Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fenomena Surya Pethak, Kala Matahari Memutih dan Suhu Jadi Dingin

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi matahari
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Ada satu fenomena langit unik yang terjadi di bumi, yakni fenomena surya pethak atau secara harfiah berarti Matahari tampak memutih.

Fenomena ini dapat dimaknai sebagai alam sunya ruri atau siang hari yang temaram seperti malam hari.

Dihubungi Kompas.com, Peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang menjelaskan bahwa siang hari yang dimaksud dihitung sejak Matahari terbit hingga terbenam.

Dia menuliskan, fenomena surya pethak akan membuat Matahari tampak memutih, dengan sinarnya yang tidak begitu terik saat siang hari.

“Sinar Matahari yang biasa kemerahan ketika terbit dan terbenam akan memutih. Sedangkan saat Matahari meninggi, sinar Matahari tidak begitu terik dikarenakan terhalang oleh semacam kabut awan,” kata Andi, Minggu (1/8/2021).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia menambahkan, kejadian ini dapat berlangsung selama 7 hingga paling lama 40 hari.

Menurut dia, efek surya pethak dapat membuat suhu permukaan Bumi menjadi lebih dingin.

Dengan demikian, tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan optimal dan manusia akan mudah menggigil.

Baca juga: Video Viral Benda Misterius Jatuh di Perairan Situbondo, Ini Kata Lapan

Matahari dan langit kemerahan

Andi memberikan penjelasan mengenai langit yang tampak kemerahan saat Matahari terbit dan tenggelam.

Adalah, sinar Matahari yang dapat dilihat mata manusia termasuk ke dalam radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh Matahari.

Secara singkat, penyebab Matahari dan langit tampak kemerahan saat terbit dan terbenam dikarenakan sinar Matahari mengalami hamburan Rayleigh, yang menghamburkan spektrum cahaya tampak sesuai dengan jarak yang ditempuh sinar Matahari saat melalui atmosfer.

Kondisi ideal ini, lanjut dia, hanya akan terjadi jika kualitas udara benar-benar bagus dan bersih di sekitar lokasi mengamati langit.

Dikarenakan, kualitas udara yang akan dilalui sinar Matahari juga dapat memengaruhi warna saat terbit dan terbenam.

“Partikel debu dan polutan cenderung mengurangi warna di langit dan menghalangi cahaya mencapai mata pengamat di permukaan Bumi. Karena itu langit berwarna merah dan kuning kusam saat udara penuh debu dan polutan,” tutur Andi.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Fenomena Suhu Dingin di Indonesia

Apakah surya pethak terjadi di waktu dekat?

Andi memaparkan, jika dikaitkan dengan fenomena surya pethak, maka ada kemungkinan kabut awan yang dapat menghalangi sinar Matahari melalui atmosfer Bumi dapat ditimbulkan oleh letusan gunung berapi maupun perubahan sirkulasi air laut yang bisa meningkatkan penguapan uap air.

“Sangat kecil kemungkinan kabut awan yang menyelimuti permukaan Bumi ditimbulkan oleh penurunan aktivitas Matahari berkepanjangan, seperti yang pernah terjadi pada 1645 hingga 1715,” ujar dia.

Sehingga, fenomena surya pethak tidak akan terjadi setidaknya jika dikaitkan dengan aktivitas Matahari.

Akan tetapi fenomena ini masih dapat dimungkinkan terjadi oleh letusan gunung berapi dan perubahan sirkulasi air laut yang hingga saat ini masih sulit diprediksi oleh para ilmuan vulkanologi dan oseanografi.

"Sampai saat ini belum bisa diprediksi (waktu terjadinya fenomena surya pethak). Dan jika ditinjau dari aktivitas Matahari, tidak memungkinkan untuk terjadi surya pethak. Tapi masih memungkinkan terjadi dari letusan gunung berapi maupun sirkulasi air laut," pungkas dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi