Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Udara di Jakarta Disebut Tinggi Saat Dini Hari, Apa Penyebab dan Bagaimana Antisipasinya?

Baca di App
Lihat Foto
Twitter: @piotrj
Tangkapan layar kondisi kualitas udara di Jakarta menggunakan aplikasi Nafas.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejumlah warganet mengeluhkan mengenai buruknya kualitas udara di Jakarta belakangan ini.

Informasi itu disampaikan melalui media sosial Twitter.

"Jam 2:05am TERBANGUN KARENA:
2 minggu Sesak nafas karena COVID-19 [X]
2 minggu Sesak nafas karena kualitas udara buruk [V]
Anak2 batuk-batuk [V]
Vaksin [V]
Antigen dan PCR [V] hasil NEGATIVE!
JAM SEGINI KELUAR RUMAH BAU ASAP!!," tulis akun Twitter @AnnisaCass pada Jumat, 30 Juli 2021.

Baca juga: Viral, Video Bus Lakukan Aksi Oleng Berbahaya di Kuningan, Polisi: Oleng Permintaan Bus Mania, Sopir Langsung di-PHK

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Selamat pagi Jakarta dan polusi udara," tulis akun Twitter @fierza pada Rabu, 28 Juli 2021.

Baca juga: Viral Unggahan Kebocoran Data Berimbas Penipuan Pengiriman Barang, Apa yang Harus Dilakukan?

Baca juga: Mengenal Apa Itu PPKM Darurat dan Bedanya dengan PPKM Mikro

Dua pengguna Twitter tersebut juga menambahkan tangkapan layar dari aplikasi Nafas yang memperlihatkan angka pantauan kualitas udara di Jakarta.

Angka yang tertera pada sejumlah titik berwarna oranye, merah, dan ungu, yang menandakan buruknya kualitas udara.

Seperti diketahui, di tanggal tersebut Indonesia masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Baca juga: PPKM Level 4 Diperpanjang hingga 9 Agustus, Simak Aturan Lengkapnya

Lantas, apa penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta meski dalam masa PPKM?

Koordinator Bidang Analisis Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kadarsah mengatakan, sumber dari tingginya polusi di ibu kota Jakarta bisa disebabkan karena masifnya mobilitas kendaraan bermotor di masa PPKM Darurat.

"Informasi di atas adalah PM2.5. Sumbernya bisa dari kendaraan bermotor," ujar Kadarsah saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/8/2021).

Partikulat (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer).

Baca juga: Viral, Video Pengemudi Truk Tak Berikan Jalan ke Rombongan Alutsista TNI, Sopir: Aku Nggak Bakal Minggir!

Kadarsah menambahkan, pihak BMKG juga memonitor konsentrasi partikulat PM2.5 di Jakarta, tepatnya di titik Kemayoran.

Pada pantauan BMKG, Rabu (4/8/2021), grafik konsentrasi partikulat PM2.5 masih dalam kategori kualitas udara baik (0-15 mikrogram/meter kubik).

"Jadi, menurut pengukuran kami, khususnya di Kemayoran PM2.5 masih kondisi baik dan siang ini kondisinya mendekati 'sedang'," katanya lagi.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa kadar PM2.5 bisa turun dan membaik setelah turun hujan. Sebab, saat itu udara lebih bersih dengan mekanisme wet deposition.

Kadarsah menjelaskan, wet deposition adalah proses di mana partikel aerosol mengumpulkan atau mengendap di permukaan padat, mengurangi konsentrasi partikel di udara dengan mekanisme pengendapan bersifat basah atau melibatkan hujan, salju dan kabut.

Baca juga: Ramai soal Pengemudi Truk Tak Beri Jalan Rombongan Alutsista TNI, Bagaimana Aturannya?

Mengapa dini hari polusi udara masih tinggi?

Sementara itu, Sub Koordinator Bidang Informasi Gas Rumah Kaca BMKG, Alberth C Nahas menyampaikan, saat malam hari biasanya polutan udara cenderung terakumulasi dekat dengan permukaan.

Menurut Alberth, kondisi ini disebabkan di malam sampai dini hari, karena lapisan inversi yang ada di atmosfer posisinya berada lebih dekat dengan permukaan.

"Lapisan inversi ini merupakan suatu kondisi di atmosfer yang ditandai dengan meningkatnya temperatur udara seiring dengan meningkatnya ketinggian di atmosfer," ujar Alberth saat dihubungi terpisah, Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Viral Bumper Honda Civic Remuk Setelah Ditabrak Honda Astrea Prima, Ini Fakta yang Terjadi...

Sementara, pada kondisi normalnya peningkatan ketinggian atmosfer diiringi dengan menurunnya temperatur udara.

Lapisan atmosfer ini berperan seperti penyekat dari kondisi normal tersebut, sehingga udara permukaan tidak bisa bergerak ke lapisan yang lebih tinggi.

Di sisi lain, pada siang hari ketika ada pengaruh dari terik matahari, pemanasan di permukaan menyebabkan lapisan inversi ini menjauh dari permukaan.

Baca juga: Viral Video Kecelakaan Tunggal di Tol Pemalang-Batang, Mobil Ditembus Besi Pembatas Jalan

Akibatnya, situasi sebaliknya di malam hingga dini hari tanpa ada pemanasan, permukaan yang cenderung lebih dingin menyebabkan lapisan inversi turun dan berada dekat dengan permukaan.

"Peran lapisan inversi seperti penyekat tadi menyebabkan polutan udara yang berada di atmosfer terkonsentrasi dekat dengan permukaan," ujar Alberth.

"Polutan udara ini tidak dapat bergerak ke atas melewati lapisan inversi," lanjut dia.

Oleh karena itu, kondisi di siang hari, dengan lapisan inversi yang jauh dari permukaan menyebabkan konsentrasi polutan udara tidak berkumpul di dekat permukaan.

Baca juga: Suhu Dingin di Sejumlah Daerah di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG

Cara cegah sesak napas saat di wilayah dengan tingkat polusi tinggi

Di samping itu, Alberth mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara cukup tinggi untuk memakai masker.

"Memakai masker disarankan meminimalkan risiko inhalasi polutan udara ke paru-paru (selain tentunya untuk mencegah penularan virus corona)," kata dia.

Kemudian, untuk mencegah sesak napas, terutama untuk individu yang memiliki riwayat gangguan pernapasan harus memperhatikan informasi konsentrasi polutan udara atau indeks kualitas udara.

Apabila membatasi aktivitas di luar ruangan tidak memungkinkan perlu menyesuaikan aktivitasnya untuk dilakukan pada waktu yang baik.

Baca juga: Panduan Melakukan Proning untuk Tingkatkan Saturasi Oksigen Pasien Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi