting untuk mengontrol varian-varian baru Covid-19.

Selama virus ini masih ada di masa mendatang, vaksin yang tersalurkan ke semua lapisan masyarakat adalah kunci bagi imunitas.

"Ada tanggung jawab kesehatan publik dan kemanusiaan untuk memastikan kita mendapatkan distribusi vaksin yang setara di seluruh dunia," kata Heymann.

Apakah binatang masih berisiko?

Para ahli berkata, selama masih ada binatang di alam yang bisa tertular, maka selalu ada risiko virus ini bisa menulari manusia.

"Penyakit ini ada di luar sana. Jika tersedia kesempatan, mereka bisa saja melompat (ke manusia)," kata Dawn Zimmerman, dokter hewan liar di Program Kesehatan Global Institut Konservasi Biologi Smithsonian.

Sumber: KOMPAS.com

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kompas.com
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi