Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Hartono Prapanca, yang Dicaci dan Dicari

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi prostitusi
Editor: Heru Margianto

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PENGGALAN sajak WS Rendra tentang “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta” entah pernah dibaca dengan seksama atau tidak oleh Hartono Setyawan.

Tetapi yang jelas, spektrum bisnis Hartono memang bersinggungan di lingkar kekuasaan. Nama Hartono Setyawan sendiri bukan “tokoh penting” tetapi kiprah Hartono pernah bersinggungan dengan “orang penting”.

Geliat bisnis Hartono pun juga berkelindan dengan jaringan politik, aparat penegak hukum hingga pengusaha.

Siapakah Hartono Setyawan?

Karena tidak lagi terdengar sepak terjangnya, berita kematian Hartono beberapa waktu yang lalu tidak terlacak di media dan linimasa.

Dengan nama sohornya Hartono “Prapanca” atau Hartono “Ayam”, generasi akhir 1980-an hingga 1990 akhir pasti mengenal nama mucikari papan atas di tanah air ini.

Wilayah operasinya membentang dari Jakarta, Batam, Semarang, Surabaya, Bali hingga Pontianak.

Pemuas syahwat yang disediakan Hartono memang tidak tergolong ecek-ecek dan semua di-maintain Hartono dengan manajemen yang terorganisir.

Konon, anak buah Hartono Prapanca banyak berasal dari kalangan artis dan hanya mau “berpraktik” di hotel bintang 5.

Ketika hendak menuliskan kolom ini, ada pertentangan batin antara perlu dan tidak perlu untuk mengungkap kisah seorang anak manusia yang bernama Hartono Setyawan.

Pandangan negatif mungkin saja akan tertuju kepada penulis mengingat latar belakang tokoh yang dituliskannya.

Mahaguru Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof Dr Deddy Mulyana yang juga promotor disertasi penulis pernah berujar penuturan kisah hidup dari sesesorang tetap menjadi sejarah – tidak saja bagi yang bersangkutan – tetapi juga menjadi kisah yang menarik bagi orang lain.

Jika gajah mati meninggalkan gading, maka ketika Hartono wafat dia meninggalkan selarik kisah yang menjadi pelajaran dalam kehidupan.

Branding ala Hartono

Kedekatan saya dengan Hartono Ayam – penyebutan ayam adalah merujuk kepada pekerjaan Hartono yang menyediakan pekerja seks komersial – bermula dari tantangan pemimpin redaksi media tempat saya bekerja di awal 1990—an untuk mendapatkan wawancara eksklusif dengan Hartono.

Hartono dikenal dekat dengan kalangan atas dan aparat penegak hukum karena bisnisnya berhubungan dengan mereka.

Tidak seperti sekarang, media saat itu masih terbilang sedikit dan persaingan untuk mendapatkan berita “terdepan, teraktual dan terkini” terus dipompakan kepada kami, wartawan junior.

Dari semula yang susah ditemui namun akhirnya menjadi kawan dekat, saya menjadi paham pola kerja yang dilakukan Hartono dalam memobilisasi anak buahnya.

Dengan pengamanan petugas security 24 jam penuh di rumah Hartono yang juga menampung para “tim hore-horenya” di Kawasan Prapanca Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan - bermodalkan telepon fixed line, pager serta handphone yang ketika itu masih tergolong “barang mewah” - Hartono bisa mengendalikan bisnisnya yang terentang di berbagai kota.

Hartono tidak mengenal aplikasi dan pesanan online karena memang di saat itu teknologi advance ini belum dikenal.

Hartono tidak akan pernah menerima pesanan dari klien yang ecek-ecek tetapi dia verifikasi terlebih dahulu dengan lokasi pemesanan dan uang muka yang masuk duluan.

Jangan harap pemesanan dari kamar kos atau hotel kelas melati akan dia layani. Begitu selektif dan rapi pola kerja Hartono.

Untuk “menyamarkan” pelacakan dari orang terdekat pemesan, bill tagihan dari Hartono selalu mengatasnamakan toko ban atau toko orderdil kendaraan.

Jadi jangan heran, bisa jadi seorang pemesan yang berkali-kali booking bisa mendapat tagihan berkali-kali soal ganti ban, ganti velg dan lain-lain. Tagihan dengan pola ini menyamarkan dari kecurigaan orang rumah.

Agar tidak mengecewakan selera pemesan, secara rutin saban minggunya – biasanya hari Rabu atau Kamis – diadakan penyuntikan untuk langkah preventif dari bahaya penyakit kelamin.

Dan lebih cerdasnya lagi, Hartono juga mendatangkan pengajar “kepribadian” sehingga anak buahnya paham table manner, etika pergaulan, bahasa asing dan gesture layaknya wanita berpendidikan.

Umumnya, anak buah Hartono berasal dari desa dan berlatar belakang dari keluarga miskin. Agar piawai bernyanyi, rumah Prapanca memiliki ruang karaoke dan tersedia guru vokal untuk melatih olah suara para pekerja Hartono.

Untuk memoles kecantikan, Hartono juga menawarkan operasi plastik bagi anak buahnya. Biaya operasi nantinya dibebankan dari pemotongan gaji bulanan.

Setiap anak buah Hartono mendapat gaji bulanan, setelah dikurangi dengan biaya akomodasi.

Uniknya lagi, jika pemesan meminta spesifikasi mahasiswi maka anak buah Hartono akan berpenampilanseperti layaknya “anak kampus’ dan tidak lupa selalu menggamit buku-buku perkuliahan seperti “Diktat Pengantar Manajemen” atau “Buku Pengantar Ilmu Politik” jika bertemu dengan klien.

Hartono Ayam dianggap “terlalu” maju di zamannya, sehingga bandrol yang dipasang sangat tinggi karena sangat menghargai penampilan serta image anak buahnya.

Untuk mencegah anak buahnya mempunyai hubungan khusus dengan salah satu kliennya, Hartono merotasi anak buahnya dari satu kota ke kota lainnya.

Sangat sulit anak buahnya memiliki hubungan khusus dengan klien kecuali dia keluar dari binaan Hartono dan memilih menjadi simpanan atau diperistri oleh klien.

Mengapa operasi Hartono sulit ditindak?

Untuk memahami mengapa kiprah operasi Hartono Prapanca dari 1980-an hingga awal 2000-an bisa berjalan “aman” dan tidak “terjamah” oleh aparat, ada baiknya menelisik kuatnya praktik patron dan klien di rezim yang lama.

Menurut James Scott, patron klien merupakan hubungan timbal balik antara dua orang - yang memiliki perbedaan status sosial ekonomi - yang terjalin secara khusus atau dengan dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima.

Status sosial yang lebih tinggi dimiliki patron dengan adanya sumber daya yang dipunyai – terrmasuk kekuasaan dan jabatan - dapat memberikan perlindungan serta keuntungan kepada orang dengan status sosial lebih rendah atau klien (James C Scott, 1972).

Hartono kerap bercerita, usahanya aman karena dia tidak bisa menolak pesanan atau permintaan khusus dari para pejabat dan aparat ketika itu.

Pesanan itu “gretongan” menurut istilah anak sekarang, atau tanpa bayar sebagai imbalan jaminan keamanan terhadap bisnis esek-esek yang dilakoninya.

Hubungan Hartono dengan anak buahnya pun berpola hubungan patron klien. Hartono sebagai patron, sangat menjaga dan memperhatikan kebutuhan hidup anak buahnya atau klien.

Hartono tidak sembarangan dalam memilih orang untuk dipekerjakan sebagai anak buah. Ia memilih orang yang sudah dikenalnya untuk dapat bekerjasama dan dapat dijadikan anak buahnya.

Meringankan pekerjaan pada hubungan kedekatan adalah salah satu cara yang ditempuh oleh patron.

Jasa yang akan diberikan secara timbal balik oleh patron dan klien digunakan untuk beragam keperluan serta jaminan sosial sehingga memberikan rasa tentram dan nyaman pada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Salah satu anak buah Hartono pernah berujar kalau dirinya memilih profesi sebagai pekerja seks karena kesadaran tanpa paksaan.

Sebelum bekerja sebagai wanita panggilan, dirinya bekerja sebagai babby sitter dan berasal dari keluarga miskin.

Dengan tujuan ingin mengubah nasib, dirinya memilih menjadi anak buah Hartono tanpa diketahui oleh orang-orang di kampung mengenai pekerjaan yang dijalaninya di Jakarta.

Rumah tembok, hewan ternak, sawah dan pemberian rutin ke keluarganya di kampung menjadi kebanggaannya saat dia bekerja bersama Hartono.

Di awal tahun 2000-an masa kejayaan Hartono Prapanca mulai meredup dan semakin tenggelam saat dirinya terbelit hutang dari perbankan.

Usahanya di Semarang dan Surabaya bermasalah. Jika di Semarang karena konflik dalam pengelolaan sebuah hotel yang menjadi tempat praktek prositusinya, sedangkan di Surabaya terkait tindak pidana aborsi yang diduga dilakukan anak buahnya.

Titik nadir masa keemasan Hartono berakhir ketika Planet Bali – tempat one stop entertainment di Bali – yang diobsesikan sejak lama oleh Hartono, disita oleh bank.

Andai Planet Bali terwujud ketika itu, Hartono ingin menawarkan alternatif wisata yang lain di Bali. Jauh lebih terhormat ketimbang wisata malam di Red Light District Amsterdam di Belanda, Phat Pong di Thailand atau Geylang di Singapore.

Harapan Hartono dan dan kenyataan ternyata berbeda jalan. Bangunan megah di tepi jalan by pass Ngurah Rai, Denpasar tersebut, baru beroperasi selama 2 hari tapi keburu dihentikan operasionalnya oleh pemda setempat dan akhirnya disita sebuah bank swasta melalui persidangan yang berlarut-larut.

Kredit Hartono yang semula bernominal Rp 8,5 miliar, beranak pinak mencapai Rp 21 milyar. Persoalan ini yang membuat Hartono masuk dalam “kubangan”.

Seorang teman bercerita, beberapa bulan sebelum Hartono wafat sempat bertemu dengannya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Pria yang dulunya kondang, saat itu berjalan tertatih-tatih karena luka kecelakaan akibat jatuh dari motor.

Hartono terlihat susah dan kepayahan, sama persis ketika dia menyeringai menunjukkan perutnya yang tertusuk saat terlibat perlawanan dalam aksi eksekusi rumah miliknya di Surabaya.

Walau praktik prostitusi sudah lama terjadi, setua usia peradaban manusia dan sulit untuk diberantas, setidaknya perjalanan hidup Hartono memberi pelajaran akan kiprah bisnis “lendirnya”.

Jangan sekali-kali mencari hidup dari eksploitasi sesama manusia. Jangan berkiprah di pekerjaan yang tidak halal. Kubangan bisnis yang dijalaninya membuat Hartono terjerembab ke dalam lubang yang semakin dalam.

Selamat jalan Hartono Prapanca, semoga Sang Pencipta mengampuni segala dosamu. Jika ketemu Tante Dolly van de Mart – perintis berdirinya lokalisasi Dolly Surabaya, lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara– kabarkan kalau lokalisasi Dolly Surabaya dan Kramat Tunggak Jakarta telah lama ditutup.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi